33. Pertemuan di Rumah sakit

60 10 0
                                    

"G-glen?"

"Runi? Kamu apa kabar?"

Tergurat senyum lebar di wajah laki-laki itu. Rambutnya sudah di potong rapi, sudah lebih terurus di bandingkan dengan yang kemarin.

"Aku——jauh lebih baik."

"Senang sekali mendengarnya. Boleh kita berbincang lebih lama lagi, Runi?"

Belum sempat menolak, Glen malah menariknya ke dalam dekapannya. Jika dahulu pelukan ini membuat jantung Arun berdegup kencang, saat ini tidak lagi. Pelukan Glen hanya memberikan sensasi hangat bagi tubuhnya. Sesederhana itu.

Pelukan sepihak tersebut terlepas. Glen memegang kedua bahu Arun. Laki-laki itu tak berhenti tersenyum, "Aku benar-benar gak nyangka kita bisa ketemu lagi. Kamu ngapain ada di sini? Siapa yang sakit? Kamu gapapa kan?"

Pertanyaan beruntun tersebut membuat Arun sedikit gugup. Dia menarik napasnya dalam-dalam, "Kita bisa bicara duduk aja?"

Glen tertawa kecil sebelum pada akhirnya mengangguk. Keduanya duduk di bangku tunggu.

"Jadi, apa tujuan kamu berada di sini?"

"Ayaa sakit. Baru kecelakaan, tapi sekarang sudah jauh lebih baik."

"Kecelakaan? Innalillahi. Sudah berapa hari di sini?"

"Baru tadi. Yaa kamu sendiri tau kalau Ayaa sedikit ceroboh." Arun membalas seadanya.

Sesaat keduanya terdiam.

"Kamu sendiri, emm engga nanya tujuan aku ada di rumah sakit?" Pertanyaan Glen barusan, membuat Arun mengernyit. Ini bukan Glen yang ia kenal.

"Yaa, mungkin ada urusan penting kan?" Arun tertawa kecil di akhir kalimatnya. Sudah cukup dia sakit hati. Dia tak mau jatuh ke lubang yang sama.

"Yaa, seperti kata mu. Aku harus segera move on. Dan itu sudah berhasil, Runi. Aku ingin melanjutkan hidupku tanpa Mawar. Meski itu adalah sesuatu yang sulit, tapi karena mu aku mampu berjuang. Aku berhasil, Run!"

Arun tersenyum kecil. Sebatas itu.

"Runi? Can we back, now? May you love me again like yesterday? I have try to love someone. But, i think the best love is, when you back to me."

"Buat apa?" Arun menarik napasnya dalam-dalam, kemudian segera membuang pandangannya, "kamu tau kan, kalau aku pernah jatuh cinta sama kamu? Rupanya perasaan itu engga pernah berbalas sampai kapanpun. Aku berusaha untuk melanjutkan hidupku tanpa kamu, Glen. Aku nikah sama cowok yang gak aku kenal. Itu sebuah usaha yang besar untuk bisa benar-benar move on. Tapi, kamu tiba-tiba datang ke Jakarta. Kita berdua udah punya keluarga masing-masing. Tapi sialnya, aku belum benar-benar move on, kemarin. Aku, jatuh cinta kedua kalinya padamu. Itu sesuatu hal gila yang membuat hubungan antara aku dan suamiku nyaris hancur. Dan kamu tau hal gila apa lagi yang terjadi waktu Mawar meninggal?" Arun tertawa sumbang. Di pandangnya Glen dengan sangat serius, "aku berharap bisa menikah dengan kamu, Glen. Aku benar-benar berkeinginan untuk melanjutkan sisa hidupku sama kamu, ninggalin suami aku. Gila banget kan?"

Ada helaan napas panjang dari Glen. Dia berusaha untuk membalas perkataan Arun, tetapi dia gagal.

"Aku di pecat karena milih ngikut kamu ke Sulawesi. Kemarin itu, aku mikir  ..., kalau aku ada bareng kamu di saat-saat kamu kehilangan, kamu jadi jatuh hati ke aku. Bodoh banget kan?" Arun kembali tertawa, "jatuh cinta sama kamu itu buat aku hampir kehilangan akal, Glen."

"Aku ngerti, Runi  ... "

"Kamu nggak akan pernah ngerti, Glen. Tolong jangan korbanin perasaanku lagi."

ArunKalla The Best SkenarioTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang