27. Dekap yang suam

115 17 10
                                    

Hingga pagi ini, Arun enggan memejamkan matanya. Pikirannya selalu berisi tentang kejadian semalam, di mana Kalla  menangis dalam dekapannya. Jujur, Arun sama sekali tidak mengerti. Kalla juga tak ambil alih untuk bercerita. Padahal Arun akan senang hati mendengar laki-laki itu menceritakan apapun, asalkan hal itu akan membuat suaminya itu lega dan tidak merasa sendirian.

Di pandanginya raut wajah laki-laki itu yang tertidur pulas. Ini sudah jam delapan pagi, seharusnya Kalla sudah siap-siap bekerja. Tetapi Arun tidak ingin membangunkannya. Dia merasa Kalla sangat butuh istirahat ekstra hari ini.

Tangannya terulur mengusap wajah lelah itu. "Kal? Gue di sini kalau lo butuh cerita. Gue istri lo kan? Jangan sembunyiin apapun dari gue, Kal. Gue siap jadi tempat cerita buat lo. Kapanpun dan di manapun."

Tak ada balasan apapun dari Kalla. Dengan helaan napas berat, Arun beranjak pergi. Sepertinya dia harus menyiapkan sarapan pagi.

Sekitar satu jam Arun menyiapkan nasi goreng, dia cukup terkejut saat melihat bayangan Kalla di sebelahnya. Segera Arun menoleh.

"Kall? Makan dulu yuk? Semalam lo juga belum makan." Dengan hati-hati Arun menuangkan nasi goreng ke dalam piring. Dia menghampiri Kalla, dan menariknya untuk duduk di bangku.

"Thanks." Kalla berucap kecil, sembari duduk.

"Gue pakai campuran sosis sama bakso di dalam. Emm, lumayan lah. Ngga buruk banget rasanya." Arun duduk pada bangku di sebelah Kalla.

"Enak." Kalla mengunyah sesendok nasi di mulutnya, "cocok masuk Indonesian Idol," sambungnya yang nyaris membuat Arun tersedak ludahnya sendiri.

"Sialan lo." Kalimat balasan yang mampu Arun ucapkan.

"Tapi seriusan, Run. Enak kok."

"Syukur kalau lo suka. Ngomong-ngomong, lo nggak masuk kerja?"

Pertanyaan Arun barusan ternyata membuat Kalla berhenti makan. Dia bahkan menjauhkan piring dari hadapannya.

"Kenapa? Ada yang salah sama omongan gue?"

Kalla segera menggeleng. "Cuti dulu. Capek soalnya, Run." Dia tertawa kecil.

"Sumpah? Tumben bilang capek. Biasanya kerja terus sampai nggak ingat waktu."

"Kamu nggak seneng saya di rumah ya?" Kalla berbicara sok serius.

"Yaa bukan gitu maksudnya. Gue cuma kaget aja. Seorang Kalla, cuti kerja karena capek. Bisa masuk televisi tuh."

"Sembarangan!" Kalla menggeleng-gelengkan kepalanya, "beberapa hari ke depan, saya pengen habisin lebih banyak waktu sama kamu."

"Ohyaa?" Arun tertawa kecil.

"Ya emang salah?" Kalla menatap Arun serius. Buru-buru perempuan itu menggeleng. "Enggaaa salah. Tapi jatohnya, kita kayak pasangan suami istri pengangguran ya?" Arun ketawa.

"Pengangguran juga gapapa. Asal bareng kamu terus saya mau aja."

"Hahaha. Mau makan apa kalau sama-sama pengangguran?"

"Banyak. Kita bisa ngerampok bareng, culik motor orang terus di jual, terus hasilnya kita beli pulau--"

"Hahahaha gilaa lo ya? Sendiri aja sana. Mending gue makan susah dari pada makan di dalam sel."

Kalla tersenyum simpul. Dia kembali melanjutkan makannya yang tertunda. "Kamu tau nggak, dalam sel di kasih makan gratis. Engga usah cape cari duit."

Arun kaget mendengarnya. Dia bahkan menatap Kalla dengan bola mata yang melebar, "Kalau di kasih makan yang gaenak, gimana? Kayak makan nasi kucing. Nggak mau gue."

ArunKalla The Best SkenarioTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang