10. Berbelanja

114 14 2
                                    

"Kamu mau yang modelnya begini nggak?" Laki-laki bertubuh tegap dengan kaos abu-abu tua itu, menatap istrinya dalam.

Arun menatap laptop dengan logo apple itu dengan tatapan datar. "Cari yang lain aja yok? Ini kemahalan. Gila kali lo."

Kalla menghela napasnya. "Yah enggak apa-apa. Kamu pernah dengar nggak, pepatah yang mengatakan jika kamu kehilangan sesuatu, maka Tuhan akan mengganti rasa hilang itu menjadi yang lebih baik lagi. Yaudah dong, ini saya ganti yang lebih baik."

Arun menatap laptop itu dengan tatapan sedikit berbinar. "Lo nggak lagi becanda kan? Ini mahal banget. Tolong."

"Nggak bercanda, Arun." Kalla berusaha meyakinkan.

"Tapi muka lo nggak ada serius-seriusnya."

"Ya Allah, Arun."

Arun tersenyum simpul. "Yaudah kalau gitu. Gue mau yang warna biru muda."

Kalla menaikkan sebelah alisnya. "Kamu suka warna biru muda?" tanya dia.

"Iya. Sejak dulu malah."

Kalla mengangguk-angguk. Pandangannya beralih pada perempuan pemilik gerai toko. "Mbak, yang ini di bungkus ya."

"Oke, Mas. Sebentar."

Karena memang mereka berdua membeli laptop di Mall, maka untuk itu, Arun kesempatan meminta Kalla membelikannya makanan yang sedikit mahal. Hitung-hitung memanjakan lidah sesekali.

Bukan hanya itu saja. Kalla juga dengan senang hati membelikan baju-baju bagus untuk istrinya itu. Tapi karena Arun tahu diri, dia hanya membeli dua pasang saja.

Keduanya berakhir di sebuah kafe kopi. Arun mengayun-ayunkan kakinya di bangku, saat Kalla memesankan kopi.

Kalla, dengan isengnya menempelkan sebotol kopi dingin di pipi perempuan itu. Nyaris saja membuat Arun melayangkan tamparan pada laki-laki itu.

Keduanya duduk bersebelahan. Memandang lalu lalang orang-orang di pelataran mall, memang cukup membosankan. Namun, setidaknya Arun tidak merasa di rugikan, karena mulai hari ini, dia memiliki laptop baru dan dua pasang baju baru.

"Emm, Kalla. Thanks buat hari ini."

Ucapan yang terlontar dari bibir perempuan itu, membuat Kalla seketika melebarkan bola matanya.

Arun menatap laki-laki itu nyalang. "Apa sih? Norak banget."

Kalla tertawa kecil. "Iya Arun." Senyumnya merekah sempurna.

Arun merasa ada yang ganjil dengan jawaban laki-laki itu. "Iya apa?" tanya dia.

"Terima kasih kembali."

"Hah?" Bola mata perempuan itu masih membulat sempurna karena kebingungan.

"Hari ini saya senang. Saya senang bisa menghabiskan petang hari ini dengan kamu."

Buru-buru perempuan itu membuang pandangannya. Kalla tertawa ringan. "Jadi, apa berbelanja hari ini sudah selesai, my wife?"

"Iwwwww. Najis."

***

Sekitar jam setengah dua siang, Arun menyiapkan ikan goreng lengkap dengan sambal terasi. Kemampuan baru yang ia bisa setelah ia menikah. Menepuk-nepuk tangannya yang sedikit berminyak, Arun meraih ponselnya untuk menghubungi Kalla.

Mungkin dia bisa di sebut sebagai istri yang baik karena berbaik hati menyiapkan makanan untuk suaminya. Namun di lain sisi, perempuan itu masih terkurung dalam kenangan masa lalu. Tentang seseorang yang pernah memenuhi hatinya sejak dulu hingga sekarang.

ArunKalla The Best SkenarioTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang