"Ada kabar baik untuk kita semua."
Ruangan yang tergolong cukup dingin akibat paparan beberapa AC itu, membuat pegawai perusahaan di ruangan ini menegakkan tubuh, penasaran akan kabar baik maksud Wijaya.
Tak terkecuali Kalla. Dia menatap Wijaya dengan sangat serius.
"Saya sangat bangga dengan kerja sama kalian semua. Terlebih pada sekretaris saya, Sandy." Wijaya melirik Kalla dengan tatapan kagum, "berkat ide cemerlang Sandy, untuk membuat aplikasi E-comerce, bummm! Perlahan pemasukan perusahaan kita meningkat. Benar-benar meningkatkan value perusahaan. Sekarang, banyak perusahaan besar lainnya yang meminta kerja sama dengan perusahaan kita, dan kalian tau apa yang paling menyenangkan? Aplikasi ini akan di iklankan di setiap Web dan beberapa stasiun televisi. Bukan cuma di Indonesia, aplikasi ini mulai di kenalkan pada Malaysia dan Singapura."
Sorak sorai segera terdengar. Di barengi dengan tepuk tangan yang sangat meriah. Kalla tersenyum bangga.
"Mengenai kerja samanya, nanti akan saya kabari kapan kalian akan kembali bertugas. Untuk hari ini, kita rayakan keberhasilan perusahaan kita, kita free dan saya akan traktir kalian semua makan pizza!"
Semuanya kembali bersorak senang. Semua pegawai perusahaan di dalam ruangan itu, bubar. Mereka kembali ke ruangan masing-masing, sementara pizza sedang di dalam perjalanan menuju kantor.
"Sandy, kamu belum boleh pergi. Ada sesuatu yang ingin saya sampaikan."
Kalla tersenyum tipis. "Ya, Pak? Ada lagi yang perlu saya bantu?"
Wijaya menepuk-nepuk pundak Kalla, seraya tertawa kecil. "Saya memang gak salah pilih kamu sebagai sekretaris perusahaan. Kamu benar-benar gak perlu di ragukan daya pikirnya. Saya sangat senang."
"Terima kasih, Pak."
"Nanti malam, saya mau ngajak kamu dinner. Saya harap kamu nggak nolak, dan buat anak saya kecewa kayak malam kemarin."
Kalla menatap Wijaya serius. Dia tak habis pikir dengan semua hal yang terjadi sekarang. Kecewa katanya? Itu berarti Alexandria memberitahu kejadian kemarin pada Wijaya.
"Saya nggak mau penolakan, Sandy."
"Mohon maaf, Pak. Tapi kenapa?"
Wijaya menaikkan sebelah alisnya, "Memangnya salah? Saya sedang mengapresiasi kamu loh. Harusnya kamu seneng. Dalam dinner hari ini, bukan hanya saya aja. Ada istri saya dan tentunya anak saya, Alexandria. Kesempatan emas buat kamu untuk kenal semua keluarga saya."
"Mohon maaf, Pak. Tapi saya——"
"Terimakasih. Sampai bertemu nanti malam. Untuk alamat restorannya, akan saya kirimkan lewat chat."
Setelah mengatakan hal tersebut, Wijaya melangkah pergi. Kalla menatap punggung laki-laki itu hingga habis dari sudut matanya.
***
Dengan setelan kemeja putih dan celana keeper hitam, di padukan dengan sepatu fantofel hitam mengkilat, Kalla berjalan menuju sebuah meja yang di isi oleh tiga orang. Tak lain, mereka adalah Wijaya dan keluarganya.
Begitu Kalla sampai di meja itu, Wijaya segera berdiri seraya merangkul Kalla untuk duduk di bangku. "Saya senang sekali kamu hadir, Sandy." Senyum laki-laki paruh baya itu merekah.
KAMU SEDANG MEMBACA
ArunKalla The Best Skenario
Ficción GeneralIbarat sebuah puzzle yang tak bisa lengkap karena telah kehilangan sepotong bagiannya, Kalla menjadikan Arunika sebagai potongan tersebut. Potongan puzzle yang mati-matian Kalla usahakan, yang di cari-cari setiap saat agar puzzle nya utuh seluruhnya...