Pagi hari di kediaman Arun dan Kalla. Kedua pasutri itu sedang sibuk di dapur. Sedang menyiapkan sop ayam. Arun sudah resmi menganggur. Jadi, saat ini dia akan seharian di rumah. Di sela-sela kegiatan Arun yang memotong kol, dia berceletuk pelan pada Kalla yang tengah memotong bawang.
"Kal, lo malu gak punya istri pengangguran?"
Pertanyaan itu ternyata membuat Kalla menghentikan aktivitasnya. Dia melirik Arun.
"Kenapa nanya gitu?" tanya dia balik.
"Yaaa, gapapa. Gue gak kerja, itu berarti gak punya penghasilan apa-apa lagi. Padahal gue harus biayain Ayana, Ayah, dan--"
"Saya bisa gantiin posisi kamu. Kamu ngapain harus bingung masalah itu?"
"Yaa gak gitu juga, Kal. Gue juga pengen balik kerja. Tapi, ah sudahlah. Ini juga salah gue. Gue yang terlalu bodoh--"
"Arun .... " Kalla berjalan mendekat ke arah Arun, sontak membuat aktivitas Arun terhenti. Dia mematung, seraya menatap retina suaminya serius. Laki-laki itu meletakkan kedua telapak tangannya pada kedua bahu Arun, "gaji saya cukup untuk kamu, Ayana, Ayah. Kamu gak usah khawatir."
Cukup lama Arun terdiam, hingga matanya spontan tertutup saat Kalla mendaratkan kecupan di keningnya.
Terlalu menikmati suasana, keduanya sama-sama gelagapan saat ponsel Kalla berdering. Kalla segera berpindah posisi ke arah meja. Sementara, di tempat duduknya, Arun menatap punggung Kalla dengan tatapan haru. Ada rasa hangat yang menjelajahi seluruh hatinya.
Terkadang Arun merasa dirinya sangat tolol. Kalla bahkan lebih dari cukup baginya, tapi dia selalu membuat masalah muncul. Saat ini juga Arun bersumpah.
Dia, tak akan pernah membuat laki-laki itu kecewa.
Kalla kembali ke hadapan Arun. Dia meraih bawang yang sebelumnya tak selesai ia potong. "Ganggu banget yaa? Padahal saya tadi masih pengen cium kamu." Kalla tertawa kecil.
"Tangan lo bau bawang."
Kalla kembali tertawa. "Tadi Bang Agri yang telpon. Kak Salma melahirkan."
"Wah serius?? Cowok atau cewek?" Arun begitu excited mendengarnya.
"Engga di kasih tau sama mereka. Katanya kita langsung datang aja buat nengok."
Arun mengangguk-angguk. "Karena gue udah penganguran, gimana kalau gue langsung ke rumah sakit aja buat lihat adek bayi nya?"
"Hmm, iya. Biar Kak Salma ada temennya juga. Bang Agri takutnya mendadak ada panggilan kerja." Arun mengangguk kecil, "Tapi, lo ikut kan?"
Pertanyaan tersebut membuat Kalla menoleh cepat. "Saya nganter kamu aja. Soalnya nanti jam sepuluh, saya harus ke kantor. Ada meeting. Gapapa kan, Run?"
Arun melirik jam dinding, kemudian segera mengangguk. "Udah jam setengah sembilan ternyata. Gapapa. Gue bisa sendiri nanti."
Kalla tersenyum simpul, "Kamu engga mau nyusul kayak Kak Salma, Run?" Hal yang nyaris membuat Arun berhenti bernapas.
***
Sebelum ke rumah sakit, Arun meminta Kalla untuk berhenti di sebuah mini market. Keduanya turun, kemudian berjalan beriringan menuju pintu masuk.
"Ini udah hampir jam sepuluh. Lo nggak langsung ke kantor aja? Habis gue belanja, gue bisa naik taxi ke rumah sakit. Kan gak terlalu jauh lagi."
"Gapapa. Kamu gausah mikir yang lain. Yang penting hari ini, saya antar kamu sampai rumah sakit," kata Kalla. Arun hanya mengangguk menanggapi.
KAMU SEDANG MEMBACA
ArunKalla The Best Skenario
Fiksi UmumIbarat sebuah puzzle yang tak bisa lengkap karena telah kehilangan sepotong bagiannya, Kalla menjadikan Arunika sebagai potongan tersebut. Potongan puzzle yang mati-matian Kalla usahakan, yang di cari-cari setiap saat agar puzzle nya utuh seluruhnya...