17. Gombal

30 5 0
                                    

"Lo bebas mengekspesikan tentang diri lo sendiri, gak usah peduli omongan orang lain. Mereka gak pernah tahu rasanya jadi lo seperti apa. So, nikmati hidup lo selagi lo bernapas."_Ema.

Ema mencegah Galen, gadis itu menyuruh lelakinya untuk duduk kembali.

"Gal, kok pergi sih? Kan belum selesai gue ngomongnya," ujarnya.

"Lo bukan ngomong Ema, lo gombalin gue," kesalnya.

"Ya sama aja kan?" Ema bertanya, seolah tak ada yang salah. Padahal Galen sudah menahan diri agar tidak salting.

"Lo salting sama gue Gal? Bukannya lo yang ngatain kalau gue digombalin pipi gue kayak udang rebus, kok sekarang malah kebalik ya?" Selidiknya, matanya menatap mata Galen dengan begitu lekat.

Jarak mereka sangat dekat, sampai akhirnya Galen menjauhkan Ema darinya. "Apaan sih lo Ma, gak usah dekat-dekat!"

"Emang kenapa sih? Ada yang aneh sama gue?"

"Iya ada, lo dekat-dekat kayak gini bikin gue–" Galen menghentikan ucapananya. Hal itu menjadi pertanyaan baru untuk Galen.

"Bikin apa?"

"Bukan apa-apa, udahlah, gak usah ganggu," ujarnya.

"Em..., Gal, lo suka main gitar gak?"

"Apa lagi ini Ema?!" Galen prustasi melihat pacaranya. Entah dari mana pula Ema belajar gombal.

"Ih, jawab aja," pinta Ema.

"Suka, emang kenapa?"

"Tau kunci gitar berarti?"

"Iya tau."

"Kalau lo jadi gitar, gue gak mau jadi senarnya deh," ucap Ema lagi.

"Lah kenapa?"

"Karena gue gak siap lo putusin." Ema tersenyum simpul, menatap wajah Galen yang memerah. Kali ini ia berhasil membalaskan dendamnya pada Galen.

"Ma, plise jangan jadi kayak gini deh," Galen melarang Ema.

"Lah kenapa? Emang salah?"

"Gak ada yang salah, yang salah itu orang yang nyakitin cewek cantik kayak lo," awalnya Ema tidak mengira bahwa Galen akan membalasnya. Semua di luar dukaannya.

"Ciah, dibales nih." Wajah Ema tampak ceria, mungkin sederhana, tapi bisa membuatnya bahagia.

Disela-sela gombalan Galen dan Ema, Arul datang tanpa diundang. " Buset, asik banget ngegombalnya. Sampe lupa ada makhluk hidup di sini, woi kalian gak cuman berdua, pasangan sengklek, ada banyak orang di sini. Dunia udah berasa milik berdua," oceh Arul.

Sedari tadi dirinya hanya mendengarkan gombalan saja. Tanpa ada yang menggombalinya atau ia yang menggombali orang lain.

"Lo mau juga?" tawar Ema.

"Gak! Makasih, buat Galen aja. Gue mau buat video random aja." Lelaki itu beranjak dari duduknya, keliling muterin kelas. Sampai Pak Badrol masuk kelas.

"Selamat pagi penghuni bumi," sambutan dari Pak Badrol memang beda dari yang lain. Bahkan guru itu pun berbeda dengan guru lainnya, ia punya ciri khas sendiri.

"Pagi juga Pak," balas seisi kelas.

"Baiklah pagi ini materi kita tentang sejarah ya, pembahasan kita tentang Pemberontakan pada masa perang," jelas Pak Badrol.

"Pak, gak bahaya tah?" tanya Arul.

"Gak, yang bahaya itu liat dia jalan sama yang lain. Ngakunya temanan, eh besoknya jadian. Itu konsepnya gimana coba? Padahal belum putus sama yang lama," curhat Pak Badrol. Guru satu ini sangat asik diajak ngobrol, apalagi diajak curhat bareng. Lebih enaknya lagi sering dijajanin kalau lagi ada acara sekolah. Dia guru yang super royal sama murid-muridnya.

Semesta Kita Season 1 (End) Segera Terbit Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang