Sejak kepulangan teman-temannya, Minzy terus merengek pada Mamanya yang berada diluar kota. Telpon sudah berlangsung setengah jam, belum diakhiri. Minzy tetep kukuh pada keinginannya.
"Mama takut, sayang."
"Kan aku yang pergi, Ma. Disana juga banyak teman-teman yang ikut."
Maya menghela nafas. Biasanya Minzy suka menurut tidak seperti ini, apakah ia harus mengizinkan?
"Papa juga gak setuju," sahut Bagas yang sejak tadi hanya menyimak.
"Tapi aku pengen banget, Pa. Boleh ya?"
"Sebentar," ujar Maya.
Minzy menggulingkan tubuhnya di atas kasur sembari menunggu orangtuanya yang berbisik tidak jelas. Berharap keputusan dari keduanya sesuai harapan. Ia ingin sekali pergi ke pantai yang jauh karena sudah terlalu lama. Meskipun terakhir kali kesana ada kejadian menyakitkan.
"Minzy," Papanya memanggil. Minzy segera mendudukkan diri.
"Iya?"
"Papa sama Mama minta maaf. Untuk kali ini kami gak bisa kasih izin. Banyak pertimbangan yang udah Papa sama Mama bicarakan. Minzy, disana gak akan ada yang tahu gimana. Yang ikut temen sekelas kamu aja kan? Gak ada orang dewasa. Mama sama Papa harus ke luar kota hari minggu nanti. Kita gak bisa biarin kamu jauh dari rumah sebelum kami pulang."
"Kalau ada apa-apa kan Bang Abi bisa," balas Minzy.
"Bang Abi lagi di Bogor, ada proyek disana. Ini juga kita khawatir kamu ditinggal sendiri meskipun ada Bi Laras."
"Minzy dengerin Papa ya? Mama juga gak mau kamu kenapa-kenapa. Mama khawatir kalau kamu jauh dari rumah. Perjalanan kesana juga panjang, gak kayak kamu ke sekolah."
Minzy menunduk. "Yaudah."
"Maaf ya, sayang. Mama sama Papa janji bawa kamu ke sana."
"Iya, gak papa."
"Oh iya, Mama tadi ke sekolah kamu. Selamat sayang sudah juara kelas bahkan paralel," ujar Maya. "Kamu juga ikut olimpiade ternyata ya?"
"Wah, hebat anak Papa. Juara gak?"
"Pasti dong. Nanti maju lagi ke tingkat nasional ya?"
Minzy terdiam. Ia ingin mengatakan sesuatu tapi takut mengecewakan orang tuanya.
"Minzy?"
Tok tok tok
"Ma, ada Sakha. Aku tutup dulu ya. Maaf udah ganggu." Ia mematikan gawainya.
Tok tok tok
"Masuk!"
Sakha masuk dengan cengirannya. Ia membuka pintu lebar-lebar. "Mau ngambil botol minum."
"Ambil aja."
Setelah mengambil botolnya yang tertinggal, ia menghampiri Minzy yang mukanya udah sepet.
"Gak diizinin?" tebak Sakha.
"Eum."
"Yaudah biar adil gue juga gak ikut." Sakha duduk di kursi belajar yang ditariknya dan menghadap Minzy.
"Gak. Kalau aku gak ikut, lo yang harus ikut. Nanti kita video call terus liatin lautnya," ujarnya.
Sakha terkekeh. "Yaudah, apasih yang enggak buat bayi?" Ia mencubit kedua pipi Minzy.
"Idih," Minzy lantas menjauhkan wajahnya.
"Bang Abi belum pulang?"
"Lagi di Bogor."
KAMU SEDANG MEMBACA
Best Friend Ever
Teen FictionMari kita tampilkan sisi terbaik yang kita miliki. Dan aku akan menjadi orang terbaik yang pernah ada dalam hidupmu. Haechan x Winter (Lokal) *Cerita ini hanya fiktif belaka dan untuk nama tokoh hanya sebagai visualisasi saja... Happy reading😀