13: Putus

85 6 0
                                        

Happy reading ✨

***

Sungguh Sakha ingin mengejar Minzy, namun ia harus menyelesaikan dulu urusan dengan pacarnya. Tangannya yang menahan Geisha ia lepaskan.

"Sha!"

Geisha menangis. "Lo jahat, Sakha!"

Sakha menghela nafas, masih marah akan kelakuan Geisha pada Minzy tadi. Geisha menamparnya dengan keras. Bahkan suara tamparannya masih terdengar.

"Sakha! Lo gak mau jelasin apa-apa sama gue!?" geram karena hanya diam yang didapat.

"Lo butuh penjelasan? Setelah lo nampar Minzy tanpa tahu apa yang udah terjadi?" Sakha menyeringai tipis.

"Cewek mana yang gak sakit hati liat pacarnya pelukan sama orang lain!? Sementara gue gak pernah sekalipun pelukan sama lo?" bela Geisha. "Selama ini gue maklum atas sikap lo yang lebih prioritaskan Minzy daripada gue. Mungkin lo gak sadar, tapi gue yang ngerasainnya!"

Sakha hanya diam, tak tahu harus membalas apa. Ia memang mengakuinya. Bahkan jika diminta untuk memilih antara Minzy dan Geisha, ia tak akan ragu untuk menjawab Minzy. Namun ia juga tak bisa melepas Geisha begitu saja.

Selama ia dan Minzy jaga jarak pun, diam-diam Sakha masih memperhatikan. Mulai dari berangkat sampai pulangnya. Menjaga Minzy agar tetap aman dari gangguan manapun. Memastikan Minzy agar selalu baik-baik saja. Sakha tak bisa melepas Minzy dari pandangannya.

Minzy tempat ia menyandarkan kepalanya, tempat ia mencurahkan apa yang menganggu selain keluarganya. Minzy sangat berarti bagi Sakha.

"Gue selalu iri sama Minzy yang dapet perhatian begitu banyaknya. Dari keluarganya, temen-temennya, bahkan dari guru-guru. Sementara gue?" Geisha memelankan suaranya.

"Semenjak kita pacaran, gue suka sama perhatian yang tulus dan itu buat gue selalu berharap sama lo. Gue takut kehilangan lo. Padahal gue udah berusaha narik semua perhatian yang lo kasih ke Minzy, tapi apa?"

"Lo yang nyuruh Minzy buat ngejauh?" sela Sakha. Ia baru sadar dari perkataannya.

"Iya, dia gak bakalan ngerti kalau gue gak suruh."

Sakha mengacak rambutnya. "Selama ini gue yang deketin Minzy, bukan dia yang deketin gue. Ini salah gue, bukan Minzy. Justru dia nyuruh gue buat jaga jarak supaya lo gak sakit hati. Lo kenapa sih, Sha?"

Setelah beberapa lama, Geisha mendongak. "Gue mau kita putus."

"Sure," jawab Sakha dengan cepat.

Bersamaan dengan itu Rayan datang dengan Cakra. Mereka berdua memandang bingung. Geisha yang sudah kecewa dan takut tak bisa mengontrol diri akhirnya pergi. Tanpa berpamitan dan melewati Rayan juga Cakra begitu saja.

Cakra menghampiri abangnya. "Kak Mizy mana?"

"Udah pulang. Kamu masuk ya? Abang mau ngobrol dulu disini."

Mau tak mau Cakra mengangguk dan memasuki rumah. Ia masih penasaran apa yang terjadi pada kakaknya. Khawatir dengan luka yang terdapat pada Sakha. Tapi tak bisa membantah perintah kakaknya.

Sedangkan Rayan berjalan menghampiri Sakha. Keduanya duduk bersampingan.

"Lo manggil gue buat apa?"

"Minzy yang minta, dia mau laporin hasil visum gue."

Mata Rayan melebar. "Pilihan yang tepat, mana sini! Gue harus buru-buru kasih ke Babeh."

"Gue gak bisa, Yan."

"Alasan apa lagi Sakha!? Percuma, sampai kapanpun orang kayak bapak lo gak akan sadar! Mana dah buru sini!" Rayan sudah kepalang kesal.

Sakha menggeleng. "Gue ke rumah Minzy dulu, setelah itu gue kasih," pasrahnya. Mungkin ini jalan yang terbaik.

Best Friend Ever Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang