Jika Minzy dan Javie tengah bercengkrama dan bercanda ria. Lain dengan Abian yang diam sendirian memandang mereka berdua. Ia baru saja pulang dari rumah temannya. Karena di penginapan tadi Niana memberitahunya mereka berdua tengah ke pantai, jadi ia kesini dan menemukan keduanya tengah duduk menghadap laut.
Tak dapat dipungkiri ia juga senang melihat mereka berdua begitu dekat. Keinginan Minzy untuk menghabiskan waktu dengan Javie terwujud. Ia teringat kejadian yang sudah lalu. Waktu itu ia baru dinyatakan naik ke kelas 2 SMA. Lalu pergi ke rumah sakit untuk menjemput adiknya.
Begitu di rumah, ia terkejut. Papa dan Javie tengah bertengkar. Masih ingat dalam benaknya, bagaimana raut Papa kala itu. Keduanya terlibat dalam adu mulut yang semakin panas. Saling mementingkan ego masing-masing.
Sampai akhirnya, mas Javie memutuskan pergi setelah Papa menampar pipinya. Ia juga kesal karena perkataan masnya yang kasar. Namun ia tak menyangka Papa akan melayangkan tangannya. Padahal Mamanya sudah berusaha melerai kala itu.
Mas Javie pergi ke rumah kakek dari Mama yang berada di Sulawesi. Mereka berdua memiliki sifat yang sama, pemberontak saat masih muda. Tak terima bila diusik dan keinginannya ditentang. Sang kakek menerimanya dengan lapang. Javie dibebaskan untuk menentukan apa yang menjadi pilihannya.
Sebenarnya sang kakek yang memberikan informasi pada orangtuanya tanpa Javie ketahui. Waktu itu beberapa hari setelah Javie pergi, Papanya terlihat sangat menyesal. Berusaha menghubungi anak sulungnya namun tak ada jawaban. Apalagi Mama yang sempat jatuh sakit.
Abian diberitahu lewat ponsel diam-diam karena mas Javie memblokir nomor Papa dan Mama. Abian dan Minzy saling menghubungi meskipun tidak intens. Tanpa diketahui oleh kedua orangtuanya. Hal itu atas dasar permintaan Javie sendiri.
"Bang Abi!" Minzy melambai dengan senyum merekah.
Kakinya dilangkahkan menuju mereka dan duduk disamping Minzy. "Quality time ceritanya?"
"Kamu ngapain manggil dia sih!?"
Tangan Minzy memukul ringan bahu abangnya. "Mas Javie gak boleh gitu, Bang Abi juga saudara kita"
"Tuh, dengerin!" ledek Abian.
"Iya, oke."
"Nice."
"Abis dari mana?" tanya Javie.
"Rumah temen."
"Temen apa temen?"
"Cowok, mas. Yakali!"
Javie tertawa kecil. "Btw, udah punya gandengan belum?"
"Gak minat," jawab Abi. "Mas aja belum punya."
"Emang, males."
"Kan!"
"Adek kalau pacaran gimana?" celetuk Minzy.
"Mas kurung kamu!"
"Abang juga gak setuju!"
"Biasa aja sih, gak minat pacaran juga. Cuman nanya doang tadi."
Sore itu mereka bermain air dan berfoto ria. Lalu memandangi laut yang pasang surut menabrak kaki hingga basah. Tawa terus mengudara. Hari itu menjadi hari yang tak pernah terlupakan. Abian yang lega mempertemukan mas dan adiknya. Javie yang bahagia kembali pada kedua adiknya. Dan Minzy yang puas bisa menghabiskan waktu dengan kedua kakaknya.
*
*
*
"Malu banget gue," rengek Kirana."Udah terlanjur, gak usah dipikirin lagi. Toh gak bakalan bisa dirubah skenarionya," ujar Niana sambil menahan tawa. Ia menepuk pundak Kirana. "Pasti abangnya Minzy ngerti kok."
KAMU SEDANG MEMBACA
Best Friend Ever
Novela JuvenilMari kita tampilkan sisi terbaik yang kita miliki. Dan aku akan menjadi orang terbaik yang pernah ada dalam hidupmu. Haechan x Winter (Lokal) *Cerita ini hanya fiktif belaka dan untuk nama tokoh hanya sebagai visualisasi saja... Happy reading😀