14: Maaf

53 7 0
                                    

Happy reading!

***

Minzy menatap bangunan-bangunan tinggi yang dilewatinya melalui jendela mobil. Disampingnya ada Javie yang tengah mengemudikan mobil.

Pikirannya kembali pada malam kemarin. Saat Mamanya mengantarkan susu, pipinya yang sedikit bengkak terlihat olehnya. Padahal Minzy sudah lega saat pertama kali bertemu, mamanya tidak sadar. Jadi mau tak mau Minzy menjawab bahwa ia ditampar dengan alasan dan pelaku yang disembunyikan.

"Dek, udah minum obat?" tanya Javie tiba-tiba.

"Obat buat apa?"

"Itu pipi kamu, sakit gak?"

"Gak terlalu, cuman ngilu aja," jawab Minzy jujur. Kemarin juga udah dikompres pake es batu dan itu ampuh.

Javie mengangguk. Bukan tanpa alasan ia menanyakan itu. Dulu, ia pernah ditonjok oleh salah satu seniornya dan itu menyebabkan sakit berhari-hari saking kencangnya. Saat ke dokter, ia didiagnosa ada masalah pada sendi rahangnya dan sementara, ia diberi obat pereda nyeri.

Ah kalau diingat-ingat jadi kesal sendiri. Kejadian itu merupakan kesalahpahaman. Dulu dia dipukul oleh kakak kelasnya yang menuduh bahwa Javie telah mengganggu pacarnya. Padahal bukan, orang yang menganggu pacarnya itu Jevi bukan Javie.  Untung saja tidak dipukul sampai ambruk.

Sekarang, Javie juga penasaran apa masalah yang dialami Minzy sekarang hingga seperti ini. Dia tidak diberitahu sama sekali.

"Pipi aku keliatan masih bengkak emangnya?"

"Iya, kayak orang sakit gigi."

"Apaan!?" Minzy mengambil cermin di dashboard mobil untuk memastikan. "Enggak ih."

Javie tertawa ringan. "Oh iya, soal Sakha gimana?"

Minzy mendengus, "Gak tau, susah dibilangin. Padahal aku sama Rayan udah maksa-maksa."

"Adek hargai aja keputusan Sakha. Mungkin masih ada yang ganjel, jadi dia belum siap. Terlepas dari itu kamu harus selalu support dia."

Benar kata Javie, Minzy terlalu fokus pada kesalahan ayah Sakha. Ia tak terlalu memperhatikan apa yang sebenarnya diinginkan Sakha terhadap ayahnya.

Setelah beberapa menit di jalan, Javie memberhentikan mobilnya di parkiran sekolah. Biasanya Minzy akan turun di dekat gerbang. Karena Javie ada keperluan dengan salah satu kenalannya, jadi ia ikut masuk.

"Mas mau ketemu siapa emangnya?"

"Kepo."

"Idih."

"Kalau udah beres, mas mau pulang duluan," ujarnya.

"Siapa juga yang mau ditungguin?" Saat Minzy melepas seatbelt, ponselnya berdering. Namun tanpa disangka, Javie malah merebut dan mengangkatnya.

"Zy, bolos yuk?"

"Apa lu! Bandel kok ngajak-ngajak!?"

"Eh, ada mas Javie toh." Sakha meringis kecil.

"Sekolah! Udah kelas akhir jangan sering bolos, malu sama Rayan yang selalu rajin."

"Alah, Rayan cuma pencitraan aja itu," balas Sakha.

Minzy hanya mendengarkan percakapan mereka dengan sinis. Ini masih pagi, dan mereka sudah meributkan hal yang tidak perlu.

"Udahan!" Ponsel miliknya direbut kembali. "Sekolah, Sakha! Jangan bolos!" Setelah mengucapkan itu, panggilan langsung dimatikan oleh Minzy.

"Kamu suka bolos?" tuduh Javie.

Best Friend Ever Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang