Bab-22

4 1 0
                                    


Aeri dan Aerin berjalan berdampingan hendak menuju ke rumah milik keluarga Surya. Sesekali Aeri bercerita segala hal pada adiknya walau hanya diangguki saja. Sangat sibling goals sekali mereka ini. Satu cerewet, satu pendiam.

"Nanti kalau udah selesai calling aja, ya? Bawa hape 'kan?"

Aerin mengangguk.

Mereka sampai di komplek SM dan tak sengaja lewat di depan rumah keluarga Mahardika. Dari arah rumah itu ada Jaka yang melambai menyapa. "Aeri, Aerin!"

Aeri tersenyum dan membalas lambaian tangan Jaka. Ia mendekat. "Kak Jaka mau ke rumahnya Mas Surya juga, ya?"

"Iya, Aerin juga ikut 'kan? Sekalian aja yok. Jaka mau jalan kaki," ajak Jaka pada Aerin. Gadis itu hanya mengangguk mengiakan. "Kamu dari pada bolak-balik, diem di rumahku aja, Ri. Ada Bang Epul, kok." Jaka beralih pada Aeri. Aeri hendak menjawab namun Jono yang tiba-tiba datang dari arah dalam rumahnya memotong.

"Gak bisa! Siapa dia kok bisa seenaknya masuk ke rumah kita? Masuk mobil kayak waktu itu aja gue gak ikhlas." Lelaki bertubuh besar itu berdiri bersilang dada di depan pintu.

"Tapi–"

"Cewek kayak lo harusnya tau diri!" bentak Jono lagi.

"Bang Jono, selesai." Epul menghampiri setelah mendengar suara Jono dari dalam rumah dan menarik bahu Jono agar ia berhenti berteriak. "Lo jadi cewek jangan caper ke keluarga kita, lo gak pernah akan diterima di keluarga ini!"

"Abang!" Jaka juga hendak menengahi.

"Jangan ganggu Aeri." Aerin bicara dengan raut datar dari tempatnya. Mata kucing itu tajam menatap Jono seolah siap menghunus ke dalam jantungnya seperti pedang.

Jono menatap sekilas Aerin dan menganggapnya angin lalu, kemudian kembali menatap Aeri dengan pandangan rendah. "Caper nggak akan bikin lo jadi cewek yang penting di rumah ini. Ngaca!" kini Jono membentak tepat di depan wajah Aeri.

"Double kick combo!"

Bugh!'

"Akh-!"

Aerin melompat dan menendang tepat di perut Jono hingga tubuh yang besarnya tak sebanding dengan pelaku yang menendang pun mundur beberapa langkah dan jatuh terduduk. Jono meringis memegangi perutnya dengan mulut menganga dan mata membelalak kesakitan sekaligus terkejut.

"Abang?!" Jaka memekik kaget. Epul segera berjongkok memapah Jono untuk berdiri. Gila, bisa-bisanya ada orang yang mampu menendang Jono sampai membuat dia kesakitan.

"Abang, Bang Jono bilang mau nurut apa pun kemauan Jaka pas minta maaf tadi pagi. Kenapa sekarang udah gak mau aja. Bang Jono mau Jaka ngambek lagi, diemin Abang lagi?" Jaka berkacak pinggang.

"E-enggak, abang cuma–"

"Nurut." Aerin mendelik seram menatap Jono sampai-sampai mungkin mata itu bisa saja keluar dari tempatnya saking lebarnya mendelik. Jono sampai gelagapan dan takut untuk menjawab. Ia hanya bisa menunduk.

Catat. Pertama kalinya Jono takut dengan gadis bernama Aerin. Catat!

💟💟💟

Aeri terdiam berdiri memandangi sebuah figura foto di atas lemari sedang setinggi dadanya di ruang keluarga milik Mahardika.

Sebuah figura berisi foto tiga anak laki-laki yang sepertinya sedang ada di taman hiburan Ancol. Foto di sana berisikan satu anak lelaki tinggi tersenyum lebar hingga gigi-gigi putihnya terlihat, lalu ada anak lelaki lain menatap lelaki yang tersenyum lebar dengan kening mengerut, dan seorang bocah sekitaran 6 tahun tersenyum lebar menunjukkan gigi ompongnya dengan setangkai permen kapas di genggaman berada di tengah di antara kedua anak laki-laki tadi.

KOMPLEK SebelahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang