Bab-30

13 1 0
                                    

Pagi hari di hari Selasa. Aeri menenteng tasnya dengan senyum cerah, mengalahkan cerahnya sinar matahari yang bersinar saat ini. Aerin yang melihat itu sudah merasa tak aneh lagi. Ini hari Selasa, di mana hari majalah tahunan akan diedarkan.

Sesampainya di sekolah Aeri cepat-cepat memeriksa pesan dari klub jurnalistiknya sebelum pergi ke tempat mereka berkumpul.

Klub Jurnalistik

Kak Jaka Ketu

Temen-temen, kita kumpul di ruangan

Kita sendiri, ya...

Hachi lebah tawon

Asyiap

Rara cipit

Oke

Siaaap!

Kak Mei

Ok

Tokadal

Y

Kak Jaka Ketu

Makasih, ya semuanya

Kalian udah kerja keras😊

Sama-sama Kak Jak

Aeri langsung mematikan ponselnya dan bergegas pergi ke ruang klub. Sesampainya di sana, ia melihat Toka, Hachi, dan Rara sudah ada di tempat. "Hai," sapa Aeri saat masuk ke dalam ruangan. "Kerbo, udah mandi belum?" Hachi cengengesan di samping Rara.

"Kagak, cuma pake parfum dua galon," kata Aeri bercanda memukul kecil lengan Hachi. "Ah! Ittai, baka!" seru Hachi seraya terkekeh. "Keluar juga Jepangnya. Dasar bule Jepun!"

"Heh, lo wibu akut. Udah kayak yang orang Jepang sendiri dibanding gue."

"Mana ada." Aeri menyangkal.

Pintu klub terbuka. Jaka masuk ke dalam diikuti Meilin yang menenteng kantong kresek besar dengan banyak isi buku di dalamnya. "Pagi semuanya." Jaka menyuruh Meilin untuk meletakkan kantong kresek itu di atas meja. "Tadi aku sama Meilin ngambil hasil majalah kita, dari kantor setelah proses cetak di sekolah. Sebentar lagi sebelum bel masuk, majalah ini bakal ditaro di sisi mading untuk diambil." Jaka menjelaskan. "Semoga banyak yang minat, ya. Kalian udah kerja keras, aku bangga sebagai ketua klub," lanjut Jaka lagi. Jaka menyodorkan tangannya ke tengah-tengah. "Slogan klub kita."

Lantas mereka juga ikut melakukan apa yang Jaka lakukan. "Jurnalistik?!"

"Osh! Ganbatte! Hwaiting!" seru mereka serempak.

💟💟💟

Aerin duduk di bangku di samping Ricky, ia sedang menunggu kakaknya kembali. Salah satu dari mereka tidak ada yang memulai pembicaraan. Tentu saja selain karena tidak tau apa yang ingin mereka bicarakan, juga karena Ricky tidak seperti Aeri dan Jeje yang bisa mengerti perkataan Aerin hanya dari tatapan matanya.

Tiba-tiba Aerin menoleh ke Ricky cepat. Mata kucingnya terus menatap Ricky seolah-olah ingin bicara padanya.

"Apa?" tanya Ricky saat Aerin menatapnya dengan mata gadis itu. Membuatnya tidak nyaman saja. "Lo mau berak?" terka Ricky pada arti tatapan Aerin. Gadis itu menggeleng.

"Mau tidur? Ngantuk?" menggeleng pada tebakan Ricky.

"Haus?"

Menggeleng.

"Belet pipis?"

Menggeleng. Ricky mengernyit bingung. Ia mencoba berpikir keras apa yang Aerin inginkan. Ah, andaikan ada Jeje. Kamus berjalan itu pasti mengerti. Sayangnya dia pergi dengan Jafar entah ke mana. Aeri pun juga tidak ada karena sibuk dengan urusan klubnya.

KOMPLEK SebelahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang