Bab-26

5 1 0
                                    

"Dibilang munduran juga. Dempet banget ini."

"Yaya nggak mau!"

Dua saudara kembar berbeda gender sedang bertengkar di atas motor–masih di depan halaman rumahnya. Wawang dan Yaya hendak pergi ke rumah tantenya untuk mengantarkan barang suruhan ibu mereka. Mereka bertengkar hanya karena Wawang kesal Yaya duduk terlalu maju di jok belakangnya hingga tak memberikan dia banyak ruang sebagai pengendara.

"Gue sempit ini! Dengkul gue sampek mentok," protes Wawang lagi mendorong punggungnya agar Yaya mundur. "Kalau nggak mau ya nggak mau! Nanti aku kejengkang kalo ke belakang banget, ih!"

"Tapi gue mentok banget ini, njr. Yaya bego."

"Apasih, nggak usah ngatain, dong. Wawang eek."

"Lu tau rasa kalo nanti digebukin Ibu lagi."

"Setiap hari juga mah."

"Meow."

Perdebatan mereka berhenti setelah sebuah suara kecil menyahut. Mereka menunduk serentak untuk mencari keberadaan makhluk yang membuat suara tersebut. Di belakang roda motor belakang mereka, ada seekor kucing mungil berbulu hitam sedang merebah di aspal. Kucing tersebut menjilat-jilati bulunya dan memandang kedua anak kembar itu dengan matanya yang seperti berbinar-binar.

"Aaaa! Lucu!" Yaya cepat-cepat turun dari motor dan menggendong anak kucing itu. Lalu menunjukkannya pada kakaknya. "Liat, mirip Icky, deh, ya 'kan? Lucu banget."

Wawang mengerutkan kening dan memandang kucing di tangan Yaya tersebut secara keseluruhan. "Buluk gitu."

"Kagak, ih. Nggak buluk banget. Tinggal mandiin."

"Mau lo apain emangnya kalo abis dimandiin, hah?" Wawang membuang napas kesal. "Dipelihara lah," balas Yaya dengan senyuman meyakinkannya.

"Kayak yang bisa bersiin tainya aja lu."

"Tai Ricky pas kecil aja bisa aku bersihin. Masa tai kucing doang nggak bisa. Ya bisa, dong." Yaya mencium hidung mungil anak kucing tersebut gemas. "Kira-kira nama buat kucing ini enaknya siapa?" Yaya memiringkan sudut bibirnya ke bawah untuk berpikir. "Paijo." Wawang membalas cepat.

"Nggak. Jelek banget," tolak Yaya tegas menatap sinis kembarannya.

"Bagus udah itu dalam versi gue. Lagian, Ibu juga nggak bakal suka lo melihara kucing."

"Alah, diem-diem aja. Kucing ini bisa ngilangin stresku juga." Yaya mengangkat anak kucing yang ada di tangannya tinggi-tinggi. "Kamu bakal main sama aku terus selama kamu ada di kamar aku."

💟💟💟

"Ricky pulang." Ricky masuk ke dalam rumahnya sembari menenteng sepatunya yang basah karena kehujanan. Di luar sedang hujan sekarang. Sialnya dia terkena air hujan saat di perjalanan pulang dari sekolah tadi, nahasnya lagi dia tidak membawa jas hujan di bagasi motornya. Untung saja ada Aeri yang meminjamkannya jas hujan mini yang dia bawa di tasnya.

Hanya celana bagian bawah dan sepatunya yang basah. "Ini gimana ngeringinnya?" monolog Ricky pada diri sendiri.

Ia berjalan mengendap-ngendap melewati ruang televisi. Ricky langsung bernapas lega saat tak melihat keberadaan Ibunya. Dia mencoba mengintip dapur dan kamar mandi. Tetap tidak ada.

Ricky tak ingin ibunya tau jika seragam dan sepatunya basah. Bisa-bisa dia kena pukul ibunya lagi.

Pemuda itu cepat-cepat naik ke atas menuju kamarnya. Setelah berganti pakaian dan membersihkan diri, dia pergi ke kamar dua kakak kembarnya untuk nitip celana dan sepatunya yang harus segera dia keringkan.

KOMPLEK SebelahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang