Bab-21

6 1 0
                                    


Aeri turun ke bawah dan pergi ke arah dapur untuk mencari air minum di rumah Jafar. Ia menemukan dispenser kemudian mencari gelas. Ia kebingungan untuk mencari di mana letak gelas di simpan karena ini pertama kalinya dia main ke rumah Jafar.

"Nyari apa, Ri?" Rehan kebingungan saat turun dari kamarnya melihat Aeri berjalan ke sana kemari seperti mencari sesuatu.

"Oh, gelas, Kak."

Rehan hanya tersenyum dan membuka salah satu lemari kecil berisi peralatan makan untuk mengambil gelas dan menyodorkannya. "Nih, airnya tau di mana 'kan?"

Aeri sempat mengangguk dan mengerjap. Rumah mewan ini masih membingungkan untuknya. Dia mana tau letak-letak yang benar.

Aeri menerima gelasnya dan mengisi air di dispenser. Rehan duduk di kursi makan memerhatikan Aeri. "Gue denger adek lo ikut olimpiade cerdas cermat, ya? Gue denger dari Jaka." Rehan berceletuk dari tempatnya.

"Oh, Kak Jaka juga ikut?" Aeri berbalik dan menarik kursi di dekat Rehan untuk minum. Ingat, gaes. Minum itu harus duduk.

Rehan sedikit tersentak malu saat Aeri duduk di sampingnya. "U-uh, iya. Dia salah satu anak pinter di antara temen-temen kita."

"Wah, keren dong. Kak Jaka bisa dapet beasiswa kuliah kalau mereka menang olimpiade."

Rehan menghela napas berat. "Ya, sayangnya dia berada di keluarga yang salah dan punya pemikiran dangkal."

"Dangkal?" alis Aeri menukik bingung.

"Lo harusnya tau kalau Jaka ini termasuk keluarga kaya, apalagi kedua abangnya yang suka hamburin uang dan punya kekuasaan karena mereka kaya. Jaka itu beda dari semua keluarganya. Dia polos, baik, ramah, dan rendah hati."

"Padahal dia bisa pakai kekuasaan dan uang keluarganya kalo dia mau. Tapi dia milih buat usaha sendiri. Dia kalo punya masalah di sekolah suka dipendem, soalnya kalo dia ngadu ke abang-abangnya, yang ada korbannya jadi bonyok semua mukanya." Rehan terkekeh mengingat beberapa korban dari kebrutalan kedua abangnya Jaka.

Aeri meringis ngeri setelah meneguk airnya. "Dengernya serem. Tapi kayaknya Kak Epul kulihat gak seburuk itu." Aeri berpendapat. Ia mengatakan demikian karena pernah sesekali bicara dengan Epul. Walau bisa dihitung pakai jari berapa kali dia bicara dengannya.

"Kalo Bang Epul gak seburuk itu, walau ada buruknya juga. Tapi abangnya yang pertama juga yang patut diwaspadai. Clubbing, mabok, main cewek, bahkan ke Oyo pun pernah sesekali gue liat."

Aeri dibuat tertegun mendengar itu. Ternyata sampai seperti itu, ya? Untung saja Jaka tidak ikut-ikutan dan masih bisa berpikiran normal.

"Ah, aku cuma berharap kedua kakaknya Kak Jaka dapet pencerahan. Kak Jaka pastinya butuh kedua kakaknya itu buat jadi panutan buat ke depannya." Aeri menggenggam gelas di tangannya dan menatap kosong ke bawah.

Rehan menyunggingkan senyum kecil mengusak surai Aeri gemas. "Semoga aja. Gue juga ngarep begitu sebagai temen deket Jaka."

"Ekhem, bisa aja nyari tempat pacarannya."

Mereka berdua terlonjak kaget tak menyadari keberadaan Arjun di belakang mereka sampai ia berdeham terlebih dahulu. Rehan gelagapan malu karena keciduk lagi nyari kesempatan.

"S-siapa sih yang pacaran, Yah? Orang Rehan cuma nemenin Aeri minum," elak Rehan dengan raut-raut wajah panik.

"Iya, saya kan sukanya Pak Ar–" Rehan membekap mulu Aeri saat gadis itu hendak keceplosan. Pokoknya Rehan tidak mau ayahnya jadi suka sama Aeri balik. Tidak boleh!

KOMPLEK SebelahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang