Sepeninggalan Marsha dari ruangan kelas, Kanaya menghentikan gerakan tangannya diatas kertas. Pikirannya berkecamuk memikirkan masalah yang sedang ia hadapi. Bagaimana hubungan tak masuk akal yang ia jalani bersama Samudra, bagaimana perasaannya pada Bara, dan bagaimana cara ia menyelesaikan semuanya. Ia mengacak surainya sedikit kasar, ia benar-benar pusing memikirkan masalah yang seakan tak ada titik terangnya ini.
“Akhh! Nggak tahu, gue nggak tahu harus gimana! Mama... Kanaya bingung.”
Kanaya menelungkupkan wajahnya pada lipatan tangan, merengek sembari mengasihani nasib sialnya ini. Beruntungnya kelas sedang dalam kondisi sepi karena sedang jam istirahat, jadi tidak ada yang berkomentar dengan rengekannya yang tidak bisa dikatakan pelan ini.
“Gue lapar...” rengek Kanaya sekali lagi, sebelah tangannya terangkat mengusap perutnya yang keroncongan.
Bohong jika Kanaya mengatakan dirinya tidak lapar, dia bahkan sangat kelaparan karena belum sempat mengisi perutnya sejak tadi malam. Kanaya sebenarnya sangat ingin pergi ke kantin dan memesan dua porsi nasi goreng seafood ibu kantin, tapi ia harus mengurungkan niatnya itu karena Marsha sedang makan siang bersama sang kekasih dan dirinya tentu saja tidak sudi bergabung. Sebab ia yakin 100% jika ketiga sahabat Davian pasti ada disana, ia sedang tidak ingin bertemu dengan banyak orang, terutama si berengsek Bara.
Hah, memikirkannya saja sudah membuat mood nya yang buruk ini semakin hancur.
Kanaya menelungkupkan wajahnya pada meja saat perutnya berbunyi cukup keras, “ah... gue benar-benar lapar. Kenapa pula si curut Davian itu pakek ngajak Marsha makan bareng sih,” gerutunya.
Terlalu asik dengan gerutuan tak berujungnya membuat Kanaya tak sadar jika ada orang lain di ruangan yang sama dengannya. Tubuh Kanaya terlonjak saat satu bungkus sandwich dan satu kotak susu vanilla mendarat di atas meja, bahkan begitu dekat dengan wajahnya. Kanaya dengan cepat mendongakkan kepalanya dan mendapati seorang pria dengan senyum lebar berdiri didepannya.
“Samudra,” lirih Kanaya pada sosok yang baru saja meletakkan sebungkus sandwich dan sekotak susu vanilla diatas mejanya.
Samudra mengangguk kecil sebagai balasan, ia menujuk kedua barang diatas meja menggunakan dagunya, “dimakan ya, itu buat lo.”
Kanaya mengerutkan keningnya, ia menatap kedua barang diatas meja dan Samudra secara bergantian. Ia kemudian menunjuk dirinya dengan jadi telunjuknya, “buat gue?”
“Iya, gue tahu kalau belum makan. Lo pasti lapar kan?”
Kedua netra Kanaya berkdip cepat, bagaimana Samudra bisa tahu jika dirinya belum makan? Apa Samudra mendengar rengekannya tadi?
“Gue tadi ketemu sama Marsha di koridor, dia bilang lo belum makan dan lo nggak mau ke kantin. Jadi, ya... gue beliin ini buat lo,” jelas Samudra yang membuat Kanaya mengesampingkan pemikirannya sebelumnya.
“Oh gitu, makasih banyak ya,” ujar Kanaya. Ia kemudian membuka bungkus sandwich yang diberikan sang kekasih dengan sedikit tergesa dan segera menyantapnya. Beruntung sekali Samudra membelikannya makanan, jadi ia tak harus menahan lapar sampai jam istirahat ke dua tiba.
Samudra menarik kursi yang berada di depan meja Kanaya dan mendudukkan dirinya disana, ia tersenyum kecil melihat sang kekasih makan dengan lahap hingga membuat kedua pipinya menggembung. Sangat lucu, seperti hamster. Ia mengulurkan sebelah tangannya, mengelus pelan pipi sang kekasih yang menggembung sekalian membersihkan remahan roti di sudut bibirnya.
Seketika Kanaya tersedak dengan perlakukan tiba-tiba yang Samudra berikan, sebelah tanganya memukul pelan dadanya sebab rasa sakit yang menjalar. Samudra yang terkejut dengan hal tersebut pun dengan sigap menancapkan sedotan pada susuk kotak dan menyerahkannya pada sang kekasih. Kanaya menerimaya dan dengan buru-buru menengaknya hingga separuh. Gila, rasanya ia bisa saja mati karena tersedak roti.
“Lain kali makannya pelan-pelan aja, lagipula gue nggak akan minta kok,” tutur Samudra yang dihadiahi tatapan sengit oleh Kanaya.
‘Gue keselek gara-gara lo ya, dasar berengsek!’ teriak Kanaya dalam hati. Hei, siapa orang yang tidak terkejut dengan perlakuan tiba-tiba semacam itu.
Tapi lain di hati lain di mulut, Kanaya tidak sampai hati mengumpati Samudra, ia hanya mengangguk dan memilih untuk melanjutkan acara makannya yang tertunda. Sebenarnya Kanaya enggan untuk melanjutkan acara makannya sebab tatapan intens yang diberikan Samudra padanya, tapi bagaimana lagi? Kanaya tak mau mati kelaparan jika tak menghabiskan sandwich ini, jadi ia memilih untuk mengabaikan pria itu dan fokus dengan makannya saja.
Samudra merogoh saku celananya saat merasakan poselnya bergetar singkat, membaca pesan yang ia terima lalu kembali memasukkan poselnya ke dalam saku. Samudra kembali mengangkat wajahnya dan mendapati Kanaya tengah menatapnya, namun hal tersebut tak berlangsung lama sebab sang kekasih dengan buru-buru mengalihkan tatapannya dan melahap kembali sandwich.
Kanaya mendongakkan kepalanya saat Samudra tiba-tiba bangkit dari posisi duduknya. Apa? Kenapa pria ini berdiri? Apa dia akan pergi sekarang?
Menyadari dengan tatapan yang diberikan padanya, Samudra pun membuka suara, “gue harus pergi, Eric bilang bu Dewi nyari gue buat ngambil tugas karena hari ini dia nggak bisa ngajar.”
Kanaya menganggukan kepala mendengarnya penuturan tersebut, “oh gitu, iya.”
Samudra mengulurkan sebelah tangannya dan mengusak pelan surai Kanaya yang membuat empunya menegak kaku, “gue pergi dulu, makanan nya dihabisin ya,” ujarnya sebelum melangkah pergi meninggalkan ruangan kelas.
“Tadi itu canggung banget gila,” gumam Kanaya sembari menatap kepergian Samudra dengan tatapan yang sulit diartikan. Sebelah tagannya terangkat menyentuh surainya yang sempat di usak oleh Samudra, lalu tersenyum lemah setelahnya.
“Gimana caranya gue mutusin lo, Sam. Lo teralu baik buat gue, gue nggak bisa,” monolog Kanaya.
To Be Continue.
Sorry for typo(s).
Kali ini pendek dulu yaa 🤏
KAMU SEDANG MEMBACA
RESET [ON GOING] (SEQUEL OF JUST D)
Teen Fiction|I SEQUEL OF JUST D [WHO ARE YOU?] I| [HARAP FOLLOW SEBELUM MEMBACA, TERIMAKASIH] Warning! 18+ Murder scene, strong language, (no sex scene) Harap bijak dalam memilih bacaan Summary: Acha Kanaya menganggap hidupnya berubah menjadi sial setelah mener...