20. The Game.

31 2 0
                                    

"Jadi lo udah kasih tahu dia, tentang siapa lo sebenarnya?"

Sesorang bertanya dengan raut wajah terkejutnya yang dibalas anggukan kecil oleh Samudra, seulas senyum terlukis di bibirnya.

"Hm... reaksinya benar-benar sesuai yang gue bayangin," ujar Samudra kala mengingat ekspresi yang ditampilkan Bara.

Sedang sosok yang diajak bicara menampilkan wajah sebaliknya, terlihat tak setuju dengan tindakan Samudra.

"Tapi kenapa lo buru-buru banget? Harusnya lo sabar sebentar lagi, tolol."

Samudra melirik sekilas pada Eric lewat ekor matanya dengan pandangan tak suka, "lo pernah lihat orang tua sama saudara lo dibantai? Lo pernah ngerasain anatara hidup dan mati?"

Eric menghembuskan napasnya pelan, sepertinya Samudra terluka dengan kerkataannya barusan. Padahal bukan itu maksudnya, "maksud gue nggak gitu. Harusnya lo sabar sebentar lagi sambil nunggu Kanaya jatuh cinta sama lo,"

"Nggak, ini waktu yang paling tepat. Karena belakangan ini Bara berusaha deketin Kanaya lagi, gue nggak mau ambil resiko kalau Kanaya suka lagi sama bajingan itu," sanggah Samudra.

Eric adalah satu dari sedikit orang yang mengerti masa lalunya yang menyedihkan, selain sang ayah. Pertemuan keduanya begitu tak terduga bahkan terdengar konyol.

Dikarenakan profesi ayah Samudra adalah seorang assain, sang ayah kerap kali mendapatkan tugas dari client untuk mengabisi nyawa orang-orang tertentu.

Alih-alih mengerjakannya sediri, sang ayah malah menyuruhnya melakukan tugas tersebut dengan dalih agar meningkatkan keahliannya. Padahal sebenarnya Samudra tahu jika ayahnya terlalu malas untuk bekerja, tapi tidak bisa menolak keinginan client karena jumlah uang yang diberikan  tidaklah sedikit.

Tapi Samudra tak keberatan dengan itu, toh tidak setiap saat ayahnya itu menyuruhnya. Hanya beberapa kali jika ayahnya itu menganggap targetnya tak terlalu berbahaya.

Dikarenakan Samudra adalah seorang pemula dengan tingkat kewaspaan yang rendah, malam itu seseorang tak sengaja memergoki Samudra tengah menyeret mayat seorang lelaki paruh baya di gang sempit. Karena panik, Samudra pun mengeluarkan revolver-nya dari balik kemeja dan mengarahkan nya pada pemuda yang menanhkap basah dirinya.

Bukanya takut, pemuda itu malah dengan beraninya mengampiri jasad pria paruh baya itu. Wajahnya terangkat mentap Samudra yang juga tengah menatapnya dengan tanda tanya besar di kepalanya. Dalam jarak ini Samudra bisa melihat wajah sosok itu cukup jelas, pria itu terlihat masih muda, mungkin saja seumurannya.

"Kalau mau buang mayat jangan disini tolol."

Pemuda itu berujar, lalu dengan santainya menarik tubuh tak bernyawa itu untuk berdiri, "sini ikut gue, biar gua ajarin cara yang benar biar lo pintar."

Dan begitulah awal pertemuan mereka berdua. Dari sanalah Samudra tahu jika pemuda bernama Eric itu ternyata juga seorang pembunuh bayaran. Pemuda itu kebetulan memergokinya setelah selesai mengerjakan tugas yang sama dengannya.

Sejak saat itu keduanya sering bertemu, Samudra juga sering meminta bantuan pada Eric kala dirasa tugas yang di berikan sang ayah terlalu sulit baginya. Hingga titik dimana keduanya semakin dekat dan memutuskan untuk berteman baik.

"Tapi, lo yakin sama ini Sam?"

Pertanyaan Eric mengembalikan ingatan Samudra, "apa?"

"Gue lihat Kanaya anak baik tahu," ujar Eric dengan kedua alis yang di naik turunkan.

"Terus kenapa?"

"Yah... sayang aja sih. Kanaya yang nggak tahu apa-apa itu harus jadi korban."

Samudra mendecih kecil mendengar perkataan Eric, "gue nggak peduli, lagian gue nggak ada rasa apa-apa sama tu cewek, jadi bukan masalah besar buat gue."

RESET [ON GOING] (SEQUEL OF JUST D) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang