Kanaya keluar dari kamar mandi memakai kaos oblong kuning serta celana longgar bercorak polkadot. Kedua kaki jenjangnya melangkah menuju ranjang dan melemparkan diri ke atas kasur empuknya hingga tubuhnya memantul beberapa kali. Kedua netra itu menatap kosong pada dream catcher yang menggantung apik di atas kamarnya, pikirannya melayang ke segera arah. Memikirkan hal random, baik hal penting bahkan tidak penting sekalipun.
Tubuh Kanaya terlonjak kecil, lamunannya terhenti saat dering ponsel menarik atensinya. Kanaya bangkit dari posisi tidurnya dan menyambar ponsel yang ia letakan di meja nakas, menatap sekilas id caller si penelpon lalu mengangkat panggilan tersebut.
“Halo?” ujar Kanaya sesaat setelah panggilan telepon tersambung.
“Lagi dimana?”
Kening Kanaya berkerut mendengar pertanyaan klasik yang di lontarkan si penelpon, tapi meskipun begitu ia tetap menjawabnya. “Di rumah lah,” balasnya singkat.
“Ngapain?”
“Nggak ngapa-ngapain, cuma rebahan aja,” balas Kanaya sembari kembali merebahkan dirinya pada kasur.
“Bagus deh kalau gitu, gue lagi di perjalanan ke rumah lo.”
“Ngapain ke rumah gue?!” tanyanya sedikit berteriak, sedikit terkejut mendengar penuturan sosok di seberang telepon tersebut.
“Kenapa? Emangnya nggak boleh mau main ke rumah pacar sendiri?” balas Samudra yang merupakan sosok yang menelpon Kanaya itu.
Terjadi keheningan beberapa saat diantara mereka kala Samudra menyelesaikan kalimatnya sebelum akhirnya Kanaya kembali membuka suara.
“Terserah lo,” balas Kanaya tak acuh, meskipun tak bisa dipungkiri kedua pipinya menghangat mendengar pertaan Samudra tadi. Seakan tersadar akan sesuatu, Kanaya yang baru saja merebahkan diri itu kembali bangkit dari posisinya.
“Tunggu. Jadi maksudnya sekarang lo lagi ada di jalan, tapi malah nelpon gue? Lo mau mati dijalan?”
Terdengar suara tawa dari seberang telepon dan tentu saja Samudra pelakunya. “Gue bawa mobil kok. Tenang aja, gue nggak bakalan mati di jalan. Ngomong-ngomong apa lo pengen sesuatu? Nanti gue beliin.”
Kanaya membulatkan bibirnya, kedua netranya bergulir ke atas, memikirkan apakah ada sesuatu yang ia inginkan? Ah... sepertinya menikmati chesee cake dengan teh sitrun cocok di malam yang cukup dingin ini.
“Gue pengen chesee cake sama teh sitrun. Beliin itu di toko roti langganan gue, yang ada di dekat jalan masuk perumahan,” kata Kanaya yang mnegutarakan keinginannya.
“Oke, ada lagi?” tanya Samudra di seberang telepon.
“Jangan mati di jalan.”
Kanaya segera memutus sambungan telepon secara sepihak tanpa mendengar balasan sang kekasih di seberang telepon sana. Ia melemparkan ponselnya dengan asal di atas kasur, dengan secepat kilat bangkit dari tempatnya tidur menuju walk in closet. Cukup sekali ia terlihat seperti gembel di hadapan Samudra, sekarang ia perlu memperbaiki penampilannya.
.
Kanaya berjalan menuju pintu rumahnya kala mendengar suara ketukan, ia memutar kunci dan membukanya. Hal yang petama kali ia lihat adalah sosok Samudra yang mengulas senyum manis hingga membentuk cekungan dalam di kedua pipinya, pemuda itu mengenakan hoodie hijau tosca dan celana training hitam. Penampilannya terlihat santai namun tak mengurangi kadar ketampanan pria itu.
“Gue boleh masuk nggak nih? Disini dingin.”
Sadar akan kesalahan kecil yang ia buat, Kanaya segera membuka lebar pintu rumahnya guna mempersilahkan sang tamu untuk masuk. “Oh! Sorry, lo boleh masuk kok.”
KAMU SEDANG MEMBACA
RESET [ON GOING] (SEQUEL OF JUST D)
Teen Fiction|I SEQUEL OF JUST D [WHO ARE YOU?] I| [HARAP FOLLOW SEBELUM MEMBACA, TERIMAKASIH] Warning! 18+ Murder scene, strong language, (no sex scene) Harap bijak dalam memilih bacaan Summary: Acha Kanaya menganggap hidupnya berubah menjadi sial setelah mener...