14. Helping.

26 2 0
                                    

“Nggak bisa.”

“Lah kenapa? Kita kan udah lama nggak hangout bareng,” kata Kanaya dengan sedikit rengekan.

“Kalau gue bilang nggak bisa ya nggak bisa,” balas sosok di seberang telepon sana.

“Iya, kenapa nggak bisa Marsha?!” Kanaya sedikit menaikan nada bicaranya. Bisa ia dengar jika sahabatnya itu berdecak singkat.

“Gue udah ada janji sama Davian buat kencan jam sembilan nanti.”

Giliran Kanaya yang berdecih kecil mendengar balasan Marsha. “Cih, dasar budak cinta,” ejeknya.

“Bodo amat, orang gue bucin sama pacar gue sendiri. Kalau lo mau, noh sama Samudra! Repot bener hidup lo, dasar cabe!” hardik Marsha dengan kesal.

Dahi Kanaya berkerut kesal, kedua netranya menyipit tak terima mendengar kalimat yang diucapkan sahabatnya itu. “Lo yang cabe, sialan! Nyebelin!” Kanaya segera memutus panggilan mereka seecara sepihak, enggan mendengar balsan yang keluar dari mulut sang sahabat.

Kanaya menghempaskan tubuhnya pada kasur cukup kuat, helaan napas kasar keluar dari bibirnya menandakan jika dirinya tengah kesal. Sekarang Kanaya tidak tahu harus melakukan apa, padahal ia berencana hangout bersama Marsha guna membunuh rasa bosannya di hari libur ini, tapi sahabatnya itu malah berkencan dengan kekasihnya, benar-benar menyebalkan.

Helaan napas dramatis kembali keluar dari belah bibir Kanaya. “Hah... gue bosan banget,” keluhnya.

Tiba-tiba saja ingatan Kanaya melayang pada kejadian tadi malam, dimana Samudra yang terlihat berbeda dari biasanya mengatakan untuk tidak membahas bahkan melirik pria lain selain dirinya. Jujur saja Kanaya merasa sedikit takut untuk betemu dengan Samudra, pasti akan terasa cangung juga, menyadari jika semalam dirinya yang tanpa mengucapkan sepatah katapun segera berlari ke kamar meninggalkan Samudra berada di ruang tamu sendrian.

Bahkan sampai sekarang pun Kanaya masih bertanya-tanya, apa yang memuat Samudra bersikap seperti itu tadi malam? Pria itu bertingkah seperti orang yang sedang-

Tunggu, apa Samudra sedang cemburu? Mungkinkah? Samudra cemburu karena ia mengatakan jika perutnya membaik setelah meminum pereda haid yang diberikan Bara kemarin?

“Benar, dia mungkin cemburu gara-gara itu. Kenapa gue baru sadar?” Kanaya menutup mulutnya dengan sebelah tanjannya. “Terus, sekarang gue harus gimana?” lanjutnya kemudian.

Kanya memutar otaknya, memaksanya untuk berpikir. Kekasihnya itu pasti marah dan kemarahannya mungkin juga berlipat ganda karena semalam ia juga meninggalkannya di ruang tamu sendirian.

“Apa gue minta maaf aja ya?” Kanaya mengangkat ponselnya dan mencari nomor sang kekasih dari daftar kontaknya. Namun detik berikutnya ia menggelengkan kepala dan mengurungkan niatnya tersebut.

“Kalau gue nelpon Samudra, emang apa yang mau gue katain?” Kanaya bangkit dari posisi berbaringnya dan berjalan menuju meja rias, menatap pantulan dirinya pada cermin, ia merapikan rabutnya sejenak.

“Lo cemburu kan gara-gara gue bilang kalau perut gue nggak sakit lagi setelah minum pereda haid yang di kasih Bara?” monolog Kanaya seolah-olah memperagakan jika dirinya berbicara dengan Bara.

Kanaya menggelengkan kepalanya. “Gila, gue kepedan banget kalau kayak gitu.” Ia kembali memfokuskan dirinya untuk kembali berakting. “Sam, apa lo cemburu gara-gara gue- Ah sial! Mau ditaruh mana muka gue kalau kayak gitu?!” raung Kanaya. Dengan kesal ia kembali berjalan menuju kasur dan menghempaskan tubuhnya dengan kasar diatasnya.

“Nggak, gue nggak akan minta maaf sama Samudra, kalau perlu gue juga nggak akan bicara sama dia. Ya, biarin aja. Biar dia sendiri yang deketin gue dan dengan begitu gue nggak perlu minta maaf, lagian bukan salah gue juga kalau gue bilang gitu. Kan perut gue emang mendingan habis minum pereda haid dari Bara,” ujar Kanaya meyakinkan dirinya sendiri. Tapi, itu memang benar kan? Atau mungkin tidak?

RESET [ON GOING] (SEQUEL OF JUST D) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang