11. Insiden menggemparkan satu kelas.

23 3 0
                                    

Marsha menatap heran pada Kanaya yang terus memegangi perutnya sesampainya di kelas tadi, terlebih lagi dengan ringisan yang sesekali di keluarkannya berhasil membuat Marsha khawatir.

“Lo kenapa Nay? Sakit?”

Kanya menolekan kepalanya menddengar pertanyaan yang dilontarkan sang sahabat kepadanya. “Perut gue sakit, kayaknya gara-gara tadi gue lupa sarapan deh,” balasnya disela-sela ringisannya.

“Kebiasaan banget sih lo, mau gue beliin roti di kantin? Atau, mau dibeliin sama ayang beb?” tanya Marsha sembari menaik-turunkan kedua alisnya setelah melirik sekilas ke arah Samudra yang duduk di bagku barisan depan.

Kanaya mendengus kecil mendengarnya. Semenjak ia memberitahu Marsha jika dirinya sudah resmi berkencan dengan Samudra, sahabatnya itu seakan tak habis-habisnya menggoda dirinya sepanjang waktu dan hal tersebut benar-benar menyebalkan bagi Kanaya. Hah, ia jadi menyesal memberitahunya pada Marsha.

“Nggak usah deh, lagian sekarang udah bel. Pasti sebentar lagi gurunya masuk, gue masih bisa nahan ini sampai jam istirahat nanti kok,” tutur Kanaya yang menolak halus tawaran Marsha.

“Serius lo masih bisa nahan? Nanti kalau asam lambung lo naik lagi gimana?” tanya Marsha memastikan. Ya, bisa dikatakan Marsha khawatir pada Kanaya, sebab ia tahu jika sahabatnya itu memiliki riwayat penyakit asam lambung karena kebiasaannya yang sering lupa makan itu.

“Nggak bakalan deh. Udah lo tenang aja, lagian ini mulai berkurang kok rasa sakitnya,” ujar Kanaya berbohong.

Kalau boleh jujur, sebenarnya rasa sakit diperutnya tidaklah berkurang melaikan bertambah parah. Tapi karena Kanaya tidak mau membuat Marsha khawatir jadi ia memilih untuk berbohong saja, ia juga tidak mau merepotkan sahabatnya itu.

“Ya udah deh kalau gitu. Tapi kalau masih ngerasa sakit bilang aja ke gue, biar gue-“

“Selamat pagi semua.”

Marsha terpaksa menghentikan perkataannya saat seorang guru Matematika memasuki kelasnya, ia tidak  berani membuat suara sebab guru muda itu terkenal killer.

Ya, pelajaran pertama mereka hari ini dimulai.

.

“Baiklah, sekarang waktunya membahas soal. Ada yang mau mengajukan diri untuk mengerjakan soal di papan tulis? Ibu akan memberikan nilai tambahan bagi yang mau mengerjakan,” jelas guru muda itu sembari mengangkat spidol hitam di tagannya.

Namun bukannya respon yang didapatkan, melainkan suasana yang mendadak hening setelah guru muda itu menyelesaikan perkataannya. Seluruh siswa tampak menutup mulutnya dan enggan membuka suara. Guru muda itu menghembuskan napasnya pelan, terlampau biasa dengan situasi semacam ini. Ya, dimanapun dirinya mengajar, mau seramai apapun kelas itu tapi jika sudah saatnya mengerjakan soal maka kondisi kelas akan berubah senyap. Hanya ada dua alasan yang mereka berikan saat ia bertanya, pertama karena itu matematika. Lalu yang kedua karena dirinya terkenal killer di kalangan siswa.

“Baiklah, karena tidak ada yang mau mengerjakan. Ibu akan memilih siapa diantara kalian yang akan mengerjakannya,” ujar guru muda tersebut sembari mengecek daftar nama siswa.

Marsha dan Kanaya menghembuskan napasnya lega, keduanya bertingkah seolah-olah selamat dari buruan singa yang hendak menerkam mereka.

“Untung aja,” bisik Kanaya yang dibalas anggukan setuju oleh sang sahabat.

“Ya, beruntung banget. Bagi siapapun yang bakal ngerjain soal itu, gue berterimakasih. Tapi selagi itu bukan gue, gue nggak peduli, soalnya gue sama sekali belum ngerjain.” Marsha menunjukan buku tulisnya yang masih kosong tanpa coretan apapun pada Kanaya.

RESET [ON GOING] (SEQUEL OF JUST D) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang