Sean meringis pelan, menahan rasa sakit di dadanya. Tangannya bergerak menutup lukanya, berusaha menahan darah yang terus mengalir dari sana.
Ya, Sean masih hidup. Ia sedikit beruntung karena tembakan Bara sedikit meleset sehingga tidak sampai mengenai area vital organnya.
Mengangkat kepalanya dengan sedikit kekuatan yang tersisa, kedua netranya bergetar menatap pada jasad kedua orang tua serta saudaranya yang terbujur kaku. Rasanya seperti mimpi kala menyadari mereka telah pergi dan tersisa Sean sendirian disini.
Padahal tadi pagi ia masih mendengar suara sang mama yang meneriakinya karena tak kunjung bangun untuk pergi sekolah. Tadi pagi ia masih menjahili papanya dengan meminum kopi sang kepala keluarga hingga tandas, mengakibatkan ia mendapatkan tendangan di bokongnya. Beberapa jam yang lalu ia masih sempat menggoda Skylar yang baru pulang berkencan dengan kekasihnya, sampai-sampai ia harus mendapatkan pukulan tas di kepalanya. Mereka bahkan masih melaksanakan makan malam yang hangat dan penuh tawa, bahkan Bara ikut serta di dalamnya.
Tapi semuanya sirna karena tak berselang lama setelahnya kepergian Bara. Tiba-tiba saja beberapa pria berpakaian jas hitam menerobos ke dalam rumahnya dan menyeret paksa dia dan seluruh keluarganya. Menyandra mereka dan menyekapnya di ruangan bawah tanah ini.
Tapi sekarang semuanya hilang dan menyisakan kenangan semata. Kedua orang tuanya pergi, begitupula dengan kembarannya. Tiga orang yang begitu berharga di hidupnya dihabisi begitu saja seperti barang tak berharga, menyingkirkannya seperta sampah yang mengganggu pandang mata.
Bara, bajingan itu adalah akar dari semua permasalahan ini. Jika saja Skylar tidak bertemu dengan Bara di area balapan bersamanya saat itu, jika Skylar tidak jatuh hati pada Bara, jika saja ia tidak memberi restu dan membantu Skylar dekat dengan Bara, maka semua ini tidak akan terjadi. Keluarganya cemaranya pasti masih baik-baik saja sekarang.
Tapi itu hanya angan-angan semata, lagipula semuanya sudah terjadi. Sean harus menerima segala rasa sakit yang menyerangnya bertubi-tubi, sedangkan si pelaku malah melenggang bebas dan menyuarakan tawanya.
Dunia benar-benar tidak adil.
Kedua netranya berpendar menatap keadaan di sekitarnya, sepertinya tidak ada menyadari jika Sean masih hidup. Beberapa orang berpakaian jas hitam tengah sibuk menuangkan berliter-liter bensin dari dirigen di ruangan tersebut. Sean mendengar semuanya, mereka akan membakar rumah ini untuk menghilangkan jejak pembantaian keluarganya.
Tidak semudah itu, ia tidak akan semudah itu membiarkan para bajingan itu menghirup bebas udara sedangkan ia dan keluarganya menderita. Sean bersumpah akan membalaskan dendamnya, bagaimana pun caranya.
Otaknya berputar memikirkan cara untuk meloloskan diri dari sini. Waktunya tak banyak, orang-orang itu sudah mulai menyalakan api dan ia yakin tak butuh waktu lama untuk api itu menyebar ke seluruh ruangan. Para pria berjas hitam itu pergi meninggalkan ruangan ini.
Sean memutar pandangannya ke seluruh ruangan, mencari sesuatu yang sekiranya bisa membantunya melepas ikatan di tubuhnya. Tatapannya berhenti sebuah vas bunga di meja yang berada di tengah ruangan.
"Itu yang gue butuhin," kata Sean dengan suara kecil.
Sembari menahan sakit yang teramat sangat di dadanya, Sean berusaha menyeret langkahnya dengan kepayahan karena terikat kursi hingga membutuhkan waktu beberapa menit untuk mencapai meja itu. Sesampainya disana Sean segera mengambil vas tersebut dan memukulnya pada meja hingga vas tersebut pecah. Tak menghiraukan pecahan kaca yang menembus telapak tangannya, ia mulai menggoreskannya pada simpul tali yang mengikat pergelangan tangannya.
Berhasil, simpul itu berhasil ia lepas. Tak butuh waktu lama Sean segera melakukan hal yang sama pada tali yang mengikat tubuh dan kakinya. Setelah berhasil lepas dari ikatan, ia baru menyadari jika api sudah mulai merambat dan membakar beberapa barang di ruangan tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
RESET [ON GOING] (SEQUEL OF JUST D)
Teen Fiction|I SEQUEL OF JUST D [WHO ARE YOU?] I| [HARAP FOLLOW SEBELUM MEMBACA, TERIMAKASIH] Warning! 18+ Murder scene, strong language, (no sex scene) Harap bijak dalam memilih bacaan Summary: Acha Kanaya menganggap hidupnya berubah menjadi sial setelah mener...