7. Bara, si Bocah Nakal.

71 5 0
                                    

Hari ini tampaknya dewi keberuntungan tengah memihak kelas XI IPA 3. Dikarenkan guru pengajar di kelas tersebut berhalangan hadir, otomatis membuat kelas tersebut dalam kondisi free atau biasa disebut jam kosong. Kesempatan langka tersebut tentunya disambut baik oleh penghuni kelas XI IPA 3, banyak dari mereka yang memanfaatkan waktu untuk bersenang-senang seperti bermain game, membicarakan gosip, bahkan sampai mengadakan konser dadakan.

Situasi kelas benar-benar tak terkendali dan tampaknya si ketua kelas, Samudra pun tampak tak peduli, yang ada pria itu malah bergabung naik ke atas meja guna menjadi biduan dadakan bersama rekannya yang lain. Untungnya ruangan kelas mereka berada di lantai tiga paling ujung, sehingga kegaduhan mereka tidak terlalu berdampak bagi kelas lainnya.

Begitupula dengan Marsha dan Kanaya yang tampak asik dengan dunia mereka sendiri, entah apa yang sepasang sahabat itu bicarakan. Tapi yang jelas raut wajah mereka tampak serius seolah-olah sedang melaksanakan rapat paripurna DPR.

"Kanaya."

Sosok yang dipanggil mendongakkan kepalanya saat sebuah suara menginterupsi percakapannya dengan Marsha.

Eric, salah satu teman sekelasnya yang merangkap menjadi wakil ketua kelas tengah berdiri tepat didepan meja miliknya, kedua alis pria itu sesekali mengerut melihat kondisi kelasnya yang tampak kacau. Nampaknya pria itu baru saja memasuki kelas dan bingung dengan kondisi yang ada sekarang.

"Apa?" tanya Kanaya yang membuat Eric mengalihkan pandang ke arahnya.

"Anu, tadi gue nggak sengaja papasan sama bu Maria di jalan. Katanya lo di suruh datang ke ruangan konseling sekarang," tutur Eric yang dibalas kerutan dahi oleh Kanaya, begitupun dengan Marsha yang duduk disampingnya.

"Lo bikin ulah apa Nay sampai dicariin bu Maria?" tanya Marsha penuh selidik pada sahabatnya tersebut. Pasalnya bu Maria adalah guru konseling yang terkenal killer.

"Gue nggak bikin masalah apa-apa kok," balas Kanaya kemudian. Kedua alisnya menukik, mencoba mengigat-ingat apakah dirinya pernah bertingah macam-macam saat di sekolah hingga dirinya dipanggil ke ruangan konseling. Tapi hasilnya nihil, ia tidak pernah membuat ulah apapun selama di sekolah.

Kanaya kemudian menolehkan kepalanya pada Eric, mencoba bertanya alasan kenapa dirinya dipanggil ke ruangan konseling.

Merasa ditatap seperti itu, Eric pun mengedikkan bahunya tanda tak mengerti, "gue juga nggak tahu, mending lo kesana aja sekarang, udah diitunggu sama bu Maria tuh."

Setelah mengatakan hal tersebut, Eric segera bergabung dengan teman-temannya yang sedang melakukan konser dadakan, meninggalkan Kanaya yang masih dilanda kebingungan.

"Nay," panggil Marsha yang membuat sang sahabat menoleh ke arahnya dengan pandangan bertanya.

"Gue harap lo masih bisa sekolah disini ya setelah ini," kata Marsha dengan raut prihatin yang tentunya hanya becanda, ia hanya berniat menggoda Kanaya.

"Sialan lo!" maki Kanaya sebelum akhirnya melangkah keluar kelas menuju ruangan konseling seperti yang diperintahkan Eric tadi.

Yah, semoga saja tidak ada hal buruk yang terjadi.

Semoga.

.

Kanaya menghentikan langkahnya di depan pintu ruangan konseling, ia menghembuskan napasnya beberapa kali guna mempersiapkan diri untuk kemungkinan terburuk. Yah, karena tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi saat ia memasuki ruangan ini.

Setelah dirasa cukup, Kanaya mengetuk pintu ruangan beberapa kali hingga terdegar sahutan yang memepersilahkan dirinya untuk masuk.

"Selamat pagi bu." Sapa Kanaya dengan sopan pada guru muda yang duduk di kursi putar dibalik meja.

RESET [ON GOING] (SEQUEL OF JUST D) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang