🌼26

99.2K 4.6K 254
                                    

Happy Reading!

Arvind keluar dari mobil lalu melirik jam tangannya. Sudah jam sepuluh malam, harusnya Ayyara sudah tidur. Namun Arvind tidak akan bisa tenang jika ia belum melihat Ayyara, ia ingin memastikan bahwa wanita yang tengah hamil itu baik-baik saja.

Trakk

"Hahh.. Susah sekali."

Arvind mengernyit lalu melangkah cepat menuju dapur. Di sana ia melihat sesosok wanita berdaster yang tengah menaiki kursi dan berusaha mengambil sesuatu di lemari atas.

"Apa yang kau lakukan?" tanya Arvind begitu menyadari bahwa itu adalah Ayyara. Langkah kakinya spontan bergerak cepat menuju wanita itu.

Ayyara menoleh lalu menunjukkan wajah lelahnya hingga membuat Arvind yang tadinya mau marah menjadi iba.

"Ada apa, hm? Perlu sesuatu?" tanya Arvind lalu membantu Ayyara turun dari kursi.

"Mau ambil itu, tuan." tunjuk Ayyara pada panci kecil di dalam lemari atas.

Arvind bergerak mengambilkan panci itu lalu memberikannya pada Ayyara. "Untuk apa?" tanya Arvind.

"Masak mie." sahut Ayyara santai membuat Arvind melotot lalu dengan gerakan cepat merebut panci dari tangan Ayyara.

"Ah tuan." kaget Ayyara lalu melompat kecil berusaha mengambil alih pancinya kembali.

"Jangan lompat, Ayyara. Ingat! Bayi kita." tegur Arvind lalu meletakkan pancinya kembali ke dalam lemari.

"Tapi tuan, saya lapar." ucap Ayyara pelan.

Arvind melangkah menuju kulkas dan membukanya. "Mau buah atau kue?" tanya Arvind menatap Ayyara.

Ayyara menggeleng."Mau makanan berkuah, tuan." sahut Ayyara membuat Arvind diam sesaat.

"Makanan berkuah, hm. Kamu ngidam?"tanya Arvind lalu menutup kulkas.

Ayyara menggeleng tanda tak tahu. Tapi yang jelas ia ingin makanan berkuah dan jika dipaksa makan makanan lain maka perutnya akan merasa mual.

Arvind menghela napas lalu sekali lagi menatap jam tangannya. "Saya beliin makanan di luar, mau?" tawar Arvind.

Ayyara mengangguk ragu.

"Makanan apa saja kan, yang penting berkuah?" tanya Arvind lagi.

Ayyara kembali mengangguk. "Tapi mau bakso." ucap Ayyara polos.

Arvind mengangguk. "Ya sudah. Kembali ke kamar dan tung.."

"Tapi mau makan di tempat. Bakso kan nggak enak kalau dibawa pulang." potong Ayyara membuat Arvind menahan napasnya.

"Dengar, sayang! Ini sudah malam dan kamu sedang hamil. Udara malam tidak baik untukmu dan juga anak kita."ucap Arvind lembut. Ia bahkan memanggil sayang yang sukses membuat jantung Ayyara berdetak cepat. Bahkan wajahnya sudah memerah karena malu.

"Tapi.."

"Tunggu di kamar!" kali ini Arvind berkata tegas. Namun Ayyara tetap kekeh ingin makan di tempat.

"Mau makan bakso di tempatnya langsung, tuan." ucap Ayyara memelas.

"Tapi, Ayyara.. "

"Kalau tuan nggak mau nemenin nggak papa. Saya bisa pergi sendiri." rajuk Ayyara lalu melangkah meninggalkan dapur.

Arvind mengusap wajahnya kasar lalu bergegas menyusul Ayyara, namun seseorang terlihat sedang menuruni tangga.

"Mau ke mana kamu?" teriak Karin lalu berlari menuruni tangga. Sedang Arvind bergegas sembunyi.

Ayyara yang berniat membuka pintu langsung berhenti dan berbalik. "Nyo.. nyonya." kaget Ayyara.

"Mau ke mana?" tanya Karin kesal.

Ayyara menunduk."Mau beli bakso, nyonya."

Karin melotot. "Bakso? Semalam ini? Apa kau gila." bentak Karin emosi. Ia sudah kesal karena suaminya belum pulang juga dan sekarang malah ditambah dengan Ayyara yang mencari masalah.

"Tapi.. "

"Tapi apa lagi? Cepat kembali ke kamar! Ingat Ayyara, aku akan membunuhmu jika kau keguguran." ancam Karin membuat Ayyara menahan tangis lalu melangkah menuju dapur.

"Ck! Merepotkan sekali." gusar Karin lalu kembali ke lantai dua menuju kamarnya.

Arvind yang melihat kejadian itu merasa sedikit lega. Setidaknya Ayyara membatalkan niatnya untuk pergi. Namun untuk bentakan Karin, Arvind tentu saja tidak terima. Ia akan membalasnya nanti. Berani sekali Karin membentak wanita yang mengandung pewarisnya.

"hiks"

Arvind segera menarik lengan Ayyara menuju kamar saat wanita itu melewatinya.

"Hiks tuan."Isak Ayyara setelah mereka tiba di kamar.

Arvind segera memeluk tubuh Ayyara yang menangis.

"Nyonya Karin hiks jahat sekalii" adu Ayyara membuat Arvind tersenyum tipis.

"Masih mau bakso?" tanya Arvind lembut.

Ayyara mengangguk pelan masih dengan air mata yang menghiasi wajahnya.

"Tapi mau makan di tempat hiks"

Arvind terkekeh lalu mengangguk. Ternyata Ayyara tidak jera juga setelah dibentak tadi.

"Ini untuk apa, tuan?" tanya Ayyara saat tuan Arvind mengganti daster yang ia pakai dengan baju yang lebih tertutup.

"Katanya mau makan bakso." ucap Arvind lalu memakaikan jaket ke tubuh Ayyara.

"Iya, tapi.. "

"Di luar dingin." ucap Arvind lalu menggendong Ayyara keluar dari kamar.

Ayyara memeluk leher tuan Arvind lalu menatap sekeliling. "Tuan, kita mau ke mana?" tanya Ayyara bingung. Pasalnya tuan Arvind membawanya keluar lewat jalan belakang.

Arvind tidak menyahut namun kakinya terus saja melangkah.

"Tuan, itu.. "tunjuk Ayyara. Pasalnya tidak jauh dari mereka ada dua kursi  serta satu meja yang dikelilingi lampu-lampu. Bahkan ada tenda juga.

"Baksonya masih dibeli, tuan." ucap seorang pria yang tidak Ayyara ketahui. Ada lima pria di sana yang sepertinya menyiapkan semuanya.

Arvind mengangguk lalu membawa Ayyara memasuki tenda. "Kita tunggu di sini sebelum baksonya datang."

Ayyara diam dan hanya menatap wajah tuan Arvind. Bahkan ketika tubuhnya diselimuti lalu dipeluk.

"Tuan yang meminta mereka menyiapkan ini semua?" tanya Ayyara pelan.

"Hn."

"Kenapa?" tanya Ayyara lagi.

Arvind menghela napas lalu menghapus jejak air mata yang tertinggal di pipi wanitanya.

"Karena aku ingin bayi kita mendapatkan keinginan pertamanya."

Deg

Hati Ayyara menghangat. Meski ia tahu tuan Arvind melakukan ini untuk bayi yang ada dikandungannya namun tetap saja ia merasa bahagia.

Ayyara menarik telapak tangan tuan Arvind ke perutnya lalu berkata. "Terima kasih, papa."

Arvind tersenyum tipis mendengarnya lalu mengeratkan pelukannya pada tubuh Ayyara.

-Bersambung-

Mengandung Anak Tuan ArvindTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang