🌼38

71.5K 3.7K 102
                                    

Happy Reading!

"Bapak sama ibu baik-baik saja kan?" tanya Ayyara.

"Iya. Kami baik-baik saja. Kamu bagaimana nak, kenapa baru menelepon sekarang?"

Ayyara menghembuskan napas pelan. "Ayyarakan kerja, buk."

"Kamu kerja apa di sana, nak?"

Ayyara diam. Dulu saat ia ikut nyonya Karin. Ia hanya bilang akan pergi bekerja di rumah keluarga kaya. Orang tuanya tidak tahu tentang perjanjian yang ia buat.

"Semuanya, buk. Yang penting kan bisa bayar hutang kita." jawab Ayyara bohong.

"Hutang kita sudah lunas, nak. Kamu tidak tau?"

Ayyara melotot kaget lalu mengingat perkataan ibu tuan Arvind. Sepertinya beliau tidak bohong tentang membayar hutang dan memberi keluarganya rumah dan pekerjaan yang layak.

"Benarkah?" tanya Ayyara seolah kaget.

"Jadi kamu belum tahu? Padahal pria yang membayar hutang kita bilang bahwa kalian saling mengenal. Ibu pikir kamu yang suruh."

"Pria? Apa ibu tau siapa namanya?" tanya Ayyara cepat.

"Ibu tidak tahu, tapi pria itu sangat tampan dan baik."

Tampan?

"Bagaimana ciri-cirinya, buk?" tanya Ayyara agar lebih jelas.

"Entahlah. Ibu lupa karena sudah cukup lama tapi dia sungguh sangat tampan."

Ayyara mendadak kaku. Sudah lama? Tapi bukankah ibu tuan Arvind baru mengatakannya beberapa hari yang lalu.

"Kapan, buk? Sudah selama apa?" tanya Ayyara.

"Mungkin sudah delapan bulan yang lalu."

Deg

Ayyara melotot. Delapan bulan yang lalu?

"Apa tuan Arvind?"gumam Ayyara. Jika delapan bulan yang lalu berarti sebelum tuan Arvind pergi ke Amerika. Dan itu sudah sangat lama.

"Hallo, nak? Apa kamu baik-baik saja?"

Ayyara menutup mulutnya. Bagaimana ini? Apa benar tuan Arvind yang melakukannya.

"I..iya, buk. Ayyara tutup dulu ya telponnya. Nanti kita bicara lagi." ucap Ayyara tergesa-gesa. Ia harus bicara dengan tuan Arvind.

"Baik, nak. Jaga dirimu dan sering-sering telpon ibu."

"Baik, buk. Kalian juga jaga diri di sana." pesan Ayyara lalu menutup telponnya kemudian bergegas keluar kamar.

Ayyara melangkah menuju kamar yang ditempati tuan Arvind.

Tok tok

"Tuan." panggil Ayyara namun tidak ada sahutan.

Tok tok

"Ada apa, Ayy? Kau perlu sesuatu?"

Ayyara menoleh dan langsung mendekati Juwita.

"Mah, tuan Arvind di mana? Tuan belum pergi kan?" tanya Ayyara cepat.

Juwita menatap pintu kamar putranya lalu tersenyum tipis. "Arvind sudah berangkat satu jam yang lalu."

"Apa?" Ayyara melangkah mundur lalu kembali ke kamarnya. Sedang Juwita hanya menggeleng pelan. Masa baru ditinggal pergi satu jam sudah kangen? Ada-ada saja.

Ayyara mengambil ponselnya lalu berusaha menghubungi tuan Arvind namun tidak bisa.

"Hahh.. Kenapa tuan Arvind tidak pernah mengatakan apapun." gumam Ayyara lalu meletakkan ponselnya.

Tok tok

Ceklek

Ayyara segara duduk saat Juwita masuk.

"Ada apa? Apa ada sesuatu yang menganggumu?" tanya Juwita perhatian.

Ayyara menggeleng namun ia tidak tahan untuk tidak bertanya.

"Apa mama bisa menghubungi tuan Arvind?" tanya Ayyara pelan membuat Juwita terdiam lalu menyeringai kecil.

"Memangnya ada apa? Apa ada sesuatu yang ingin kau sampaikan?" tanya Juwita.

Ayyara menggigit bibir bawahnya. "I..iya. Tapi nomer tuan Arvind tidak bisa dihubungi." adu Ayyara membuat Juwita mengangguk mengerti.

"Bagaimana ya? Tapi Arvind selalu mengubah nomer ponselnya ketika berada di luar. Mama kadang juga tidak diberi tahu." ucap Juwita membuat Ayyara menunduk.

"Apa sangat penting?" tanya Juwita lagi.

Ayyara mengangguk lalu menggeleng.

"Jika tidak begitu penting, tunggu saja tiga bulan lagi." ucap Juwita membuat Ayyara melotot lalu menghela napas.

"Baiklah." sahut Ayyara pelan.

Juwita hanya tersenyum lalu melangkah keluar. Sedang Ayyara kembali mengambil ponselnya dan mencoba menghubungi tuan Arvind. Namun tetap saja, panggilannya tidak tersambung.

"Lalu apa kau juga tahu bahwa aku mulai menyukaimu?"

Ayyara meremas tangannya. Perkataan tuan Arvind semalam, apa itu serius? Sungguh Ayyara tidak bisa membedakannya.

Harusnya semalam Ayyara bertanya tapi karena terlalu kaget ia malah mengusir tuan Arvind pergi.

"Apa yang harus aku lakukan?" gumam Ayyara lalu menyentuh perutnya. Tiga bulan terlalu lama untuk Ayyara menunggu. Perutnya pasti sudah besar nanti saat tuan Arvind kembali.

Ayyara juga cukup yakin bahwa yang membayar hutang keluarganya adalah tuan Arvind. Malam itu saat di Bali, Ayyara sempat memberitahu jumlah hutang dan alamat rumahnya.

"Tapi kenapa tuan Arvind melakukan itu?" gumam Ayyara penasaran. Sekarang ia benar-benar ingin bicara dengan tuan Arvind. Ia ingin menanyakan segalanya, termasuk pengakuan pria itu di malam sebelumnya.

'Sepertinya aku sudah salah menilai tuan Arvind.' batin Ayyara menyesal.

-Bersambung-

Mengandung Anak Tuan ArvindTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang