🌼28

92.4K 4.5K 307
                                    

Happy Reading!

Ayyara mencuci mulutnya lalu menghela napas. Sejak tadi pagi ia terus mual, bahkan belum ada satu makananpun yang masuk ke dalam perutnya.

"Hukk"

Ayyara kembali menutup mulutnya. Ia masih mual namun untungnya masih bisa ditahan agar tidak muntah.

Tok tok

"Ayyara, apa kau di dalam? Cepat buka pintunya!"

Itu suara nyonya Karin, membuat Ayyara cepat-cepat merapikan penampilannya.

Tok tok

"I..iya nyonya." Balas Ayyara kemudian membuka pintu kamar mandi.

Ctar ceklek

"Ada apa, nyonya?" tanya Ayyara pelan setelah membuka pintu.

"Ck! Bau sekali. Kau belum mandi?" tanya Karin setelah bergerak mundur.

Ayyara memeriksa penampilannya dan berusaha mengendus aroma tubuhnya. Ia memang belum mandi di tambah tadi ia terus muntah.

"Iya, nyonya." sahut Ayyara pelan.

"Ck! Ya sudahlah. Sekarang cepat mandi dan bersiap. Aku ingin mengajakmu ke rumah sakit." titah Karin membuat Ayyara melotot.

"Rumah sakit? Untuk apa, nyonya?" tanya Ayyara.

Karin menyilangkan tangannya di dada. "Untuk memeriksa kandungamu. Dan aku juga perlu foto USG untuk ditujukkan pada suami dan mertuaku." ucap Karin lalu mengibaskan tangannya. Ayyara benar-benar bau.

Ayyara diam sesaat. Tapi tadi malam tuan Arvind bilang akan mengajaknya ke rumah sakit.

'Apa tuan Arvind akan marah jika aku pergi dengan nyonya Karin?' batin Ayyara lalu meremas daster yang ia pakai.

"Tunggu apa lagi? cepat bersiap!" bentak Karin membuat Ayyara segera menggeleng. Lebih baik ia pergi dengan tuan Arvind dari pada bersama nyonya Karin dan terus dibentak.

"Saya masih mual, nyonya. Takutnya jika pergi akan muntah di tengah jalan." ucap Ayyara beralasan.

Karin mendengus. "Lalu apa aku harus membawa rumah sakitnya ke kamarmu?" tanya Karin sinis. Ia perlu foto USG untuk meyakinkan suaminya.

Ayyara segera menggeleng. "Nanti jika tidak mual lagi, saya akan pergi sendiri ke dokter." ucap Ayyara membuat Karin berdecak.

"Kau yakin?"

Ayyara mengangguk cepat. "Nanti foto usgnya akan saya berikan ke nyonya." ucap Ayyara meyakinkan.

Karin akhirnya mengangguk. Ia juga sebenarnya malas pergi ke rumah sakit. Lebih baik bersenang-senang bersama teman-temannya.

"Baiklah tapi pastikan kau pergi ke dokter!" ucap Karin lalu membuka dompetnye kemudian melemparkan beberapa lembar uang seratus ribu ke tubuh Ayyara.

"Gunakan uang itu!"titah Karin lalu melangkah pergi dengan angkuh.

Sedang Ayyara hanya diam melihat uang-uang yang berserakan di lantai. Hal ini membuat ia teringat kembali perkataan ibu tuan Arvind. Wanita paruh baya itu benar. Nyonya Karin tidak akan menjadi ibu yang baik, bagaimana bisa ia meninggalkan anaknya dengan wanita seperti itu.

Tanpa sadar Ayyara menyentuh perutnya. Merasa kasihan pada bayi yang akan ia lahirkan.

"Maafkan mama, sayang." gumam Ayyara pelan.

"Untuk apa meminta maaf?"

Eh?

Ayyara mendongak lalu segera melangkah mundur saat tuan Arvind masuk dan mendekatinya.

"Ada apa?" tanya Arvind tersinggung. Pasalnya Ayyara seolah menjaga jarak dari dirinya.

"Tuan sebaiknya jangan mendekati saya." ucap Ayyara pelan sembari memeluk tubuhnya. Bukan hanya nyonya Karin, Ayyara bahkan telah menyadari aroma tak sedap dari tubuhnya.

Arvind mengernyit. "Kenapa?"

"Tidak ada. Hanya jangan mendekat." sahut Ayyara cepat.

Arvind tetap melangkah maju. "Aku perlu alasan, Ayyara!" tekan Arvind membuat Ayyara melotot lalu segera menaiki tempat tidur dan melompat ke sudut lain kamar.

"Apa yang kau lakukan?" teriak Arvind emosi. Sedang Ayyara langsung diam saat menyadari apa yang baru saja ia lakukan.

Ayyara langsung menyentuh perutnya. "Maaf, tuan." cicitnya pelan.

Arvind menghela napas. "Apa kata maaf cukup? Bagaimana jika tadi kau jatuh dan terluka." omel Arvind membuat Ayyara menunduk.

"Tuan, jangan ke sini!" jerit Ayyara tiba-tiba membuat langkah Arvind terhenti.

"Hm?"

Ayyara menggeleng pelan. "Em.. Saya belum mandi." ucap Ayyara pelan.

Arvind meneliti penampilan Ayyara. "Lalu?" tanyanya.

"Saya masih bau." sahut Ayyara.

"Hm."

"Tuan kenapa ke sini?" tanya Ayyara setelah beberapa saat hening.

Arvind melangkah dan duduk di atas tempat tidur. "Bukankah kita akan ke rumah sakit."

Ayyara mengangguk lalu segera mengambil jalan memutar untuk segera sampai ke kamar mandi. Sedang Arvind hanya diam. Ia tidak mau mempersulit wanita hamil itu.

Setelah mandi dan bersiap, Arvind segera mengajak Ayyara ke rumah sakit.

"Jadi tuan punya perusahaan besar?" tanya Ayyara. Ia tahu bahwa tuan Arvind orang kaya namun tetap tidak bisa menahan diri untuk bertanya.

"Hn."

"Boleh saya bekerja di sana?" tanya Ayyara antusias.

Arvind menoleh sekilas lalu berkata. "Tidak"

"Bukan sekarang, tuan. Tapi nanti setelah saya melahirkan." ucap Ayyara. Bukankah lebih baik ia meminta pekerjaan mengingat betapa sulitnya mencari uang di zaman sekarang ini.

"Setelah melahirkan kau harus merawat anak kita." sahut Arvind sembari fokus menyetir.

Ayyara diam. Merawat anak?

"Aku sudah bertanya dengan dokter, makanan terbaik untuk bayi yang baru lahir adalah ASI ibunya bukan susu formula." jelas Arvind membuat Ayyara menatap tuan Arvind. Merawat bayi dan memberinya ASI. Apa itu artinya tuan Arvind ingin ia tetap tinggal meski setelah melahirkan?

Ayyara menyentuh perutnya. Awalnya ia berniat melupakan perkataan ibu tuan Arvind. Ia tidak bisa tinggal jika tuan Arvind tidak menginginkannya. Tapi sekarang, bagaimana? Bukankah secara tidak langsung tuan Arvind memintanya untuk tetap tinggal.

"Em.. Apa itu artinya tuan Arvind ingin saya tinggal?" tanya Ayyara memberanikan diri.

"Hm."

Ayyara tersenyum tipis. "Dan apakah itu artinya kita akan menikah?"

Ckittt

"Arghh"

Mobil mendadak berhenti membuat Ayyara menjerit kaget. Untung saja tidak ada mobil atau kendaraan apapun di belakang.

"Maafkan papa, sayang. Apa kau kaget?" tanya Arvind cepat sembari menyentuh perut Ayyara.

Ayyara hanya menahan napasnya. Apa pertanyaannya tadi berlebihan. Tapi ibu tuan Arvind bilang kalau kemungkinan besar jika pria itu juga menyukai dirinya.

"Apa tadi yang kau katakan?"

Deg

Ayyara kaget saat tuan Arvind tiba-tiba saja menatap ke arahnya.

"Tu.. tuan?"

"Hanya karena kau mengandung bayiku, bukan berarti kita akan menikah."

Deg

Dada Ayyara seketika berdenyut.

"Aku hanya ingin bayiku terlahir dengan sehat dan kau bisa pergi setelah dia bisa lepas ASI." ucap Arvind lalu kembali melajukan mobilnya.

-Bersambung-

Mengandung Anak Tuan ArvindTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang