Happy Reading!
Ayyara menatap takjub pemandangan di depannya. Ini benar-benar sangat indah. Pohon dan bunga tumbuh disekeliling kolam. Belum lagi jalan yang dilalui menggunakan jembatan yang diukir sedemikiran rupa dan hal paling menakjubkan adalah pemandangan pantai dikejauhan. Benar-benar surga dunia.
"Kau menyukainya?"
Ayyara menoleh pada tuan Arvind yang tiba-tiba saja berdiri di sampingnya.
"Ini sangat indah, tuan." ucap Ayyara jujur.
Arvind mengangguk. "Ini belum seberapa. Ada banyak pemandangan indah lainnya di resort ini." ucap Arvind membuat Ayyara menggigit bibir bawahnya. Jika diperbolehkan ia ingin melihat pemandangan indah selain dari depan kamarnya ini.
Jujur saja kemarin saat di villa, Ayyara tidak berniat untuk melihat-lihat tapi saat tuan Arvind mengajaknya pindah ke tempat indah ini. Ayyara jadi penasaran pada banyak hal.
"Ini milik, tuan?" tanya Ayyara pelan.
Arvind terkekeh. "Hampir."
Ayyara mengernyit bingung. Apa maksudnya dengan hampir?
"Aku langsung mengatur pertemuan dengan pemilik resort ini setelah Karin mengatakan kehamilannya." ucap Arvind membuat Ayyara diam. Ia tidak mengerti dan menunggu tuan Arvind menjelaskannya.
"Sebenarnya aku ingin membeli resort mewah ini sebagai hadiah untuk kelahiran anak pertamaku." jelas Arvind membuat Ayyara mengerti. Sekarang ia paham dan semakin yakin jika tuan Arvind benar-benar sangat kecewa atas apa yang terjadi.
"Berarti tuan tidak jadi membeli tempat ini?" tanya Ayyara penasaran.
Arvind tersenyum tipis lalu menatap Ayyara. "Menurutmu bagaimana? Beli atau tidak?" tanya Arvind membuat Ayyara menggeleng tanda tak tahu.
"Itukan terserah, tuan." sahut Ayyara membuat Arvind mengangguk.
"Aku akan tetap membelinya."ucap Arvind membuat Ayyara melotot.
"Eh kenapa?" tanya Ayyara spontan lalu menutup mulutnya. Sepertinya ia sudah terlalu banyak bertanya dan mencampuri urusan tuan Arvind.
Arvind tersenyum. "Karena kau menyukai tempat ini." ucap Arvind lalu melangkah masuk, meninggalkan Ayyara yang diam mematung.
Malam harinya, saat keduanya sedang makan tiba-tiba terdengar suara ponsel.
Arvind melirik ponselnya sekilas lalu menghela napas saat nama Karin tertera di layar.
"Ck! Menganggu." decak Arvind lalu mematikan ponselnya sedang Ayyara yang sedari tadi memperhatikan tuannya hanya diam. Ia tidak mau terlalu ikut campur urusan tuannya.
"Selesai makan langsung ke kamar!" ucap Arvind membuat Ayyara mengangguk patuh.
"Tuan, apa boleh besok saya jalan-jalan di pantai?" tanya Ayyara memberanikan diri.
Arvind menatap Ayyara sekilas lalu mengangguk.
Melihat anggukan tuan Arvind membuat Ayyara tersenyum lebar. Hampir saja ia bertepuk tangan karena merasa sangat senang.
"Terima kasih, tuan." ucap Ayyara ceria.
Arvind tanpa sadar tersenyum tipis lalu lanjut makan.
Selesai makan, Arvind bergegas membawa Ayyara menuju kamar. Arvind sendiri sudah naik ke atas tempat tidur dan berbaring dengan nyaman.
"Tuan." cicit Ayyara pelan. Ia mulai merasa takut jika hanya berduaan dengan tuan Arvind di dalam kamar. Takut kejadian empat hari yang lalu kembali terjadi.
Arvind terkekeh saat melihat wajah pucat Ayyara. Sepertinya kejadian saat mereka baru tiba di Bali beberapa hari yang lalu masih membekas di pikiran Ayyara.
"Kemari dan tidurlah! Aku tidak akan menyentuhmu." ucap Arvind menepuk bantal di sampingnya.
Ayyara masih diam. Tuan Arvind memang tidak pernah menyentuhnya lagi setelah kejadian kemarin tapi bagaimana jika malam ini, tuan Arvind khilaf dan_
"Cepat, Ayyara!" titah Arvind tak sabar.
Ayyara menggeleng lalu menatap sofa di depan tempat tidur.
"Saya tidur di sofa saja, tuan." cicit Ayyara pelan lalu bergerak mengambil bantal, namun__
"Sepertinya kau suka diperlakukan kasar." ucap Arvind datar namun terdengar seperti sebuah ancaman.
Ayyara meletakkan kembali bantal yang sempat ia ambil lalu__
"Bukan begitu tuan, tapi__"
"Dalam hitungan ketiga, aku ingin kau berbaring di sini dan memelukku." ucap Arvind tegas membuat Ayyara melotot panik.
'Bagaimana ini?' batin Ayyara membuat Arvind menghela napas.
"Aku akan mulai menghitung, Ayyara." ucap Arvind memperingati membuat Ayyara menggigit bibir bawahnya dan mulai menimbang baik buruknya jika ia tidur di pelukan tuan Arvind lagi malam ini. Bagaimana jika tuan Arvind me__
"Tiga!"
Ayyara spontan langsung melompat ke atas tempat tidur lalu memeluk tubuh Arvind.
Arvind terkekeh lalu membalas pelukan Ayyara setelah menarik selimut dan menutupi tubuh keduanya.
"Harusnya sejak awal, kau menurut." ucap Arvind lalu mematikan lampu utama dan hanya menyisakan lampu tidur untuk tetap menyala.
Tubuh Ayyara sempat menegang namun setelah menunggu beberapa saat, tuan Arvind ternyata hanya memeluknya. Hal itu membuat Ayyara tanpa sadar menghela napas lega.
"Berapa hutang orang tuamu?" tanya Arvind tiba-tiba membuat Ayyara menggeser kepalanya agar bisa melihat wajah tuan Arvind.
"Em_ tiga puluh juta." ucap Ayyara pelan membuat Arvind mendadak ingin tertawa. Ternyata hanya tiga puluh juta. Ia pikir keluarga Ayyara berhutang beberapa milyar hingga gadis itu harus menjual rahimnya.
"Lalu berapa bayaran yang Karin tawarkan?" tanya Arvind lagi.
Ayyara diam sesaat lalu menjawab. "Tiga puluh juta."
Arvind berdecak. "Kau bodoh?" tanya Arvind. Padahal jelas Ayyara bisa meminta lebih tapi wanita itu hanya meminta bayaran sebanyak hutang yang ia punya.
Ayyara tersenyum tipis lalu menyentuh perutnya. "Karena jika menerima lebih dari itu, maka_ sama saja saya menjual anak kandung saya sendiri pada orang lain."
Arvind tertegun mendengar jawaban Ayyara. Benar-benar tidak Arvind sangka kalimat seperti itu akan keluar dari mulut Ayyara.
"Sedikit atau banyak, sama saja kau dibayar." ucap Arvind. Ia ingin tahu jawaban Ayyara.
"Tuan benar. Tapi setidaknya saya tidak akan merasa bersalah pada bayi yang akan saya lahirkan nanti. Dia harus tahu bahwa ibunya melakukan itu bukan semata-mata karena uang tapi untuk membantu keluarga." ucap Ayyara lalu memejamkan matanya. Sedang Arvind hanya diam. Sepertinya ia menemukan alasan baru kenapa harus Ayyara yang melahirkan anak untuknya.
-Bersambung-
KAMU SEDANG MEMBACA
Mengandung Anak Tuan Arvind
RomanceHarap bijak memilih bacaan! Ayyara, gadis berusia dua puluh tahun yang berasal dari keluarga miskin. Bukan hanya miskin, keluarganya juga memiliki setumpuk hutang. Untuk membayarnya, Ayyara terpaksa menerima tawaran dari wanita kaya untuk melahirka...