Chapter 22

161 20 12
                                    

Ketiganya berbalik untuk memandang kegelapan di depan mereka.

"Lumos!" gumam Wonwoo kepada tongkatnya dan tongkat itu menyala lagi.

"Ayo..." Wonwoo mengajak Dokyeom dan Hoshi untuk segera berangkat, langkah-langkah mereka berkecipak keras di lantai yang basah.

Terowongan itu amat gelap, sehingga mereka hanya bisa melihat jarak sangat pendek di depan mereka. Bayang-bayang mereka di tembok yang basah tampak mengerikan dalam cahaya tongkat.

"Ingat. Begitu ada gerakan, langsung tutup mata rapat-rapat..." Wonwoo berkata pelan, ketika mereka berjalan maju hati-hati.

Tetapi lorong itu sesunyi kuburan dan bunyi mengejutkan yang pertama kali mereka dengar adalah derak keras ketika Dokyeom menginjak sesuatu yang ternyata tengkorak tikus. Wonwoo merendahkan tongkatnya untuk memeriksa lantai dan melihat lantai itu dipenuhi tulang binatang-binatang kecil.

Berusaha keras tidak membayangkan bagaimana keadaan Joshua jika mereka menemukannya, Wonwoo
memimpin dan menikung di belokan gelap di terowongan itu.

"Wonwoo, ada sesuatu di depan sana...” kata Dokyeom serak, mencengkeram bahu Wonwoo.

Mereka terpaku dan memandangnya. Wonwoo hanya bisa melihat garis sesuatu yang sangat besar dan melengkung, tergeletak tepat di depan terowongan. Benda itu tidak bergerak.

"Mungkin dia tidur." Wonwoo mendesah dan menoleh kepada dua rekannya.

Tangan Hoshi menutupi matanya rapat-rapat. Wonwoo berpaling kembali untuk memandang benda itu, jantungnya berdegup begitu kencang sampai sakit rasanya.

Sangat perlahan, matanya menyipit serapat mungkin asal masih bisa melihat. Wonwoo mengendap-endap maju, tongkatnya terangkat tinggi. Cahaya tongkat menimpa kulit ular raksasa, hijau terang, beracun dan tergeletak melingkar dalam keadaan kosong di lantai di depan terowongan. Makhluk yang melepas kulit itu paling sedikit panjangnya enam meter.

"Astaga!" kata Dokyeom lemas.

Mendadak ada gerakan di belakang mereka. Lutut Hoshi tak kuat lagi menyangganya.

"Aku gak mimpi, kan?!" Hoshi syok.

"Bangun!" kata Dokyeom tajam, mengacungkan tongkatnya ke arah Hoshi.

Hoshi bangkit dan kemudian dia menerjang Dokyeom dan membuatnya jatuh terjengkang. Wonwoo melompat maju, tetapi terlambat. Hoshi sudah menegakkan diri dengan tongkat Dokyeom yang kini ada di tangannya.

"Petualangan berakhir di sini, teman-teman! Sudah kubilang bahwa aku gak mau berurusan dengan hal-hal berbau sihir apalagi di tempat menyeramkan ini! Aku akan membuat kalian melupakan semua kejadian ini! Obliviate!" Hoshi mengangkat tongkat Dokyeom yang di atas kepalanya dan meneriakkan mantra penghilang ingatan tersebut.

Tongkat itu malah meledak dengan kekuatan bom kecil. Wonwoo melindungi kepala dengan kedua lengannya dan berlari hingga tergelincir gulungan kulit ular dan menghindar dari potongan-potongan besar langit-langit terowongan yang bergemuruh runtuh. Saat berikutnya, Wonwoo berdiri sendirian, menatap dinding kokoh karang yang rusak.

"Dokyeom! Kamu gakpapa? Dokyeom!" teriak Wonwoo.

"Aku di sini!" terdengar suara samar Dokyeom dari balik dinding runtuhan karang.

"Aku baik-baik saja. Tapi si gila ini..  Dia kena ledakan tongkatku." kata Dokyeom.

Terdengar bunyi "duk" dan jeritan keras "ow!" Kedengarannya Dokyeom baru saja menendang tulang kering Hoshi.

"Bagaimana sekarang?" suara Dokyeom terdengar putus asa.

"Kita gak bisa menembusnya. Perlu waktu lama sekali... Hoshi bagaimana?" Wonwoo mendongak dan memandang langit-langit terowongan.

SEVENTEEN : Duty After School | MinWonSeokTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang