Wonwoo tinggal di Hospital Wing selama beberapa minggu. Ketika para siswa kembali ke sekolah setelah liburan Natal, desas-desus tentang ketidakmunculannya seru sekali karena tentu saja semua mengira dia telah diserang.
Begitu banyak siswa yang datang ke rumah sakit dan berusaha mengintipnya sehingga Madam Song mengeluarkan tirainya lagi dan memasangnya di sekeliling tempat tidur Wonwoo, agar dia tidak malu sebab dilihat oleh siswa lain dengan wajah berbulu.
Mingyu dan Dokyeom datang menengoknya setiap malam. Ketika semester baru dimulai, mereka membawakannya PR setiap hari.
•••
Mingyu dan Dokyeom sekali lagi berada di tempat Kwangja diserang. Dengan tatapan sekilas mereka sudah melihat apa yang membuat Kwangsoo berteriak.
Genangan air membasahi sampai setengah koridor, dan kelihatannya air masih merembes dari bawah pintu toilet Koo Hyesun. Sekarang setelah Kwangsoo berhenti berteriak, mereka bisa mendengar tangisan Hyesun bergaung dari dinding-dinding toilet.
"Kenapa lagi tuh dia?" tanya Mingyu.
"Ayo, kita lihat." kata Dokyeom seraya mengangkat jubah sampai ke atas mata kaki.
Mereka menginjak genangan air menuju pintu yang bertulisan "Rusak" itu, mengabaikannya seperti biasa dan masuk kesana.
Hyesun sedang menangis. Kalau ini mungkin, lebih keras dan lebih seru daripada biasanya. Kelihatannya Hyesun bersembunyi di dalam klosetnya yang biasa. Toilet itu gelap, karena lilin-lilinnya padam terkena siraman air yang telah membuat dinding dan lantai basah kuyup.
"Ada apa, Hyesun-sunbae?" tanya Mingyu.
"Siapa itu? Mau melempar benda lain lagi padaku?" kata Mingyu sambil berjalan melintasi air ke biliknya.
"Kenapa aku mau melempar sesuatu padamu?" kata Mingyu.
"Jangan tanya aku." teriak Hyesun yang muncul dengan luapan air yang tercurah ke lantai yang sudah kuyup.
"Aku di sini terus. Gak pernah mengganggu orang lain, dan ada orang yang menganggap lucu melemparku dengan buku." kata Hyesun.
"Tapi kau gak akansakit kalau ada yang melemparmu dengan sesuatu. Maksudku benda itu akan langsung menembusmu, kan?" kata Dokyeom.
Hyesun pun melayang dengan cepat dan menjerit ke arah Dokyeom, "Biar
saja semua melempar buku kepadaku karena dia gak bisa merasakan!Sepuluh angka kalau kau bisa melemparnya menembus perutnya! Lima puluh angka kalau bisa menembus kepalanya! Nah, ha ha ha! Permainan yang bagus sekali,
menurutku enggak!" serunya."Siapa sih yang melemparnya kepadamu?" tanya Mingyu.
"Aku gak tahu. Aku sedang duduk-duduk di leher angsa sambil memikirkan kematian dan buku itu jatuh begitu saja di atas kepalaku. Itu bukunya di sana, hanyut." kata Hyesun sambil menatap mereka dengan marah.
Mingyu dan Dokyeom mencari di bawah wastafel, ke arah yang ditunjuk Hyesun. Sebuah buku kecil dan tipis tergeletak. Sampulnya hitam kumal dan basah kuyup seperti halnya segala sesuatu di dalam toilet itu. Mingyu pun maju untuk memungutnya, tetapi Dokyeom mendadak menjulurkan tangannya untuk mencegah Mingyu.
"Apa?" kata Mingyu.
"Kau gila? Benda ini bisa saja berbahaya." kata Dokyeom.
"Berbahaya? Hehahaha... Mana mungkin sih?"
"Kau akan heran. Beberapa buku yang disita Kementerian. Joshua cerita padaku bahwa ada buku yang bisa membuat matamu terbakar dan siapa saja yang membaca buku berjudul Soneta Penyihir, maka seumur hidup orang itu akan bicara dengan gaya pantun jenaka. Ada lagi penyihir tua wanita di bak yang punya buku yang gak bisa berhenti dibaca! Terpaksa kau akan ke mana-mana dengan buku itu di bawah hidungmu dan mencoba melakukan segala hal dengan satu tangan. Dan-"
KAMU SEDANG MEMBACA
SEVENTEEN : Duty After School | MinWonSeok
FantasyKetika sebuah sekolah yang berisikan kelompok penembak dan kelompok penyihir harus bekerja sama untuk melawan makhluk-makhluk jahat yang datang ke dunia mereka. Mampukah mereka semua selama dalam misi menyelamatkan dunia mereka? *Credits to Harry Po...