13. Dua janji

40 25 0
                                    

°°°

°°°

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

°°°

Hari kedua berkemah. Yang di mana sudah banyak kegiatan yang mereka ikuti. Semuanya bersenang-senang dengan diadakannya camping ini.

Saat ini, para siswi sedang sibuk memasak untuk sarapan pagi. Mereka sibuk menyiapkan bahan makanan yang sekiranya dibutuhkan. Kelas Sheila memutuskan untuk memasak sup telur dan tahu goreng crispy. Terlihat simpel namun percayalah ini akan sangat nikmat jika kita makan bersama-sama.

Sheila terlihat kesusahan membawa seember air untuk dimasak. "Tar, tolong bantuin bawa ini ya?" Tari menoleh lalu menghampiri Sheila.

"Sip, kita gotong bareng-bareng aja!" Sheila mengangguk. Lalu mereka berdua mulai menggotong seember air itu bersama.

Memang Sheila dan Tari sudah mulai akrab yang artinya Sheila akhirnya mempunyai teman perempuan. Lebih beruntungnya lagi Tari itu teman sebangku Sheila. Jadinya ia mudah untuk mengobrol dengannya. Orangnya juga baik dan cepat bergaul. Ternyata, camping membuatnya lebih akrab dengan yang lainnya.

"Huft!! Sumpah gue kesel banget sama tu para beban! Nggak bantuin malah pada ghibah kek mulut tetangga aja!" Ucapan kesal yang sangat ketara keluar dari mulut Tari yang baru saja menurunkan ember berisi air tadi.

Sheila mengangguk kecil. "Biasalah anak cowok emang gitu, nggak mau berusaha! Lagian kalo mereka bantuin yang ada malah tambah ribet pastinya." Tari mengangguk merasa benar dengan ucapan Sheila. Pandangan kedua gadis itu mengarah ke gerombolan laki-laki yang asik mengobrol. Keduanya berkacak pinggang diiringi helaan napas lelah.

Di sisi lain, para anak Geng Zarloz sedang berkumpul entah membahas apa. Mereka memandangi para cewek yang sedang sibuk memasak kecuali Nathan yang sedang frustasi memikirkan cara agar Sheila memaafkannya.

"Gue harus gimana woy biar Sheila gak marah lagi sama gue?" Suara putus asa keluar dari mulut Nathan.

Teman-teman Nathan yang mendengar itu hanya terdiam. "Ini beneran gak ada yang mau ngasih solusi?" Nathan menatap mereka tak percaya.

"Meneketehe kalo itu mah," ucapan Adit membuat Nathan menukikkan alisnya.

Nathan menunjuk Adit. "Ini juga salah lo ya!" Salahnya pada Adit.

Adit melotot tak terima. "Loh loh kenapa jadi gue?"

"Ya kenapa lo nggak ngasih tau dari awal kalo Naya jatuh sendiri? Kan jadinya gue nuduh Sheila duluan!" Balas Nathan mencari kesalahan Adit.

Vano melerai perdebatan. "Udah-udah kek anak kecil lo berdua! Nih ya, gimana Adit mau ngasih tau sedangkan Sheila yang mau jelasin aja lo potong duluan. Makanya kalo ada orang ngomong dengerin dulu jangan sembarangan nuduh!" Jelas lelaki itu yang membuat Nathan menyadari kesalahannya. Mereka semua diam.

Vano berdecak memecah keheningan. "Udah masalah itu nanti aja! Kali ini ada yang lebih penting." Kedua tangan cowok itu merangkul mereka semua kecuali sang leader yaitu Biru membentuk sebuah lingkaran kepala.

Mereka saling pandang sebelum, "Gak usah gini bisa kan?" Bagas mengeluarkan dirinya dari kukungan Vano disusul Nathan yang mendengus kesal.

"Apa yang penting, Van?" Tanya Adit.

"Anjir masa kalian lupa sih yang semalem? Itu loh." Mata Vano melirik ke arah Biru. Sontak semuanya menoleh ke arah lirikan cowok itu lalu setelah menyadarinya merekapun mengangguk paham.

"Eh iya juga ya, gue lupa njing!" Heboh Adit baru sadar.

Biru menyadari jika teman-temannya menatap ke arah ia pun menaikkan satu alisnya. "Kenapa?"

Mereka kaget. "Ekhem, nggak papa," ucap Bagas mewakilkan.

Kemudian Vano mengkode Bagas untuk menanyakannya namun lelaki itu menggelengkan kepalanya. Vano meminta Nathan dan juga dibalas dengan gelengan kepala. Terakhir ia memaksa Adit untuk menanyakan dan akhirnya lelaki itu mengangguk dengan ogah-ogahan. Adit, anak yang malang.

Adit menguatkan mentalnya. Belum sempat berbicara ia sudah mendapatkan tatapan maut dari Biru. Ia meneguk ludahnya kasar. "B-bos, s-semalem lo serius ngasih bunganya buat Sheila?"

Biru menghisap rokoknya. "Kenapa, ada masalah?" Asap rokok mengepul bersamaan saat pertanyaan itu keluar dari mulutnya.

"Lo suka sama Sheila?" Pertanyaan itu tiba-tiba keluar dari mulut Nathan.

Pasalnya ia curiga dengan tingkah Biru yang menurutnya sangat aneh dimulai dari saat di toko perlengkapan camping. Ia jelas bertemu dengan Biru dan Sheila yang juga membeli perlengkapan bersama. Dan tangan Sheila yang menggenggam tangan Biru erat juga menjadi tanda tanya baginya. Ditambah lagi soal semalam, Biru yang memberi bunga kepada Sheila membuat ia berspekulasi jika lelaki itu menyukai Sheila. Tapi kenapa hatinya menolak jika memang benar Biru menyukai Sheila?

Biru menoleh menatap Nathan. "Bukan selera gue." Entah kenapa setelah Biru mengucapkan hal itu hati Nathan merasa lega .

Biru lalu berdiri membelakangi mereka yang sedang memandangnya. Ia hendak melangkah namun langkahnya terhenti hendak mengucapkan sesuatu. "Yang tadi gue ralat, bukan selera gue tapi.." Biru menoleh menatap Nathan lalu tersenyum miring.

"Idaman gue."

°°°

Setelah sarapan tadi, tiba-tiba Biru mengajaknya untuk bicara. Sheila yang penasaran dengan apa yang ingin Biru bicarakan akhirnya hanya mengangguk. Ia mengikuti langkah besar Biru yang mengajaknya ke suatu tempat. Setelah sampai, ia tersenyum lebar melihat sebuah air terjun yang ternyata tak jauh dari lokasi camping.

"Wah cantik banget!" Gadis itu terlihat bahagia lalu mulai duduk di bebatuan. Tangan lentiknya menyentuh air mengalir yang sangat dingin dan segar.

Gadis itu asyik sendiri lupa dengan Biru yang memandangnya dengan senyuman yang hampir tak terlihat. Tersadar jika ia sudah mengabaikan Biru, Sheila langsung meminta maaf kepada lelaki itu.

"Jadi, lo mau ngomong apa?" Sheila terlihat penasaran.

Biru menggaruk tengkuknya yang tak gatal bingung mau ngomong dari mana. "Ehm, lo udah dikasih tau sama nyokap gue?"

"What?" Kaki Sheila mengayun-ayun di dalam air. Untungnya gadis itu mengenakan sandal.

"Penyakit lo," Jawab Biru dengan hati-hati.

Sheila mengangguk kecil. "Ohh, itu... udah kok."

Biru bingung, kenapa Sheila terlihat santai. "Lo nggak kaget?"

Sheila menggeleng. "Nggak, soalnya gue juga udah tau dari dulu kalo ada yang nggak beres sama gue," Biru mengangguk paham.

"Biru," Panggil Sheila.

"Ya?" Jawab lelaki itu.

Sheila mendekat ke arah Biru dengan tatapan memohon. "Gue mohon lo jangan kasih tau siapapun tentang penyakit gue ya? Plis janji sama gue!" Jari kelingkingnya diarahkan ke lelaki itu.

Biru mentautkan jadi kelingkingnya ke jari Sheila. "Gue janji, tapi lo juga harus janji kalo ada apa-apa bilang gue ya?"

Sheila mengangguk yakin. "Janji!"

Mereka berdua saling menautkan jari kelingking dengan senyum kecil dan tatapan mata yang mengisyaratkan jika mereka bersungguh-sungguh, tatapan itu terlihat dalam dan yakin kepada janji mereka. Yang di mana, janji itu akan membuat mereka terlibat ke dalam cerita yang panjang.

°°°

Janji afahh
Janji manismu omongan palsu🙄
Ahayy kiwkiw
Cukurukuk kugru

The Story Of SheilaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang