“Mereka kira kalung itu adalah Berliana Biru.”Wajahnya menoleh pada si pemilik suara, seiring tangannya mengambil handuk kecil dari dalam lemari kayu. Derap langkahnya kembali terdengar sebelum duduk bersimpuh untuk mengeringkan kaki suaminya yang sehabis berendam dengan air garam. Usia yang sudah tidak lagi muda membuat sang Raja mudah pegal-pegal, dan berendam dengan air hangat bercampur garam selalu menjadi pilihannya.
“Tapi, itu hal yang bagus,” lanjut Andreas. Kelopak mata yang mulanya terpejam itu kini terbuka, memandang Sybl berharap memberi balasan atas ucapannya barusan.
“Bagus ... karena orang-orang akan semakin buta tentang batu berlian itu, tetapi masalahnya ... ancaman kita bukan lagi tentang pejabat tinggi ataupun mereka yang punya kuasa.” Sybl berdiri sembari membawa handuk dan baskom berisi air garam yang telah mendingin--membereskannya di kamar mandi.
Andreas mengernyit bingung. “Maksudmu anak-anak kita?” tanyanya penasaran.
“Iya, tapi bukan yang utama,” jawab Sybl setelah keluar dari kamar mandi.
Pria berumur setengah abad itu berfikir sejenak, memandang langit-langit kamar dengan napas teratur. Dinding bercat putih tulang di tambah hiasan-hiasan berupa ukiran kayu dan ornamen kuno menjadi perhatian selanjutnya. Hingga salah satu ukiran kayu bergambar burung Elang yang terpasang di atas pintu kamar mengambil alih pandangan--seolah memberi tahu Andreas sebuah jawaban.
“Kau memberikan yang asli pada Selena?” Andreas beranjak dari sofa, menyusul sang istri untuk duduk di pinggir ranjang.
Sybl tersenyum hangat. “Termasuk yang tiruan. Selena satu-satunya anak kita yang tidak tertarik pada kerajaan dan isinya.”
Andreas mengangguk setuju. “Dia lebih tertarik untuk kabur dari kerajaan, dan berburu makanan ringan di pinggir jalan,”imbuhnya membuat Sybl tertawa. Anak perempuan satu-satunya itu memang sedikit berbeda. “Tapi, tentang Berliana Biru ... kita harus sedikit waspada,” lanjut Andreas, air mukanya terlihat tidak main-main.
Sybl tersenyum lembut lalu beranjak pergi ke meja riasnya--hendak menyisir rambutnya yang kusut karena seharian memakai sanggul. Sedangkan Andreas sendiri memilih membaringkan tubuhnya yang lelah ke atas kasur. Sungguh melelahkan, acara peresmian Museum Sejarah Tora berlangsung dari pagi sampai sore. Berbagai kesenian ditampilkan untuk memperlengkap acara, termasuk suguhan jajanan tradisional baik yang manis maupun yang asin.
Di tengah-tengah kesunyian itu, Andreas menegapkan badan secara tiba-tiba. “Sybl, apa menurutmu kita harus waspada terhadap adikku yang terakhir?” tanya Andreas.
Sybl membalikkan tubuhnya. “Wanita memang berbahaya Andreas--”
“Apa yang lebih berbahaya, Sybl?” Andreas beranjak dari ranjangnya.
Wanita yang sudah memasuki usia 40-an tersebut meletakkan sisirnya di atas meja, menatap lekat-lekat sang suami yang sedang memandangi foto keluarga di sisi barat kamar. Mengembuskan napas pelan, Sybl menghampiri Andreas agar bisa berdiri tepat di sampingnya. Memegang telapak tangan pria itu, Sybl ikut memandang figuran berbingkai biru seolah menilik sesuatu.
“Rasa penasaran para remaja lebih berbahaya, Yang Mulia,” ungkapnya.
Gimana prolog-nya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Hirawan Bulao [End]
Fantasy"Berlian itu berbahaya. Bila si 'pemilik' tidak bisa melakukan ritual sampai akhir, maka nyawamu akan menjadi taruhannya." Adrea--mantan atlet ice skating harus kelimpungan ketika mendapati batu Berliana Biru yang terkenal ajaib, di dalam tote bag p...