Hari Minggu yang di tunggu-tunggu pun tiba. Mereka berenam; Adrea, Kinnas, Cahya, Louis, Deyna serta Arsen--memutuskan untuk pergi ke Desa terpencil bernama Myalis yang terletak di Provinsi Itya. Sesuai perkataan Louis yang ia peroleh dari Liam, mereka akan menempuh setidaknya lima jam perjalanan darat setelah turun dari Pesawat. Dengan cekatan Arsen mengecek kembali ponsel pintarnya guna mencari tempat sewa mobil terdekat.Mereka semua hanya membawa dua koper dengan ukuran cukup besar. Tidak perlu satu orang satu, mengingat keenamnya berencana pulang selepas matahari terbenam. Kata Liam, ritual yang biasanya dilaksanakan tidak memakan waktu lama, semoga saja akan berlaku sama terhadap Adrea, Kinnas, dan Cahya. Meskipun mereka tak mengetahui Dukun yang dituju benar-benar bisa membantu atau tidak. Namun, benak selalu berharap agar semuanya berjalan sesuai harapan. Semoga saja.
"Ini pertama kalinya kau mengendarai cukup jauh. Kau yakin?" Adrea menggeret kopernya yang langsung diambil alih oleh Louis.
"Kita bisa istirahat, berulang kali."
"Kau serius?”
Louis berhenti lalu menatap Adrea lekat. "Aku tidak apa-apa, percayalah,” ucapnya meyakini Adrea.
"Dari Bandara sekitar tigapuluh menit, lebih baik kita naik taxi saja," sahut Arsen sambil menggaruk kepalanya.
Semuanya lantas mengangguk. Adrea, Kinnas, dan Louis satu mobil, taxi yang dinaiki mereka pun berjalan lebih dulu. Adrea yang duduk di pinggir kanan melihat pemandangan dari atas jalan layang yang tengah dilalui. Tidak jauh bedanya Melawa, ada banyak gedung pencakar langit di Itya, terkecuali jalanan besar yang bersebelahan langsung dengan eloknya pantai.
Tiga kali belokan, taxi yang melaju berhenti di tempat sewa mobil--dekat pantai Mindara. Kinnas segera turun dan sontak menganga takjub melihat keindahan biru laut dari seberang jalan. Angin yang berhembus lumayan kencang membawa langkah kaki Kinnas ke salah satu toko, yang bersebelahan dengan tempat mereka akan menyewa mobil. Dilihat dari namanya, sepertinya bangunan kecil itu menjual beragam aksesoris.
Gagang pintu bercat hijau tua Kinnas buka, menimbulkan bunyi lonceng yang terpasang di atas pintu. Kinnas langsung celingak-celinguk, bingung mengapa tidak ada satupun orang di sini. Kendati begitu, Kinnas tetap menyusuri setiap sudut toko yang memamerkan barang dagangannya. Ada anting yang terbuat dari tempurung kelapa, adapun kalung berbandul cangkang kerang. Meskipun terlihat sederhana, semuanya tampak bernilai seni.
"Ingin beli sesuatu, Nak?"
Kinnas hampir menjatuhkan gantungan kunci dalam genggaman begitu mendengar suara seseorang. Menoleh, ia melihat wanita tua bersetelan putih dengan motif bunga-bunga berdiri tak jauh darinya.
"M-maaf. Aku hanya melihat-lihat, Nyonya," jawabnya sopan.
Wanita tua itu tersenyum. "Tidak apa-apa. Bukan berasal dari sini sepertinya. Anak Muda berasal dari mana?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Hirawan Bulao [End]
Fantasy"Berlian itu berbahaya. Bila si 'pemilik' tidak bisa melakukan ritual sampai akhir, maka nyawamu akan menjadi taruhannya." Adrea--mantan atlet ice skating harus kelimpungan ketika mendapati batu Berliana Biru yang terkenal ajaib, di dalam tote bag p...