Bab 01 •Difference•

37 13 7
                                    

"Turunkan senjata!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Turunkan senjata!"

Serentak, para prajurit menurunkan pedang yang sempat mereka acungan ke hapadan seorang Raja dari kerajaan seberang. Suara yang memerintah tak ayal membuat serdadu tadi menunduk hormat, mempersilahkan sang pemimpin untuk melangkah tegas ke arah gerbang Istana.

"Aku sudah tahu niatan burukmu, Paolo." Suara Alejandro terdengar rendah, tetapi cukup menusuk.

Sosok di depannya berdecih. "Berlian itu, aku menginginkannya," ujar Paolo. Pria itu tidak mau membuang-buang waktu.

"Manusia tamak! Tidak cukupkah ilmu sihir kekebalan yang sudah kau punya?!" Rahang Alejandro mengeras. "Berlian itu milik kerajaan Hestria, dan kau tidak mempunyai hak apapun!" tegasnya.

Paolo tersenyum sinis, luka di sudut bibirnya bergetar karena gemeretak gigi yang beradu. "Aku akan mengirimkan surat peperangan."

"Kau benar-benar gila--"

"Berlian itu warisan ibuku. Apa kau tidak mengerti, Alejandro?"

Mendengar penuturan Paolo sontak Alejandro mengepalkan tangannya. "Beraninya kau?!"

"Lapar."

Kinnas menutup buku legenda--yang ia pinjam dari perpustakaan, dengan keadaan lemas. Berdiri di pintu masuk kantin, gadis berkepang satu itu memusatkan atensinya pada setumpuk chicken katsu yang terlihat menggiurkan. Meneguk ludah kasar, Kinnas pun menggeram kesal. Kendati orang yang ditunggu tidak juga menampakkan batang hidungnya.

"Kinnas!" Di sana, gadis berambut pendek lengkap dengan poni rata, berlari kecil menghampiri Kinnas yang bersedekap garang.

"Apa kau mengecat ulang dinding kamar mandi sampai selama itu?" tanya Kinnas berang. Rasa lapar menjadikannya sedikit emosian.

"Perutku mulas tiba-tiba, Kin." Cahya membenarkan poni-nya yang berantakan. "Sepertinya kau memang sudah sangat lapar." Gadis keturunan Indonesia itupun langsung menarik lengan sahabatnya untuk mengantri jatah makan siang mereka.

Sunshine Hawkish School, atau mereka biasa menyebutnya Snasa. SEMENAT swasta yang cukup terkenal di ibukota Melawa, lebih tepatnya dalam lingkup negara Tora. Menjadi tempat Putri Selena bersekolah--anak kedua Raja Andreas--lima tahun lalu, merupakan poin penting mengapa sekolah ini terbilang famous.

"Mereka menyediakan ikan di kondisi Tora yang sedang krisis." Kinnas berdecak kagum.

"Apa yang tidak bisa dilakukan Snasa, Kin?" Tangannya mengambil dua ekor ikan panggang sekaligus.

"Kau gila!" pekik Kinnas tertahan.

"Kinnas, semua ini memang di khususkan untuk para murid. Tidak usah bersikap tidak enak, lagi pula ini gratis."

Cahya memang luar biasa, tingkat kepercayaan dirinya patut diacungi jempol. Meskipun terkadang melebihi kapasitas, membuat Kinnas sendiri meringis--malu akan tingkah laku sahabatnya. Setelah mengucapkan terima kasih, Kinnas buru-buru melangkah pergi untuk mencari meja yang biasa mereka berdua tempati.

Hirawan Bulao [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang