Rapat selesai. Keputusannya, klub melukis akan menjadikan beberapa karya dari para anggotanya untuk ajang pameran ketika acara school anniversary nanti. Sebagai salah satu senior di klub tersebut, Adrea memiliki poin lebih untuk memamerkan hasil lukisannya ke para penghuni Snasa. Sempat bingung tatkala memilih mana yang terbaik, tiba-tiba pikirannya berpusat pada lukisan bergambar taman pusat kota Melawa--yang menampilkan dua sosok perempuan berbeda usia di dalamnya.
Sontak Adrea bersemangat, hendak pergi ke rumah lama guna mengambil lukisan yang akan ditampilkan, sekaligus melakukan hal penting ketika malam tiba (sesuai perjanjian). Sambil mengedar pandangan ke sekeliling taman belakang--yang kebetulan bersebelahan dengan gedung ekstrakulikuler, Adrea melangkah pelan, menikmati kesunyiannya karena tempat ini tampak sepi.
"Kak Adrea!"
Lantas Adrea menoleh, melihat sosok yang baru saja keluar dari ruangan ekskul balet--memanggil namanya. Merasa dugaannya benar, embusan napas kasar terdengar. Menghancurkan kesenangan sejenaknya karena kedatangan seseorang yang sangat ia hindari. Bahkan ketika di rumah sekalipun.
"Aku pikir, Kakak sudah berada di mobil," kata Sheren cengengesan, belum menyadari Adrea yang kini menatapnya malas.
"Lalu?" Adrea menaikkan satu alisnya.
Siswi tahun pertama itu tersenyum lebar. "Ayo pergi ke mobil bersama-sama, Kak!" ajaknya bersemangat.
"Tidak!"
Kaki jenjangnya kembali melangkah, hendak pergi meninggalkan Sheren yang tertegun. Tentu, semenjak satu tahun kenal sebagai saudara sambung, baru kali ini Adrea membentaknya secara terang-terangan.
"Kak Adrea marah padaku?" tanya Sheren sendu, menggenggam pergelangan tangan Adrea.
"Lepaskan! Aku tidak akan pulang ke Houses Room!" tegas Adrea melepas paksa cekalan Sheren. Melihat binar kebahagiaan gadis di depannya kembali mengingatkan kejadian Minggu malam.
Dan sebagai seorang anak yang mendapatkan perlakuan berbeda, Adrea membenci hal itu."Tapi kenapa, Kak?"
"Kau tidak perlu tahu!"
Wajah Sheren memerah, menahan tangis. "Ayah akan semakin marah bila Kakak pulang ke rumah lama."
Sekonyong-konyong Adrea membalikkan tubuhnya, tangannya lekas menarik lengan Sheren untuk membawanya ke pojok kanan taman belakang. Tempat yang jarang dikunjungi anak-anak Snasa, dekat pancuran bambu.
"Dengar! Aku tidak peduli lagi jikalaupun Ayah akan marah." Adrea menatap tajam manik Sheren yang mulai berkaca. "Dan kau! Jangan bersikap seolah-olah kita sedekat itu!" lanjutnya tegas. Melepas cekalan tangannya pada Sheren, lalu melenggang pergi.
•••
Jantungnya berdegup kencang, itulah yang Kinnas rasakan. Sambil mengelap telapak tangan yang berkeringat ke atas celana levis yang ia pakai, Kinnas menyenderkan kepalanya pada jendela bus. Memindai lekat-lekat suasana kota Melawa di malam hari. Lampu jalan bersinar terang, menyinari jalanan aspal yang banyak dilalui berbagai macam kendaraan. Kembali melihat jam tangan, menandakan bahwa sekitar sepuluh menit lagi Kinnas akan sampai di tempat tujuan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hirawan Bulao [End]
Fantasy"Berlian itu berbahaya. Bila si 'pemilik' tidak bisa melakukan ritual sampai akhir, maka nyawamu akan menjadi taruhannya." Adrea--mantan atlet ice skating harus kelimpungan ketika mendapati batu Berliana Biru yang terkenal ajaib, di dalam tote bag p...