Pagi ini, ruangan aula disibukkan oleh sebagian murid Snasa yang akan mengikuti kompetisi Snasa Yours Evaluasi. Dan teruntuk Kinnas, sejak tadi ia kerap mondar-mandir tak tentu arah seraya meremas ujung rok dan jemari bergantian. Tangan kirinya menggenggam buku catatan--hasil rangkuman materi penting yang ia buat sendiri. Meskipun Kinnas sudah siap bertempur dengan beberapa soal, tetap saja ia tidak bisa meredakan detak jantungnya yang semakin menggila.“Kinnas.”
Adrea datang, kemudian menunduk, memegang dua pundak Kinnas sambil mengatur napasnya. “Kau dari mana saja?” tanya Kinnas heran.
“Aku dari kamar mandi. Perutku mulas sejak tadi.” Adrea mendongak lalu mengernyit. “Aku cepat-cepat datang karena takut jika kompetisinya sudah dimulai.”
Kinnas tertawa pelan. “Belum, Dre. Tenang saja.”
Adrea menyengir, tak ayal memeluk Kinnas secara tiba-tiba. Tidak terlalu erat, tetapi cukup hangat. Sedikit menenangkan rasa gugup Kinnas yang tidak juga hilang sedari subuh tadi. Ia lekas membalas perlakuan Adrea, dengan perlahan. Sama-sama mengusap punggung masing-masing, seolah memberitahu kalau semuanya akan baik-baik saja.
“Kau harus percaya diri, Kin. Percaya pada kemampuan otak cemerlangmu,” ujar Adrea setelah menyudahi pelukan keduanya.
Lantas Kinnas tersenyum. “Terima kasih, Adrea.”
Adrea mengangguk. Namun, tak lama setelahnya, pengeras suara berbunyi untuk memerintahkan semua peserta SYE guna memasuki ruangan aula. Kinnas langsung melambaikan tangannya pada Adrea seraya melangkah ke dalam ruangan. Mencoba mengatur napas dan mempersiapkan diri, Kinnas duduk di salah satu kursi yang telah ditentukan.
Telinganya fokus mendengarkan kepala sekolah yang sedang berbicara di depan sana. Lalu, mereka diberi arahan oleh guru pembimbing mengenai aturan dalam mengerjakan soal. Kinnas menelan ludah, ia membaca beberapa pertanyaan pada tiga lembar kertas yang baru saja didapatkan. Dengan penuh keyakinan, Kinnas mulai menggenggam pensil, menjawab soal satu-persatu.
Detik, menit, jam. Tak terasa waktu berlalu begitu cepat. Tiga juara, diumumkan saat itu juga. Kinnas mendengarkan amat saksama, bahkan ikut bertepuk tangan memeriahkan. Hingga, semua peserta diperbolehkan keluar dari ruangan aula dengan ekspresi bermacam-macam. Dalam diam, langkah kaki Kinnas membawanya ke arah gedung utama, lantai tiga. Terus berjalan sampai ia tiba di dugout, yang telah berisi kelima temannya.
“Bagaimana, Kin?” Adrea langsung menghampiri Kinnas dengan sedikit berlari.
Deyna yang sedang mewarnai kuku Cahya pun tersentak, karena gadis di depannya segera berdiri untuk mendekati Kinnas. “Apakah soal-soalnya susah?” tanya Cahya.
“Kinnas, kau terlihat berkeringat,” ujar Deyna selepas berdiri di tengah-tengah Adrea dan Cahya.
“Apa hasilnya sudah keluar?” Arsen ikut bergabung pada kumpulan gadis di ambang pintu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hirawan Bulao [End]
Fantasy"Berlian itu berbahaya. Bila si 'pemilik' tidak bisa melakukan ritual sampai akhir, maka nyawamu akan menjadi taruhannya." Adrea--mantan atlet ice skating harus kelimpungan ketika mendapati batu Berliana Biru yang terkenal ajaib, di dalam tote bag p...