Bab 10 •What's Going On?•

16 4 8
                                    

“Halo, ada apa, Kak?” Lyana bertanya setelah menekan ikon hijau dari ponsel pintarnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


“Halo, ada apa, Kak?” Lyana bertanya setelah menekan ikon hijau dari ponsel pintarnya. Langkah kaki jenjangnya pun tetap menyusuri lorong lantai tiga. Gedung utama Snasa.

“Kau tidak pernah ke Istana, Ly. Tidak rindu denganku.” Selena tertawa diujung kalimatnya.

Sedangkan Lyana memutar bola mata, ia mulai lelah dengan sikap Putri Tora yang amat percaya diri. “Tugasku banyak, Tuan Putri.”

“Ya-ya, alibimu.”

“Kenapa juga, Kak Selena, tidak mengajak sang pujaan hati.”

“Pujaan hati apanya? Don't be a smartass, Ly.”

Lier.” Lyana terkekeh. “Sudah dulu, aku akan memasuki kelas.”

“Baiklah. Belajar yang rajin adik--”

Lyana mematikan panggilan secara sepihak. Tak ayal tawaan geli ia keluarkan, membayangkan raut wajah sepupunya saat ini. Kendati begitu, Lyana dengan cepat mengubah ekspresi, mengingat perbuatannya yang mungkin saja akan merugikan Selena. Cepat atau lambat.

•••

"Kau, Kinnas, bukan? Murid beasiswa yang mengikuti kompetisi SYE?"

Kinnas hampir saja menjatuhkan buku di tangannya kala Liam berdiri tepat di sampingnya sambil tersenyum manis, memperlihatkan dua lesung pipi yang cukup menawan. "Emm, y-ya, kemarin aku baru saja mendaftar."

Liam mengangguk paham. "Aku juga mengikutinya, kau mengenalku, kan? Tidak-tidak, sudah pasti semua anak Snasa mengenal vokalis band Lunar satu ini." Tangannya menunjuk gambar bulan sabit di jaket denim yang ia kenakan.

Pede sekali, batin Kinnas.

"Hahaa, aku bercanda, ekspresi wajahmu lucu sekali." Liam tergelak, mencoba mencairkan suasana.

Kendati Kinnas ikut melepas tawa, meskipun sedikit terpaksa. Iris hitamnya terus memantau Liam yang sedang memilah-milah buku dengan gaya sekeren mungkin--menurutnya. Dalam benak Kinnas, ia sedikit menyesal sebab tidak membawa Cahya bersamanya. Setidaknya Kinnas memiliki alasan untuk menjauhi pemuda ini, karena sahabatnya itu tak betah berlama-lama di perpustakaan.

"Kau satu klub dengan Lyana, bukan?" tanya Liam.

"Iya. Dia akan membacakan puisi di acara school anniversary nanti." Kinnas mengingat gadis berambut pirang itu dengan amat jelas.

Pemuda di sana masih memusatkan atensinya pada sekumpulan buku. "Kau mempunyai nomor ponselnya?"

Kinnas tersentak. "A-aku, maksud--"

"Tidak-tidak. Sepertinya kau tidak dekat dengannya." Liam memotong kalimat Kinnas. "Kalau begitu terima kasih atas perbincangan singkatnya, Kinnas. Aku pergi dulu." Tanpa menunggu respon dari sang lawan bicara, Liam melenggang pergi. Meninggalkan segala macam pertanyaan bagi Kinnas yang kebingungan.

Hirawan Bulao [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang