Aku menunggumu di luar gerbang.Setelah membaca pesan singkat itu, Kinnas langsung beranjak dari kursi perpustakaan. Langkah kakinya menyusuri koridor gedung kanan lantai satu lumayan tergesa, karena tak mau orang di luar sana menunggu kehadirannya terlalu lama. Hoodie abu tua yang Kinnas pakai tampak kebesaran, begitu juga dengan saku depan yang mampu menyimpan buku Hirawan Bulao.
Semenjak pertemuan Kinnas dan Adrea di kafe dekat Allison Mall, keduanya menjadi lebih sering bertukar pesan--tidak jauh-jauh dari pembahasan Berliana Biru ataupun Hirawan Bulao. Yang membuat Kinnas terkejut adalah kejadian semalam, saat ia sedang sibuk berkutat dengan soal Matematika yang membuat kepalanya mengepul panas, Adrea tiba-tiba menelponnya. Menelpon karena hendak mengajaknya untuk menggunakan Berliana Biru, membuat sebuah permohonan.
Speechless. Kinnas sampai berpegangan pada pinggiran kursi sangking terkejutnya, tetapi tak menutup kemungkinan kalau dirinya juga mulai tergiur oleh ajakan Adrea. Sebab itu, hari ini keduanya sepakat untuk membahas lebih jauh rencana mereka di rumah lama Adrea. Kendati rumah tersebut tidak ada kehadiran Kelan dan yang lainnya, menjadikan aksi diam-diam keduanya lebih mulus sekaligus aman.
Melihat tugu bertuliskan Sunshine Hawkish School, menandakan Kinnas telah sampai di lapangan utama Snasa. Perjalanannya hampir sampai setelah melewati post satpam, lalu gerbang besi yang masih terbuka lebar. Sedan hitam akhirnya terlihat, membuat Kinnas kembali bergegas untuk memasuki kendaraan roda empat tersebut.
Gadis itu bernapas lega, tanpa tahu kalau ada seseorang yang memperhatikannya sejak tadi, dari lantai tiga gedung utama.
“Jalankan mobilnya, Paman,” perintah Adrea setelah Kinnas memasuki mobil.
Dua gadis itu sempat menyapa sebentar, sebelum kembali terdiam untuk menikmati perjalanan menuju rumah lama Adrea. Ternyata, jaraknya tidak terlalu jauh dibandingkan Houses Room yang membutuhkan waktu sekitar tiga puluh menit.
Tidak henti-hentinya Kinnas berdecak kagum ketika langkah kakinya memasuki bangunan bergaya Mediterania. Di bagian depan rumah terdapat dua pilar yang terbuat dari batu alam, lalu masuk ke dalam--dinding bertekstur hasil campuran semen dan pasir yang diplester, memberi kesan klasik. Tak lupa dengan ubin bercorak warna-warna vibrant yang sangat cocok digunakan pada lantai beserta hiasan di tangga, membuat vibe Spanyol semakin kentara di sini.
Adrea mengajak Kinnas untuk berjalan lebih jauh, melewati ruang tamu berlanjut ruang keluarga yang banyak dihiasi ornamen lengkungan pada jendela. Dari balik pintu kaca alumunium, Kinnas melihat kolam ikan tidak terlalu besar yang dihiasi lampu ultra violet di sekitarnya. Setelah melewati pembatas, Kinnas memandang hamparan rumput memenuhi taman, belum lagi beberapa tanaman sukulen dan kaktus yang tumbuh di pinggiran taman. Terdapat gazebo di sudut kiri, lantas Adrea segera mengajak Kinnas ke sana.
“Kau mau minum apa, Kin?” tanya Adrea, menyebutkan nama akrab sosok di depannya.
“Sama sepertimu.” Kinnas melihat satu orang pelayan sedang berbincang dengan Adrea.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hirawan Bulao [End]
Fantasy"Berlian itu berbahaya. Bila si 'pemilik' tidak bisa melakukan ritual sampai akhir, maka nyawamu akan menjadi taruhannya." Adrea--mantan atlet ice skating harus kelimpungan ketika mendapati batu Berliana Biru yang terkenal ajaib, di dalam tote bag p...