Juan terus memantau dua gadis yang hendak memasuki mobil dari balik jendela apartemen. Keduanya begitu akrab, sedikit menimbulkan kebingungan bagi Juan yang penasaran. Rasa terkejutnya belum reda sedari Adrea--yang Kinnas katakan merupakan temannya, mengunjungi kediaman mereka untuk mengajak adiknya menginap di rumah lama Adrea. Bahkan tadi, bukan hanya Juan yang terperangah, tetapi juga Adrea. Ternyata keduanya sudah pernah bertemu sebagai kasir dan pelanggan, ketika malam setelah acara ulang tahun Selena.
Menyudahi kegiatannya, Juan menatap layar ponsel seraya berjalan menuju kamar Kinnas. Perlahan, ia menutup pintu, kemudian mengedar pandangan hingga terpusat pada selimut bergambar kartun milik sang adik. Juan ingat betul tatkala dirinya menemukan buku berjudul Hirawan Bulao, di bawah kain penutup tubuh tersebut. Alasan yang sama mengapa pemuda itu kini menyusuri setiap sudut ruangan guna mencari buku berisi gambar Berliana Biru. Bersamaan, suara dering telepon dari Selena pun terdengar.
"Hm, ada apa? Kau belum tidur?" Juan bersuara lebih dulu sambil memilah-milah beberapa buku di meja belajar milik Kinnas.
"Tidak mungkin aku tidur jam segini, Ju."
"Lalu, kenapa kau menelpon?"
"T-tentu saja merindukanmu."
Juan tersenyum, begitu juga Selena yang langsung menutup seluruh wajahnya menggunakan boneka beruang pemberian si lawan bicara. "Aku juga merindukanmu, Selena."
"O-oke." Selena mencoba menormalkan degup jantungnya di saat dua pipinya telah memerah layaknya kepiting rebus.
Dalam senyuman yang masih terpancar, Juan mulai mengerutkan kening ketika tidak menemukan buku yang dicari-cari. Bahkan sang kekasih kerap dianggurkan sebab ia tengah sibuk berjalan ke sana kemari. Hingga, satu opsi tercetus begitu saja. Juan lekas menduduki kursi lalu mengucapkan 'halo' beberapa kali pada Selena.
"Ada apa, Ju? Ini masih tersambung."
"Baiklah, aku ingin bertanya." Juan mengetuk meja menggunakan telunjuknya.
"Bertanya apa?"
"Tentang ... dua gadis yang mengembalikan Berliana Biru."
Selena sedikit terkejut, tetapi ia buru-buru mengenyahkan kerutan di dahinya. Lagipula niat si pemuda tidaklah buruk. Juan hanya takut kalau adiknya salah jalan, karena itu ia perlu memastikan.
"Ya, kenapa dengan dua gadis--"
"Apa mereka membuat permohonan?"
"Tidak." Selena memainkan renda piyamanya. "Ibu mengatakan mereka ke Istana untuk mengembalikan Berliana Biru, hanya itu saja."
Juan mendesah lega. "Jadi, kau tahu siapa yang mencuri Berliana Biru dari kamarmu?"
"Tidak. Ibu tidak memberitahuku. Mereka hanya mengatakan kalau masalah sudah selesai."
Juan kembali mengusap dada. Segera, ia beranjak berdiri untuk keluar dari kamar Kinnas. "Selena, apa Istana tidak kehilangan benda lain?" Tangannya sudah memegang kenop pintu, tetapi belum berniat membukanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hirawan Bulao [End]
Fantasy"Berlian itu berbahaya. Bila si 'pemilik' tidak bisa melakukan ritual sampai akhir, maka nyawamu akan menjadi taruhannya." Adrea--mantan atlet ice skating harus kelimpungan ketika mendapati batu Berliana Biru yang terkenal ajaib, di dalam tote bag p...