Bab 25 •Spreading Flowers And Plans•

6 3 2
                                    

Adreanna

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Adreanna

Louis, pulang acara nanti, bisa kita bertemu.

Aku ingin membicarakan sesuatu.

Lou, bisakah kau membalas pesanku?

Ini tentang Berliana Biru, aku ingin berhenti.

"Kau ingin memikat seorang gadis, Lou?"

Louis tidak menjawab pertanyaan Liam. Sesaat ia menyimpan kembali ponselnya ke dalam saku celana Levis yang ia kenakan, memindai sekitar--menunjukkan keramaian taman pusat Melawa. Festival Tebar Bunga tengah diadakan hari ini, dan setiap tahunnya selalu begini. Panggung di pinggiran taman, berbagai stan menjual makanan maupun minuman, serta pancuran tingkat tiga yang telah dihiasi bunga-bunga kecil yang terbuat dari limbah plastik.

"Apapun itu bukan urusanmu. Aku hanya ingin kau memberitahuku, di mana letaknya." Louis memajukan tubuhnya, menatap Liam tajam.

Sontak Liam terkekeh. "Jika Ibuku bilang, letaknya di pelosok Itya. Dekat pantai Mindara, lalu menyusuri jalanan aspal yang mengarah ke hutan. Setelahnya, kau akan menemukan warung kecil di pertengahan hutan, kau bisa bertanya pada orang yang ada di sana."

"Lalu? Kenapa kau tidak langsung menjelaskan secara rinci?"

Liam terkekeh, lagi. "Baiklah. Setelah melihat warung kecil, kau harus menghampiri, sekedar menyapa ... menjaga sopan santun. Kembali berjalan, kau akan menemukan dua pohon besar, perbatasan antara jalan aspal dan jalan tanah biasa. Setelah itu teruslah berjalan hingga kau menemukan rumah kayu."

Louis menyandarkan kepalanya pada sandaran kursi. "Terima kasih. Aku akan mengirimkan uangnya ke rekeningmu setelah acara selesai."

"Tidak usah terburu-buru, aku tidak semiskin itu."

"Lalu mengapa kau meminta imbalan?"

Seketika Liam tersedak minuman dingin yang sedang diteguknya. Ia bahkan mengumpat berkali-kali. "Tidak ada yang gratis di dunia ini, Lou. Hal yang kuberitahukan padamu tadi, merupakan rahasia besar. Hanya segelintir orang yang tahu."

"Ya-ya. Tempat khusus Ibumu mempertahankan kecantikannya." Louis beranjak berdiri, memberikan sejumlah uang untuk Liam membayar minuman mereka.

Pemuda itu lekas melangkah menjauh, memasangkan kembali kacamata hitamnya seraya tetap berjalan. Ia melewati kursi penonton yang menghadap langsung ke depan panggung. Di sisi barat, yang berjarak lumayan dekat dengan pancuran, terdapat karpet merah melingkar yang nantinya akan menjadi tempat dansa--bagi muda-mudi yang telah resmi sebagai sepasang kekasih. Namun, perhatian Louis mengarah pada Adrea yang duduk di kursi penonton baris pertama, sebelum ia memasuki mobilnya yang terparkir di dekat minimarket tutup.

Adrea yang sempat diperhatikan tidak tersadar. Ia memusatkan atensinya ke arah Mia dan Martin yang ternyata ikut hadir memeriahkan Tebar Bunga tahun ini. Senyuman di wajah sepupunya membuat Adrea ikut tersenyum, bahkan ketika sejoli itu mulai mendekati karpet merah untuk berdansa. Semua wartawan langsung ikut membututi, tak terkecuali sebagian pengunjung yang juga turut mengabadikan momen calon Raja dan Ratu masa depan. Dalam diam, Adrea hanya berharap kalau wajah bahagia keduanya bukanlah setting-an belaka.

Hirawan Bulao [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang