Seminggu berlalu, Samuel telah kembali dari acara sekolah nya dan David.. Pemuda itu jarang pulang, pemuda itu terkadang hanya pulang sekali dalam dua hari, itupun jika ia ingin.
Sedangkan sekarang Alvin sedang kedatangan tamu, sepasang suami-istri dan seorang anak perempuan yang kini tenggah duduk di depan Alvin.
"Aku datang ke sini ingin menitipkan anak kami" Ujar seorang Pria menggunakan setelan jas rapi, duduk dengan tegab dan menatap Alvin dengan serius.
Alvin menatap binggung Pria yang ada di depannya, memang Pria itu adalah saudara Alvino tapi.. Ada alasan apa pria beserta istrinya itu menitipkan anaknya?
"Emhh, ada apa? Kenapa kau menitipkan anakmu padaku?" Tanya Alvin dirinya menatap sepasang Suami-istri yang kini tenggah saling tatap.
Lantas sang pria menghela afas dan kembali menatap Alvin. "Aku dan istri ku akan pergi ke Amerika karena ada pekerjaan yang mengharuskan ku untuk mengajak Tiara.. Sedangkan aku tak bisa mengajak anakku 'Sania, karena ia akan melaksanakan ujian. Kau tau sendiri kalau sekarang Sania baru kelas 9 yang artinya sebentar lagi akan melakukan ujian untuk kelulusan"
Alvin mengangguk dengan pelan, setelah mendengar penjelasan panjang lebar dari saudara Alvino bernama Bryan Pratigta, sedangkan istrinya bernama Tiara Pratigta, dan anak mereka bernama Sania.
Jika kalian bertanya kenapa anak Bryan dan Tiara tak menggunakan marga keluarga mereka, karena Sania adalah anak angkat. Gadis itu di angkat menjadi anak mereka saat anak itu berusia 9 tahun, alasan mereka mengadopsi anak karena mereka tak bisa di karuniai seorang anak atau lebih jelasnya mandul.
"Baikhlah.. Tapi berapa lama kalian akan pergi?"
"Kami tidak tau, tapi mungkin hanya beberapa hari. Tapi itu jika mungkin karena aku lumayan banyak pekerjaan di sana"
"Baiklah kalau begitu kami pamit" Bryan beranjak dari duduknya lalu pergi dari sana.
Sedangkan Tiara ia lebih dulu menciumi seluruh wajah Sania membuat anak itu tertawa. Alvin melihat itu dengan seksama, lama menatap interaksi anak dan ibu itu ia tersadar setelah merasakan sedikit pergerakan di pangkuannya.
Alvin menunduk menatap Clay yang tenggah memeluk tubuhnya dengan erat, sepertinya bocah itu iri pada Sania."Sayang, mama pergi yah. Baik baik sama paman mu, Alvin aku pamit dan trimakasih sudah mau menjaga Sania" Alvin mengangguk pelan dan Tiara langsung pergi dari sana menyisakan tiga manusia yang sama-sama diam membisu binggung apa yang ingin di bicarakan.
Hari sudah beranjak sore dan sebentar lagi akan memasuki malam hari, Alvin kini tenggah sibuk memasak di dapur. Sedangkan Sania dan Clay tenggah asik di ruang keluarga, sedangkan Samuel pemuda itu belum pulang setelah tadi meminta izin pada Alvin untuk pergi nongkrong bersama teman-teman nya.
"PAMANN!!!!!"
Alvin terperanjat saat dirinya mendengar suara teriakan cempreng yang begitu nyaring memenuhi rumah yang begitu luas, dan tak lama setelah itu terdengar suara tangisan yang begitu keras.
Alvin dengan terburu-buru mematikan kompor dan berlalu dari dapur sedikit berlari ke arah ruang tamu.
Alvin dengan sigap duduk di lantai dan langsung menggendong Clay yang tenggah menangis dengan kencang memenuhi gendang telinga mereka.
"Ada apa? Kenapa kau berteriak dan kenapa Clay bisa menangis" Alvin bertanya sembari bergerak ke kiri dan ke kanan berusaha menenangkan Clay yang tenggah menangis dalam gendoganya.
"Paman~ Clay tadi menganggu ku saat tenggah mengutek kuku, jadi aku marah dan berteriak" Sania mengadu sembari menatap Alvin dengan wajah memelas, Alvin bukanya kasihan tapi ia malah marah, apa yang gadis di depannya ini perbuat pada Clay hingga boca itu menangis.
"Daddy.. Atit, hic pala Lay atit hiks" Clay berseru dengan nada bergetar tangan anak itu sedari tadi terus memengangi kepala bagian belakang nya, entah karena apa.
Alvin menunduk menatap Clay yang tenggah menatapnya dengan mata yang terus mengeluarkan cairan bening.
"Terus, kenapa Clay bisa menangis seperti ini?" Alvin kembali bertanya dan mengalihkan tatapannya menatap Sania yang tenggah menatap Clay dengan pandangan tidak suka (?).
"Tadi saat Clay menarik tanganku, aku tak sengaja mendorongnya hingga jatuh.. Dan membentur lantai"
Alvin menghela nafas lantas dirinya duduk di sofa dan mengelus kepala Clay dengan sayang. "Tapi Sania, Clay masih kecil dan dia juga tak sengaja memegang tangan mu. Kau tak seharusnya mendorongnya hingga jatuh" Alvin berusaha berbicara dengan lembut walau amarah nya mungkin sebentar lagi akan meledak.
"Tapi paman!"
"Sania kenapa kau berteriak pada Daddy ku" Sesosok pemuda berkulit putih tiba-tiba datang dan menyela perkataan Sania, Samuel menatap binggung Sania yang baru saja berbicara dengan nyaring pada Daddy nya dan Clay yang tenggah menangis.
"Dia membuat Clay menangis karena membentur lantai" Alvin menjawab setelah melihat Sania yang diam menatap Samuel dengan tatapan kagum nya.
"Kak Sam! Clay tadi menganguku dan paman membentak ku" Sania beranjak dari duduknya, dia berjalan menuju Samuel yang tenggah berdiri. Gadis itu sedikit gugup saat dekat dengan pemuda yang ia puja-puja.
Samuel mengernyit dan menatap Alvin dengan binggung. "Dad? Apa benar?"
Alvin menghela nafas dan manatap Samuel dengan datar, "kau bodoh Sam! Jelas-jelas Sania membuat Clay menangis jadi aku memarahinya tapi tak membentak nya ingat itu! "
"Tapi Dad-"
"Terserah kau saja" Alvin menyela perkataan Samuel dan beranjak dari duduknya melangkah menuju tangga meninggalkan Samuel dengan seribu penyesalanmu nya, sedangkan Sania tampak bahagia berdekatan dengan sang pujaan hati.
832 kata...

KAMU SEDANG MEMBACA
Daddy
Science Fictionbagaimana jika seorang pemuda sebatang kara tak memiliki keluarga satupun, malah mengalami sebauh kecelakaan yang membuat nya ber transmigrasi ke raga seorang duda tiga anak? sanggup kah pemuda tersebut menjalani kehidupan keduanya di raga pria ter...