Di hari yang sama David melangkahkan kakinya menuju pintu kamar bercat coklat gelap, kamar yang berada bawah tangga itu adalah tempat penyimpanan barang yang berharga, atau bisa di sebaut dengan sebauh gudang yang jarang terbuka.
Tangan besar dan berurat itu membuka gagang pintu dengan pelan.
Krieeet...
Pintu bercat coklat gelap itu terbuka dengan suara khas pintu lama yang tak pernah terbuka.
Ruangan yang gelap dan berdebu adalah pemandangan pertama yang David lihat saat membuka pintu.Kaki jenjangnya ia bawa memasuki kamar tersebut, tangan kanannya telulur untuk meraba area dinding yang dekat dengan pintu.
Tek.
Saklar lampu berhasil David gapai dan segera ia nyalakan, lampu yang remang-remang dengan sesekali mati itu adalah penerang untuk David mengambil sebauh barang yang ia cari.
Ia melangkah dengan sesekali menoleh ke kanan dan ke kiri, berusaha untuk mencari benda yang ia ingin ambil.
Pandangan David berhenti tepat di sebelah kanan kamar itu, tepat di samping sebauh jendela yang lumayan besar dengan gorden berwarna hitam yang sedang bergoyang-goyang ada sebauh meja berdebu dengan beberapa laci yang sedikit terbuka dan tepat di atas meja tersebut terdapat benda yang David cari. Sebauh bingkai foto dengan tiga orang di dalamnya.
David mendekat pada meja itu, tepat saat tangannya hampir menggapai bingkai yang sudah lumayan tua itu, Fokusnya teralih kan pada laci meja yang sedikit terbuka, ada sebauh flashdisk berwarna hitam dengan berukuran kecil dan di samping flashdisk itu terdapat sebauh surat dengan tulisan surat adopsi atas nam-
Prangg...
David tersentak saat indra pendengaran nya mendengar suara benda yang jatuh tepat di belakang dirinya berdiri.
David menoleh menatap pada bagian belakang yang terdapat sebauh tangga tua yang tak pernah di gunakan, dirinya menunduk menatap pada lantai dekat tangga itu. Ternyata hanya sebauh gelas yang jatuh.
David kembali berbalik dan tangannya telulur mengambil bingkai foto, flashdisk, dan terakhir sebauh surat yang belum selesai ia baca. Sebenarnya dalam benaknya David berpikir bahwa kertas dan flashdisk yang ia ambil tidak berguna namun, ada perasaan yang memaksa nya untuk mengambil.
"Sedang apa kau?!"
David tersentak, sudah dua kali ia kaget denga cara yang berbeda dan hampir saja surat yang sedang ia genggam terjatuh ke lantai.
David berbalik dengan tangan sebalah kanannya yang mengenggam kertas ia taruh ke belakang tubuhnya.
"Tidak ada" Balasnya acuh setelah melihat siapa yang tadi sempat menegurnya. Ratna, wanita paruh baya yang hampir menginjak usia kepala tujuh itu yang tadi sempat menegur David.
David melangkah mendekati pintu dan berhenti setelah beberapa langkah dirinya keluar dari gudang itu,
"Kau tak ingin melihat Daddy mu? Ia sedang sakit" David kembali berbalik menatap Ratna yang juga sedang menatapnya.
"Aku tak peduli, lagi pula pria itu pasti akan segera mati" Sahutnya dengan wajah datar andalannya, pemuda itu menatap wanita paruh baya di depannya dengan tatapan malas sekaligus rindu?
David pergi tampa menunggu jawaban Ratna yang sudah membuka kedua belah bibirnya bersiap untuk menjawab kata-kata serkas pemuda itu.
...
David menjalankan mobilnya dengan kecepatan yang lumayan kencang, tangan kirinya sibuk mengambil sebauh kertas yang tadi sempat ia bawa dari gudang sedangkan tangan kanannya sibuk mengendalikan kemudi/stir.
Setelah mendapatkannya ia membuka map yang menutupi surat berharga itu.
David menunduk menatap surat yang tadi sempat belum ia baca, sedangkan mobilnya tetap berjalan dengan kecepatan yang kencang.
"Surat adopsi atas nama David Said-"
Tunggu, kenapa ada nama dirinya di kertas ini? David menatap binggung kertas yang sedang ia pegang tampa mempedulikan bahwa mobil yang ia kendarai sedang berjalan, walau jalanan yang lurus dan tidak padat tapi, itu tidak memungkinkan bahwa akan ada kecelakaan kan?
David kembali membaca surat yang ia genggam dengan seksama berharap bahwa nama yang ia baca akan berubah, namun setelah dua kali dirinya membaca surat itu namanya tetap tercantum di sana.
David menghela nafas dengan kasar, pikirannya mulai berpikir apakah surat yang ia genggam ini benar, jika benar berarti ia sama saja tidak berterima kasih atas apa yang mereka berikan untuknya.
Tapi..
Itu salah Alvin juga kan?
David kembali memfokuskan penglihatannya ke arah jalan raya namun sebelum itu, ia di kagetkan dengan suara klakson yang sangat nyaring dari arah sebelah kiri dirinya berada.
David menoleh ke samping dan..
Citt..
Brukk
Duaghh..
***
Sedangkan itu di tempat yang jauh dari sana terdapat seorang pria yang sedang berjalan dengan tertarih menuju ke arah tangga yang berada di rumahnya.
Pria itu tak lain adalah Alvin, pria yang menjabat sebagai duda tiga anak itu memaksa dirinya untuk bangun dari tempat tidur untuk menuju ke lantai bawah untuk mengambil segelas air.
Walau dengan kaki yang tidak memungkinkan untuk berjalan dengan baik, walau sebenarnya ia bisa saja menyuruh orang yang berada di rumah ini namun, ia tak tau mereka sedang berada di mana.
Alvin melangkah dengan pelan sembari memegangi dinding atau benda yang bisa ia gapai untuk membantu dirinya berjalan.
Alvin mendakat pada tangga, sebalah kakinya bersiap untuk menapak di satu anak tangga namun mungkin kehendak Tuhan berbeda.
Saat kakinya hampir menyentuh tangga bawah kaki sebalah kanannya malah tersandung dengan kaki sebalah kirinya, dan
Brughh..
Alvin jatuh dari anak tangga yang tinggi itu dengan terguling-guling dengan kencang dan berakhir dirinya menabrak sebauh meja yang memang ada di ujung tangga hingga membuat pot bunga besar yang ada di atas meja itu jatuh dan menimpanya.
Pranggg..
"DADDY!!"
857 kata...
KAMU SEDANG MEMBACA
Daddy
Science Fictionbagaimana jika seorang pemuda sebatang kara tak memiliki keluarga satupun, malah mengalami sebauh kecelakaan yang membuat nya ber transmigrasi ke raga seorang duda tiga anak? sanggup kah pemuda tersebut menjalani kehidupan keduanya di raga pria ter...