MWCM-13

6.2K 467 80
                                    

Jaemin menatap pintu kamar yang terkunci, dirinya menghela napas sebentar kemudian meninggalkan kamar yang terkunci itu, mungkin Jisung butuh waktu sendirian.

Jaemin kembali ke lantai bawah menuju ruang tamu, diam-diam Jaemin bersyukur karena dirinya tidak pernah menaruh bingkai foto pernikahan mereka. Jika tidak mungkin Tuan Kim dan Wina akan mengetahui bahwa Jisung adalah istrinya.

Ngomong-ngomong kedatangan mereka saat ini sebenarnya hanya ingin mendekatkan diri. Lalu tuan Kim beberapa kali menyinggung tentang pertunangan. Tuan Kim beralasan untuk mempererat hubungan keduanya bukankah lebih baik Wina dan Jaemin menikah?

Tentu, Jaemin menyetujui hal itu. Menurutnya selain cantik, Wina juga membawa keuntungan baginya, Jaemin sama sekali tidak mendapatkan kerugian bukan? Karena alasan itulah Jaemin akhirnya memutuskan untuk melaksanakan pertunangan di bulan depan.

Lagipula urusan Jisung adalah hal yang mudah, Jaemin yakin Jisung tidak akan melawan apapun keputusan yang dia ambil.

Jaemin berjalan menuju luar, saat mendengar suara bel. Dirinya membukakan pintu, disana ada satpam yang mengantarkan makanan.

"Dari siapa?"

"Ayahnya Tuan Jisung," jawab satpam tersebut.

Jaemin mengangguk kemudian mengambil makanan tersebut, kemudian satpam itu pergi kembali ke tempatnya.

Jaemin menaruh makanan itu di meja makan, dirinya langsung berjalan menuju kamar mereka memberitahukan pada Jisung bahwa ayahnya mengirimkan makanan untuk anaknya.

Jaemin mengetuk pintu, "Jisung, ayahmu mengirimkan makanan untuk mu!"

Jisung yang menangis di kamar langsung mengusap air matanya, dirinya berdiri membuka pintu kemudian keluar dari kamar tersebut.

Jaemin menatap Jisung yang kini matanya sudah bengkak karena menangis namun, Jaemin nampak sama sekali tidak peduli.

Jaemin masuk ke dalam kamar dia harus mandi dan bersiap untuk menghadiri makan malam bersama keluarga Kim, "Malam ini, aku tidak akan makan malam di rumah. Jadi masaklah untuk dirimu sendiri,"

Jisung hanya mengangguk, dirinya berjalan menuju dapur. Selama berjalan Jisung kerap kali menitikkan airmata. Jujur saja Jisung merasa sakit apalagi tadi Jaemin kembali acuh kepada dirinya. Jaemin juga tidak memberikan penjelasan kepadanya tentang hal apa yang membuat Jaemin tidak mengakui dirinya sebagai pendamping hidupnya.

Tapi setelah dipikir-pikir Jaemin memang tidak pernah menyebut dirinya sebagai seorang istri ataupun lainnya. Jaemin menyembunyikan dirinya, bahkan saat hubungan mereka terlihat begitu baik Jaemin masih memberikan obat pencegah kehamilan. Dari keseluruhan itu dapat Jisung simpulkan bahwa Jaemin hanya menganggap dirinya sebagai seorang penghibur yang akan selalu ada setiap dia membutuhkan Jisung, tapi setelah tidak dibutuhkan Jaemin akan kembali acuh seperti sikapnya yang sebelumnya.

Jujur saja Jisung benar-benar merasa sakit dengan semua hal yang telah Jaemin berikan. Andai saja dia bisa lepas dari hubungan yang terlalu menyakitkan ini.

Jisung kini berhenti di depan pantry dapur, disana dia menemukan pangsit yang biasanya dia makan bersama ayahnya saat Jisung mengalami stress.

Jisung tersenyum kecil walaupun matanya masih mengeluarkan air. "Ternyata ayah masih sangat mengingat ku ya?"

Jisung mulai memakan pangsit yang diberikan ayahnya. Tanpa sadar Jisung mulai menangis entah mengapa rasanya sangat menyakitkan setiap kali menggigit pangsit pemberian sang ayah. Setelah selesai makan Jisung mulai mencuci piring, dirinya teringat bagaimana manisnya Jaemin saat dirinya sedang memasak di dapur. Setiap bayangan manis itu terus menghantui Jisung, membuat pemuda itu terus merasa tercekik karena kisah manis yang terlalu semu.

Entah apa yang terjadi tapi Jisung merasa perutnya seperti ditusuk dengan ribuan pisau, rasanya begitu saat, belum lagi kepalanya terasa begitu berat. Perlahan Jisung kehilangan kesadarannya diikuti darah yang mengakir dari bagian bawahnya. Piring yang dipegang Jisung ikut terjatuh menghasilkan suara yang sangat nyaring dirumah yang terkesan sepi dan dingin itu.

Jaemin yang baru saja turun kebawah langsung dikejutkan dengan suara nyaring piring yang terjatuh. Dirinya buru-buru menuju dapur, Jaemin berpikir bahwa Jisung mungkin saja emosi dan melampiaskan kemarahannya dengan melempar piring. Namun, yang dia temukan bukannya j Jisung yang sedang emosi melainkan sang istri yang kini tidak sadarkan diri dengan ubuh bersimbah darah. Niat Jaemin yang akan pergi menuju kediaman keluarga Kim berubah, dia buru-buru menggendong Jisung, Jaemin langsung berlari menuju mobilnya. Wajahnya nampak cemas dan panik, dirinya tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi tapi saat melihat Jisung yang seperti ini dia tahu bahwa ini bukan pertanda baik.

"Jisung, sadarlah! aku mohon!" seru Jaemin dengan wajah paniknya, saat ini dia sedang dimobil.

Jaemin memangku Jisung serta memeluk pemuda itu dengan erat, air matanya terus turun. Sang supir yang melihat itu merasa heran, bukan rahasia lagi bahwa tuannya itu sangat lah dingin bahkan tidak peduli pada istrinya, tapi yang dia lihat sekarang sangat lah berbeda dari rumor itu. 

"Kumohon bertahanlah! Kau! Lajukan mobil ini secepat mungkin!" perintah Jaemin kepada sang supir.

Tidak butuh lama kini mereka telah sampai di rumah sakit. Layak orang kesetanan Jaemin berlari dengan Jisung yang berada di gendongannya, Jaemin berteriak memanggil dokter agar Jisung segera diperiksa. Keadaan Jaemin sangatlah buruk, bajunya terkena darah.

"DOKTER! TOLONG SELAMATKAN DIA!" teriak Jaemin.

Pihak penjaga rumah sakit langsung saja membawa Jisung menuju Unit Gawat Darurat. Jaemin ikut mengantar Jisung, dirinya menggenggam tangan Jisung sangat erat. Sayangnya Jaemin hanya bisa mengantar Jisung sampai ke depan pintu ruangan itu.

Jaemin terduduk di depan pintu Unit Gawat Darurat, dirinya menangis sejadi-jadinya. Lagi-lagi Jisung jatuh sakit dan itu semua adalah salahnya. Jaemin terus menatap kearah pintu berharap segalanya baik-baik saja.

Setelah menunggu beberapa jam, akhirnya dokter keluar. Jaemin langsung menyergap sang dokter, menanyakan apa yang sebenarnya terjadi. "Dokter, apa yang sebenarnya terjadi dengan dia?"

"Maaf, sepertinya lebih baik kita berbicara diruangan saya,"

Jaemin mengangguk, berjalan mengikuti sang dokter. Kini Jaemin sudah berada diruangan sang dokter. Jaemin menatap raut wajah dokter yang nampak begitu pilu, membuat Jaemin bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi?

"Ada apa dok?"

"Maaf, Kami sudah berusaha sekuat mungkin hanya saja stress serta racun yang dikonsumsi pasien membuat dirinya harus kehilangan janin yang baru berusia tiga minggu itu."

Jaemin terdiam, pandangannya kosong. Racun? Jaemin tidak pernah membiarkan Jisung keluar, barang-barang kebutuhan Jisung saja, Jaeminlah yang membelinya, Kecuali makanan tadi. Sial! Dia kecolongan.

"Kalau begitu bisakah anda merahasiakan ini?" tanya Jaemin.

Sang dokter mangangguk mungkin saja Jaemin tidak ingin Jisung semakin stress karena kehilangan bayinya.

"Kapan dia akan siuman?" tanya Jaemin.

"sekitar satu jam lagi, saya sarankan jangan terlalu menekan dirinya,"

Jaemin hanya mengangguk, dia kecewa dengan semuanya, sepertinya memang benar jika dirinya harus menceraikan Jisung.

Disisi lain, terlihat seorang pria paruh baya kini bersimbah darah, pria itu baru saja mengakami kecelakaan maut. Orang-orang berkumpul untuk mengevakuasi pria tua itu.

"Bukankah dia Presdir Park?"

Married with Cold ManTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang