MWCM-16

6K 463 67
                                    

Beberapa hari setelah pindah rumah, Jisung langsung membuka kafe milik ibunya dari pukul sembilan pagi sampai pukul empat sore sedangkan waktu yang tersisa akan Jisung manfaatkan untuk berbelanja bahan makanan dan istirahat apalagi belakangan ini Jisung menjadi lebih mudah merasakan lelah.

"Terima kasih sudah membeli, sampai jumpa lagi," sapa Jisung dengan senyuman manis pada pria paruh baya yang merupakan pelanggan tetap di kafenya.

Jisung menghela napasnya, pria itu adalah pelanggan terakhirnya pada hari ini. Jisung tidak tahu apa yang terjadi tapi saat kafenya pertama kali buka bahkan sampai detik ini kafenya selalu ramai pengunjung. Tetangganya juga ramah serta baik, mereka benar-benar memperhatikan Jisung. Hal itu membuat hati Jisung menghangat, dirinya benar-benar merasa di hargai disini.

Jisung menutup kafenya, membereskan dan membersihkan seluruh kafe kecil itu. Walaupun ukurannya tak seberapa tapi berhasil membuat Jisung kelelahan. Setelah berberes Jisung langsung berjalan menuju rumahnya, dirinya duduk di ruang tamu dan mulai menghidupkan televisi.

Jisung menatap televisi yang menampilkan acara pertunangan Jaemin bersama anak keluarga Kim.

Nafas Jisung tercekat, dirinya tidak menyangkal bahwa Jaemin akan melaksanakan pertunangan beberapa hari setelah perceraian mereka. Jisung benar-benar tidak habis pikir dengan perlakuan Jaemin.

Jisung menangis, katakan dia lemah tetapi bagaimana mungkin hatinya siap melihat orang yang dia cintai sedang tersenyum bahagia melaksanakan upacara pertunangan.

Hati Jisung begitu sakit saat mengingat bahwa Jaemin sama sekali tidak pernah memasang senyuman sebagus itu saat dirinya menikah dengan Jisung.

Jisung hanya bisa memukul dadanya pelan, dia merasa sesak yang teramat benar-benar sakit hingga dia merasakan perutnya juga mengalami kontraksi.

Jisung berteriak meminta pertolongan, rasa sakit pada perutnya tidak bisa tertahankan. Jisung terus memegang perutnya sembari merintih.

Perlahan suara yang kuat itu berubah menjadi suara lirih, rasa sakit yang teramat membuat Jisung lemas bahkan tak ada tenaga untuk mengeluarkan suara sama sekali.

Beruntungnya, para tetangga Jisung mendengar teriakkan Jisung sehingga mereka berbondong-bondong mendatangi rumah Jisung.

"Jisung, kau baik baik saja?" Teriak salah seorang tetangga Jisung.

Jisung yang mendengar suara orang lain, perlahan mendekati pintu. Jisung yang lemas tidak mampu berjalan, dirinya dengan sangat terpaksa menyeret seluruh tubuhnya untuk mendekati pintu.

Clek!

Jisung berhasil membuka pintu setelah berjuang agak lama, Jisung masih merintih namun, pelan-pelan dirinya tidak bisa merasakan apapun, pandangannya menjadi gelap, indra pendengarannya pun perlahan menghilang. Jisung tidak sadarkan diri.

Hal itu tentunya membuat seluruh tetangga Jisung khawatir, dengan terburu-buru mereka membawa Jisung menuju rumah sakit terdekat.

°°°

Jisung terbangun dari pingsannya, dia menatap seorang perawat yang saat ini mengecek tensi dirinya.

"Bagaimana keadaan anda sekarang? Merasa lebih baik?" Tanya sang perawat.

Jisung hanya mengangguk, "Siapa yang membawa ku ke sini?"

"Para tetangga anda," jawab sang perawat.

Tak lama dokter datang, mendekati Jisung dan mengecek keadaan Jisung dengan stetoskop.

Jisung hanya diam memperhatikan, setelah selesai dokter pun mulai menjelaskan kondisinya saat ini.

"Keadaan anda sudah lebih baik daripada sebelumnya, saya sarankan anda tidak terlalu stress karena hal itu akan memberikan dampak yang buruk kepada janin yang ada di dalam diri anda saat ini!" Terang sang dokter.

"Janin? Saya hamil?" Tanya Jisung terkejut.

Yang Jisung tahu dia mengalami keguguran, setelah itu dia juga diberikan pil pencegah kehamilan jadi tidak mungkin dia bisa hamil.

"Iya, janin anda sudah berusia 4 Minggu," terang sang dokter.

Jisung semakin terdiam, bukankah dirinya keguguran? Lalu janin berusia 4 minggu itu datang dari mana?

"Serius dok? Padahal seminggu yang lalu saya mengalami keguguran!" Seru Jisung.

"Mungkin hanya satu janin yang meluruh dan janin satunya lagi masih bertahan, jadi saya harap anda jangan terlalu stress karena tidak baik pada janin yang ada dalam kandungan anda. Saya akan memberikan resep dan vitamin untuk menguatkan serta menyehatkan janin yang ada di dalam kandungan anda," ucap sang dokter lalu pergi meninggalkan Jisung.

Jisung menatap kosong, dirinya mengelus perut ratanya. Sekarang dia tahu kenapa Jaemin menyembunyikan fakta bahwa dia memiliki janin kembar dan salah satunya gugur.

Jisung mendengus ternyata Jaemin sama sekali tidak menginginkan anak dari Jisung, oleh karena itulah Jaemin menyampakkan dirinya saat mengetahui Jisung masih memiliki seorang bayi lagi.

"Sayang, kamu yang kuat ya! Meskipun kamu tidak memiliki seorang ayah, tapi Buna berjanji akan berusaha dengan sekuat tenaga untuk menjaga dan membesarkan dirimu seorang diri," seru Jisung, mengelus-elus perut ratanya.

Sekarang Jisung sudah tidak ingin berharap, lebih baik Jisung memfokuskan diri kepada bayinya yang membutuhkan perhatian darinya.

Jisung sudah memutuskan untuk menghapus nama Jaemin dari hidupnya, Jisung tidak akan pernah menangisi Jaemin lagi. Lagipula dia masih memiliki sesuatu yang berharga, sesuatu yang harus dia jaga dengan segenap jiwa dan raganya, yaitu anaknya.

Ya, hanya anaknya. Karena Jisung tidak akan pernah memberitahu Jaemin ataupun meminta pertanggung jawaban dari Jaemin untuk merawat anaknya.

Karena Jisung tahu bahwa Jaemin tidak menginginkan dirinya dan juga anaknya, oleh karena itu Jaemin tidak perlu tahu apapun tentang Jisung ataupun anaknya.

Anggaplah Jisung kejam karena memisahkan seorang anak dari ayahnya. Tapi bukankah lebih baik daripada mendapatkan penolakan dari Jaemin yang merupakan ayah dari bayi yang ada dalam kandungannya? Lalu, Jisung juga terlampau takut untuk merasakan sakit yang lebih lagi, Jisung terlampau takut jika saat mendapatkan penolakan hatinya dan mentalnya akan terguncang sehingga mengakibatkan dia harus kehilangan bayinya lagi.

°°°
Bersambung...

Married with Cold ManTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang