Sudah seminggu Jisung melayani kebutuhan nafsu Jaemin, selama itu Jaemin benar-benar memakai tubuh Jisung. Lalu Jisung hanya diberikan waktu istirahat dan makan saja setelahnya Jaemin akan kembali menyetubuhi Jisung. Jaemin juga selalu memberikan dirinya pil itu, hingga Jisung akhirnya terbiasa dengan semuanya.
"Ini surat cerai yang kau inginkan," seru Jaemin menyodorkan surat cerai.
Saat ini Jaemin dan Jisung sedang duduk di ruang tamu, mereka duduk saling berhadapan dengan meja kecil di tengah-tengah mereka.
Jisung mengambil surat itu, dirinya tidak membaca surat itu secara keseluruhan dan langsung saja menandatangani surat itu.
"Dengan begini kita sudah selesai, terima kasih atas waktu yang kau berikan padaku, Tuan Na!" Seru Jisung dengan senyum sendu, dia memberikan surat itu kepada Jaemin.
Jaemin hanya mendengus, kemudian memanggil seorang pekerja untuk menyimpan surat itu.
"Kau bebas sekarang, gunakan waktu bebas mu itu dengan baik!" Seru Jaemin.
Jisung tersenyum, dirinya mengusap air matanya yang tidak sengaja menetes. "Tentu, jaga dirimu baik-baik."
Jisung kemudian bangkit, dirinya bersiap untuk mengambil barang-barangnya. Sebentar lagi dia harus meninggalkan cinta pertamanya dan juga meninggalkan hidup yang menyakitkan.
"Biarkan supirku yang mengantarmu," seru Jaemin.
"Tidak perlu aku masih bisa pergi sendiri," tolak Jisung.
"Tidak, anggap saja itu penghormatan ku sebagai tanda kau adalah istriku!" Balas Jaemin.
Jisung mengangguk, dirinya terlalu malas untuk menolak Jaemin lagi pula memang benar anggap saja hal itu adalah penghormatan untuknya.
Jisung benar-benar pergi meninggalkan Jaemin, dirinya harus segera pergi untuk melihat abu kremasi sang ayah.
Jaemin hanya memandang kepergian Jisung, dia menatap ponselnya yang berdering menampilkan nomor sang sekertaris.
Jaemin mengangkat ponselnya, "Ada apa?"
"Ayah anda mengamuk saat mengetahui anda menceraikan tuan Jisung," seru sang sekertaris.
Jaemin tersenyum kecil, "Selalu saja berulah, tapi kali ini aku akan memaafkannya. Kau sudah menyiapkan hal yang aku inginkan bukan?"
"Iya tuan, apakah saya harus melaporkannya sekarang?" Tanya sang sekertaris.
"Iya, masukkan ayahku ke dalam penjara. Aku tidak suka langkahku di halangi!"
"Baik,"
Jaemin tersenyum, ayahnya itu pengacau. Jadi untuk bebas dari jeratan ayahnya Jaemin sengaja memberikan tuduhan bahwa ayahnya melakukan pencucian uang.
"Sekarang semua jalanku akan aman, hanya perlu membereskan beberapa hama yang mengganggu," gumam Jaemin.
Jaemin menatap Jisung yang menarik kopernya, Jaemin hanya memandang tanpa niat membantu.
"Berhati-hatilah," seru Jaemin.
Jisung mengangguk, "Terima kasih, tapi aku tidak perlu kata-kata mu itu,"
Jaemin hanya mengangkat bahu tidak peduli, dirinya pergi meninggalkan Jisung yang dibantu supirnya untuk membawa barang-barang Jisung.
Setelah selesai, Jisung langsung bergegas menuju ke tempat persemayaman abu sang ayah.
Jisung langsung bergegas menuju guci abu sang ayah, meninggalkan sang supir yang masih setia menunggu Jisung. Tuannya berpesan antarkan Jisung pulang sampai ke rumah Jisung, jadi dia harus benar-benar melaksanakan perintah tuannya.
Jisung kini menatap guci yang berisikan abu sang ayah, Jisung menangis sejadi-jadinya. Jisung meminta maaf pada sang ayah karena tidak bisa menemani sang ayah pada saat-saat terakhir bahkan sampai saat dimana ayahnya di kremasi.
Jisung benar-benar menyesal, dirinya merasa seperti anak yang tidak berbakti. "Maafkan Jie, ayah!"
"Maaf, karena Jie bukanlah anak yang berbakti!"
"Maaf, karena sampai saat ayah dikremasi Jie tidak ada,"
"Jie anak yang tidak berguna, Jie sangat tidak berbakti," gumam Jisung dengan tangisnya di depan abu sang ayah.
Jisung menangis sejadi-jadinya menumpahkan segala rasa bersalah dan sakit yang dia rasakan selama ini. Andai saja dia tidak mengambil keputusan untuk menikah dengan Jaemin mungkin saja hidupnya tidak kacau seperti ini. Tapi apa yang harus dikatakan? Semuanya sudah dia jalani setidaknya sekarang dia bebas dari jeratan Jaemin yang dingin dan kejam.
"Tuan Muda?" Panggil seorang pria paruh baya.
"Pak Min? Kenapa ada disini?" Tanya Jisung terkejut, dirinya buru-buru mengusap air matanya seakan-akan dia tidak menangis sama sekali.
"Ah, saya disini karena harus menyelesaikan sesuatu kebetulan sekali tuan muda ada disini jadi saya tidak perlu repot-repot mencari anda lagi. Ngomong-ngomong saya turut sedih saat mendengar berita kematian ayah anda, saya sama sekali tidak menyangka beliau akan pergi dengan cara seperti itu, semoga anda kuat ya, tuan muda," seru Tuan Min, yang merupakan asisten pribadi sang ayah.
Jisung hanya tersenyum sendu, "Urusan apa?"
"Seluruh aset perusahaan diambil alih oleh perusahaan Kim, saya tidak tahu bagaimana itu bisa terjadi karena surat perpindahan kekuasaan itu ditanda tangani oleh Presdir sendiri tapi saya yakin ada kecurangan disana!" Terang Tuan Min.
Jisung benar-benar tidak tahu harus berkata apa, semuanya tampak begitu gelap dan menyakitkan. Bahunya jatuh melemas mendengar ucapan asisten sang ayah.
"Lalu?"
"Untungnya saya bisa menyelamatkan kafe dan rumah sederhana peninggalan ibu anda," seru Tuan Min, walaupun tidak terlalu membantu setidaknya Jisung masih memiliki aset untuk kehidupan kedepannya.
Jisung nampak terkejut, dia pikir ibunya tidak meninggalkan apapun. "Apakah itu benar?"
"Iya, Tuan Park sendirilah yang merawat kafe dan rumah sederhana itu,"
"Kenapa ayah tidak memberi tahuku?"
Tuan Min menggeleng, dirinya juga tidak mengetahui apapun tentang hal tersebut. Dia hanya menyampaikan pesan yang diberikan seseorang untuk mengatakan bahwa Jisung masih memiliki harta peninggalan dari ibunya.
"Baiklah, dimana tempat itu berada?"
"Di xxxx, surat kepemilikan akan saya berikan nanti, saat ini saya harus mengurus beberapa hal. Sampai berjumpa lagi tuan muda!"
Jisung mengangguk, "Aku akan menjaga rumah itu untuk kita ayah, ibu!"
Jisung berjalan menuju mobil yang dia tumpangi, "Sekarang kita ke xxxx ya pak,"
Sang supir hanya mengangguk, kemudian segera melajukan mobilnya menuju jalan yang disebutkan oleh Jisung.
Tidak butuh waktu lama akhirnya Jisung sampai. Jisung menatap rumah yang cukup sederhana namun, hangat. Jisung juga melihat ke arah sebelah rumah yang merupakan kafe sederhana milik ibunya.
Setelah dirasa puas memperhatikan Jisung langsung membawa barang-barang miliknya menuju ke rumah tentunya dengan bantuan supir milik Jaemin.
"Terima kasih pak, telah membantu saya, apakah bapak ingin minum?" Tanya Jisung, merasa tidak enak dengan bantuan yang diberikan oleh supir Jaemin.
"Ah, tidak perlu Tuan. Ini memang sudah tugas saya," tolak sang supir.
Setelah dirasa seluruhnya selesai sang supir langsung izin pulang, Jisung kemudian membereskan segala barang-barang yang dibawanya.
"Mari kita mulai hidup baru," gumam Jisung dengan helaan napas yang berat, karena sesungguhnya Jisung benar-benar belum siap untuk melepaskan segalanya.
Jisung belum bisa melepaskan rasa cintanya kepada Jaemin, pemuda yang memberikan luka kepadanya.
°°°
Bersambung...
KAMU SEDANG MEMBACA
Married with Cold Man
Fanfiction🆃🅰🅼🅰🆃 Jisung adalah seorang pemuda penyayang yang dipaksa menikah dengan pemuda dingin seperti Jaemin. #1 - JaemSung (enggak tau sampai kapan, tapi pernah nomor 1)