SEMESTA-04

26 7 1
                                    

"Dendam kepada orang yang menyakitimu hanya akan membuatmu menderita."— Semesta Adelio Zayden.

4. Ada apa dengan Semesta?

Badan Semesta meringkuk. Semua cacian yang keluar dari mulut Seno memang menyakitkan. Namun, cowok itu tidak berniat membalas semua perbuatan ayahnya itu. Semesta memeluk lututnya sendiri kala Seno dengan enteng menendang punggung Semesta lalu pergi begitu saja meninggalkan ruang tengah yang hanya dipenuhi oleh isak tangis dari mulut Vina.

Lutut perempuan itu terasa lemas bak tak bertulang. Wajah putranya terlihat penuh dengan luka lebam, apalagi di bagian punggung. Vina meremas surai pendek miliknya dengan frustasi. Rintihan keluar dari mulut perempuan itu hingga membuat Semesta bangkit duduk, menyeret kakinya untuk mendekati tubuh sang ibu.

"Ma ... Jangan nangis," lirih Semesta sambil mendekap erat tubuh Vina. Menepuk kecil punggung wanita itu, menguatkannya walaupun sebenarnya ia juga butuh di tenangkan.

Vina mendorong bahu Semesta agak kuat. Tatapan nyalang ia berikan untuk cowok itu. "Saya mau Bumi kembali. Kehadiran kamu bikin anak saya mati, Semesta!"

Lagi, Semesta hanya bisa diam. Menunduk sebentar, merasakan hatinya yang bak tertusuk oleh seribu belati. "Maaf ...."

Vina tertawa sarkastik. Perempuan itu bangkit berdiri lalu meninggalkan Semesta sendiri dengan ruang tengah yang terasa dingin dari sebelumnya. Cowok itu terkekeh pelan, mendongak agar linangan air matanya tidak menetes.

'Harusnya gue yang mati, ya?' batinnya di dalam hati.

Cowok itu memegang meja yang ada di ruangan itu untuk menumpu badannya. Sejenak menghela nafas ketika mengingat kamarnya berada di lantai atas, tubuhnya sudah tidak kuat untuk digerakkan lagi seolah seluruh tulang cowok itu remuk akibat ulah Seno.

Meong!

Semesta mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru rumah. Mata cowok itu berbinar, senyumnya mulai melebar ketika melihat makhluk berbulu diatas tangga.

"Eca!" Semesta memanggil kucingnya. Seketika rasa sakit yang ia rasakan hilang ketika melihat hewan itu.

Kucing itu menuruni tangga, berlari mendekati Semesta hingga ia berada di depan sepatu cowok itu dan mendongak menatap tuannya, berharap Semesta menggendongnya.

Cowok itu terkekeh lalu menggendong tubuh mungil Eca — kucingnya. Sudut bibirnya yang robek sedikit membuatnya merasakan perih ketika ia tersenyum. "Gue dipukul lagi sama Papa, Ca," adunya.

Kaki jenjangnya melangkah menaiki anak tangga dengan Eca yang berada di gendongannya. Membuka kenop pintu, lalu menidurkan diri di atas kasur empuk miliknya.

"Sakit." Semesta tertawa ketika mengatakan itu. Memeluk kucingnya erat dengan mata yang memejam. Setetes air mata berlinangan di pipi cowok itu.

"Mama Papa benci gue ...."

•Semesta•

Naya mengernyitkan dahinya. Pagi ini, cewek itu terkejut ketika melihat seseorang yang duduk di atas motor di depan gerbang rumahnya. Walaupun ia baru tinggal di sini, Naya tentu saja mengenal orang itu. Salah satu anggota inti Helios yang terkenal, ah tidak. Bahkan semua anggota Helios terkenal di kota ini. Namun, yang paling heran adalah ... wakil ketua geng itu yang datang.

Semesta.

Setelah siap dengan pakaian sekolahnya, ia tiba-tiba mempunyai ide untuk berangkat bersama Luna dan menjemput cewek itu ke rumahnya.

SEMESTA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang