"Aku ingin berkata pada dunia kalau aku sedang tidak baik-baik saja." -Kaluna Amora.
12. Teman
Pukul 22:35 setelah tawuran yang terjadi dua jam di lapangan Sakti, rombongan motor-motor besar yang dipimpin oleh sang ketua Helios, Sagara Renz Zayden berhenti di depan markas utama mereka. Markas bertingkat tiga itu penuh dengan anggota Helios yang sedang merayakan kemenangan mereka malam ini dengan barbaque party.
"Kenapa nggak si Rembo aja kita jadiin ayam bakar?" usul Jevan dengan cengiran tengilnya.
Calvin memberikan pelototan maut pada Jevan. "Sebelum lo sentuh Rembo, lo duluan yang bakal gue bakar, Je!" geramnya dengan tangan yang mendekap ayam jantan itu.
Sedari tadi dua orang itu tidak pernah ada akur-akurnya. Sepulang dari sini, mungkin Calvin harus mencari cara agar ayamnya tidak jatuh pada tangan-tangan kriminal seperti Jevan.
"Daripada lo ribut mending bantuin," protes El yang sedari tadi berjongkok di depan panggangan dengan muka yang berkeringat dan tangan yang memegang kipas bersama anak-anak yang lain membuat daging dan sosis bakar.
Jevan mengulas senyum semanis mungkin. "Dari tadi kita juga bantuin, kok. Iya, nggak, Vin?" tanyanya pada Calvin yang langsung dibalas anggukan semangat oleh cowok yang duduk di sebelahnya.
"Bantu apa?"
"Bantu liatin," jawab Jevan dan Calvin kompak. El mengucapkan sumpah serapah pada kedua manusia itu. Demi apapun, cowok itu rela jika Calvin dan Jevan yang ia panggang sekarang daripada Rembo.
Sementara itu, Gara sudah seperti orang sawan yang kelimpungan mencari seseorang yang tidak ia temui sehabis mereka tawuran.
"Semesta mana?"
•Semesta•
Semesta membelokkan motornya pada gang perumahan baru, tempat dimana Luna tinggal. Sama seperti malam dimana ia mengantarkan nasi goreng pada Luna, ia menghentikan motornya di pinggir rumah Luna, tepat di dekat jendela kamar cewek itu.
Ia merogoh kantong celana Levi's hitamnya lalu menghubungi kontak dengan nama cewek nolep lalu menekan tombol telepon. Hampir satu menit Semesta menunggu akhirnya teleponnya tersambung dengan handphone milik Luna.
"Apa?"
Semesta tersenyum kecut. Manusia pendiam seperti Luna hanya akan berbicara beberapa kata saja, apalagi saat sedang ditelepon. Cewek itu tidak akan mengucapkan "Hallo" sebagai sapaan pada penelepon. Tapi cowok itu sedikit bersyukur, setidaknya nada bicara Luna tidak seketus dulu saat ia pertama kali berbicara pada cewek itu.
"Eca baik-baik aja, 'kan? Gue mau ambil dia. Gue udah selesai tawurannya," kata Semesta. Samar-samar cowok itu dapat mendengar suara Eca yang mengeong di sambungan teleponnya dengan Luna membuatnya mengulum senyum.
Lama tak mendengar jawaban dari Luna, ternyata cewek itu sedang membuka jendela kamarnya dengan Eca yang ia gendong. Semesta tersenyum lebar hingga deretan giginya terlihat jelas dengan mata yang menyipit. Luna mengangkat kaki depan Eca, menggerakkannya seolah Eca sedang melambaikan tangan pada Semesta.
Semesta kembali dibuat gemas. Cowok itu terkekeh hingga suaranya bisa didengar pada handphone yang Luna apit oleh pundak dan telinganya.
"Eca nggak nakal, 'kan, Lun?" tanya Semesta.
Luna menggeleng. "Nggak, gue justru seneng lo titipin Eca. Gue jadi punya temen." Luna terkekeh pelan diakhir kalimatnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
SEMESTA
Fiksi Remaja"Antara luka dan kita." Terkenal sebagai wakil ketua geng motor yang terkenal kejam dan kasar. Tapi, kebanyakan orang tidak tahu akan sisi malaikat seorang Semesta Adelio Zayden. Cowok misterius yang selalu memendam semuanya sendirian. Hanya orang t...