2. Perkara makan malam.
Luna memegangi perutnya yang terasa bergemuruh. Luna ingat jika ia belum makan dari siang. Maka dari itu, niat untuk makan dari siang akhirnya terkumpul. Cewek itu menuruni tangga untuk menuju ke meja makan, berharap ada sisa makanan untuk mengisi perutnya.
Harapan itu tentu menjadi kenyataan, jika saja Luna tidak melihat pemandangan yang seharusnya terlihat menghangatkan tapi tidak dengan Luna. Ia melihat Liam — ayahnya sedang makan malam bersama keluarga barunya. Naya — adik tirinya — tersenyum ketika melihat keberadaan Luna yang mematung didua anak tangga terakhir.
"Kak Luna? Ayo makan bareng sama kita! Kakak juga pasti belum makan, 'kan?" tawarnya dengan muka ceria dan nada yang terdengar penuh antusias.
Raisa — mama tirinya pun ikut tersenyum. Mengangguk mendengar ucapan putrinya. Lain dengan Liam, pria itu yang tadinya terlihat tersenyum senang langsung melunturkan senyumnya.
Luna berdecih seraya memalingkan wajahnya. Ia sungguh muak, muak dengan semuanya. Dengan pencitraan halus yang dilakukan oleh hama yang menumpang pada keluarganya. Raisa dan Naya, dua perempuan yang tadinya, sebelum mama nya jatuh sakit dan berujung meninggal, sangat ia sayangi sekarang sangat berbanding seratus delapan puluh derajat.
Luna benci, ia sangat membenci dua perempuan yang sekarang menjadi keluarga barunya. Raisa, perempuan sialan itu telah menggoda Liam sehingga papa nya dengan mudah tunduk dan akhirnya termasuk kedalam jerat rayuan perempuan itu. Banyak janji manis yang keluar dari mulut Raisa saat itu, saat dimana hari yang sangat membahagiakan bagi Raisa yaitu dimana ia berhasil menikah dengan Liam.
"Luna sekarang jangan panggil 'Tante' lagi, ya? Panggil 'Mama' aja. Kan, sekarang Mama juga Mama kamu."
Luna ingin sekali merobek mulut Raisa saat itu. Disaat hatinya yang masih basah dengan luka yang tercipta akibat kenyataan kalau Airin — Mama kandungnya — meninggal dunia, ia harus tertikam kembali ketika Liam memutuskan untuk menikah dengan Raisa.
Luna berpikir apakah ... Secepat itu Liam melupakan Airin?
Luna menyangka jika kehidupan setelah meninggalnya Airin dan ia mendapatkan Mama baru yaitu Raisa, ia akan baik-baik saja dan akan bahagia dengan keluarga barunya. Ternyata, semua itu sangat salah.
Bak di negeri dongeng, ibu tiri yang baik ketika berada di depan ayah kandung saja itu benar adanya dan Luna merasakannya. Bahkan sekarang, sikap Papa nya juga membuat Luna muak.
"Pencitraan yang bagus ya?" sindir Luna dengan wajah yang datar. Mata cewek menajam, menatap bola mata Raisa dan Naya dengan lekat seolah ingin menghancurkan keduanya detik ini juga.
Liam mengetatkan rahang. "Jaga bicara kamu, Kaluna," desisnya dengan suara tertahan.
"Orang bodoh yang nggak mau menerima kenyataan." Kekehan yang terdengar menyindir terdengar dari mulut Luna. Tanpa sepatah katapun lagi, cewek itu berjalan ke luar meninggalkan Liam yang mencoba menahan amarahnya yang mungkin ingin meledak sekarang juga.
Sementara Naya, cewek yang notabene nya adalah saudara tiri Luna yang umurnya terpaut beberapa bulan saja dari Luna, diam-diam mengumpatinya. Perasaan geram mulai muncul dengan berbagai tindakan yang ingin ia lakukan kepada Luna nanti.
"Kurang ajar," geram Liam. Pria itu meremas sendok dengan sekuat tenaga.
Raisa menggelengkan kepalanya pelan lalu mengusap pundak suaminya. "Udah lah, jangan di bawa emosi terus. Mungkin dia lagi banyak masalah," ucapnya menenangkan.
"Maaf kalau perkataan Luna nggak sopan. Lain kali aku akan mendidiknya lebih keras lagi." Raisa mengangguk menyetujui ucapan Liam. Diam-diam ia bersorak gembira di dalam hati. Ia tahu arti 'mendidik' yang Liam maksud.
•Semesta•
Semesta melirik arloji pada pergelangan tangannya. Malam semakin larut. Markas sudah tidak se-berisik tadi. Bahkan, Jevan dan Calvin yang tadinya masih ribut sambil bermain PS bersama Jevan, sekarang kedua cowok itu sudah terlelap ke alam mimpi dengan bergelung sarung wadimor membuat Semesta terkekeh.
Gara yang menidurkan dirinya di sofa panjang dengan mata yang menatap kosong ke arah langit-langit markas dan El yang sibuk dengan handphonenya. Pekerjaan Semesta di laptopnya akan selesai sedikit lagi. Cowok itu meregangkan otot tubuhnya yang terasa kaku.
"Gar," panggilnya pada Gara.
"Hm?" Gara membalasnya dengan dehaman dengan mata yang masih fokus menatap langit-langit.
Semesta menggeleng kepala. Cowok itu memejamkan mata sejenak lalu menyenderkan punggungnya pada sofa. Suasana hening markas seketika menyergap. Sepi, tapi pikiran Semesta selalu berisik entah apapun yang ia pikirkan, semuanya menyatu.
Dari sekian banyak yang melintas dibenaknya, bayangan Luna muncul membuat mata yang terpejam damai itu langsung terbuka. Cowok itu memukul kepalanya lalu kembali melanjutkan pekerjaan yang ada di laptopnya.
Aneh, batinnya di dalam hati.
Jarinya semakin lihai mengetik pada keyboard laptop meskipun banyak hal yang bergemuruh di dalam pikirannya.
•Semesta•
Luna memutuskan untuk mencari makan di luar. Kakinya melangkah mencari pedagang makanan yang mungkin masih buka di jam 21:45 malam. Angin malam yang terasa menusuk kulit membuat Luna memasukan telapak tangannya ke saku hoodie hitam yang ia pakai.
Jalanan komplek perumahan tempat ia tinggal terlihat sepi, padahal Luna pikir ini belum terlalu larut malam. Hanya lampu jalan yang menerangi Luna.
Hingga ia sampai di depan gerbang perumahan. Lalu lanjut ke jalanan yang cukup besar hingga menghubungkan ke jalan raya. Luna bisa merasakan suara riuhnya kendaraan.
Luna cukup terganggu dengan keadaan yang ramai. Dari itu ia memutuskan untuk membeli makan dari pedagang nasi goreng yang jaraknya berada di seberang jalan.
Mata Luna berbinar dengan perut yang seperti meronta-ronta meminta makanan. Cewek itu sedang berada di pinggir jalan raya. Setelah di rasa jalanan sepi, Luna melangkah menyebrangi jalanan.
"AWAS, NENG, AWAAAS!" pekikan seorang ibu-ibu terdengar seraya mengibaskan tangannya.
Butuh lima langkah lagi untuk Luna sampai ke tukang nasi goreng yang akan ia tuju. Namun, teriakan ibu-ibu tadi membuatnya menoleh dengan panik.
Mata Luna membulat sempurna ketika menjumpai motor besar yang melaju kencang kearahnya. Jantungnya berdegup kencang dan ....
Bersambung ....
Tanggapan kalian tentang chapter ini apa? Komen dong!
Next?
250 komen bisa?
Spam next sebanyak-banyaknya!
![](https://img.wattpad.com/cover/344985246-288-k276902.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
SEMESTA
Fiksi Remaja"Antara luka dan kita." Terkenal sebagai wakil ketua geng motor yang terkenal kejam dan kasar. Tapi, kebanyakan orang tidak tahu akan sisi malaikat seorang Semesta Adelio Zayden. Cowok misterius yang selalu memendam semuanya sendirian. Hanya orang t...