SEMESTA-06

23 4 0
                                    

6. Semesta, si support sistem terbaik

Wajah Luna berpaling ke samping saking kencangnya Liam menampar pipi tirus cewek itu. Seketika, rasa panas langsung menjalar hingga membuat pipi Luna seakan mati rasa. Matanya memejam, menyadari banyak pasang mata yang melihat keributan ini.

"Lun ...," lirih Semesta yang datang dari belakang dengan mata yang membola melihat perlakuan seorang pria yang tidak ia kenali datang bersama Naya dan langsung menampar pipi Luna.

Mata Liam beralih menatap Semesta dengan tatapan tajamnya. Kakinya melangkah dengan lebar lalu mencengkram erat kerah seragam Semesta. Cowok itu balik menatap Liam dengan tatapan yang tak kalah tajam.

"Jadi kamu ... Kamu yang berani-beraninya membawa Luna tanpa seizin saya?!" murka Liam semakin mengeratkan cengkraman tangannya pada kerah Semesta.

"Kalau iya, kenapa?" jawab Semesta dengan santai.

BUGH!

Tubuh Semesta terhuyung ke belakang akibat tinjuan Liam. Seketika darah segar mengalir dari hidungnya. Pandangan cowok itu kian memburam.

"PA UDAH! KALAU MAU PUKUL, PUKUL AKU AJA!" bentak Luna menarik tangan Liam dengan kasar. Pria itu menoleh, memberikan tatapan mautnya lalu mendorong Luna masuk ke dalam mobil diikuti dengan Naya yang diam-diam tersenyum puas.

Semesta menatap kepergian mobil Liam dengan tatapan kosong. Darah yang mengalir di hidungnya buru-buru ia usap menggunakan sapu tangan yang ia bawa. Itu Papanya Luna? batinnya. Cowok itu merasa bahwa Luna pasti akan ada dalam masalah.

"SEMESTA!" panggil seseorang dari belakang dengan suara yang agak meninggi. Semesta menoleh, mendapati Gara yang berlari kencang kearahnya. Melihat darah yang masih menetes pada hidung Semesta, jantung Gara seakan berhenti berdetak. Saat sampai dihadapan Semesta, Gara memegang kedua pundak Semesta dengan tatapan yang khawatir.

"Lo dipukulin sama dia?" tanya Gara. Ia tadi melihat bagaimana Liam meninju wajah Semesta sambil marah-marah dari lapangan.

Semesta menggeleng. "Cuma ditonjok doang, Gar," jawabnya.

Gara berdecak sebal lalu menampol kepala Semesta membuat cowok itu meledakkan tawa renyahnya. Gara tentu sangat khawatir, apalagi Semesta adalah sepupunya.

"Pulang ke rumah gue. Obatin luka lo, atau Bunda gue ngamuk," kata Gara. Cowok itu sudah dapat menebak bagaimana respon Sera — bundanya ketika melihat wajah Semesta penuh dengan luka lebam.

"Mau gendong," gurau Semesta dengan tawa gelinya, merentangkan tangan membuat Gara memekik kecil.

"Nggak. Gue tau lo beratnya sama kayak dugong," bantah Gara lalu pergi ke parkiran sekolah untuk mengambil motor besarnya.

Semesta semakin tertawa. "Gara cayang, mau gendong!"

•Semesta•

"Ya ampun, Semesta ...." Sera merasa ngeri sendiri ketika melihat banyaknya luka lebam kebiruan di wajah Semesta. Ia sedang mengobati wajah cowok itu dengan betadine sementara Semesta malah terkekeh.

"Kenapa bisa jadi gini? Muka ganteng kamu jadi ketutup," oceh Sera. Perempuan yang hampir menginjak usia 39 itu masih terlihat muda apalagi dengan dress berwarna biru langit yang saat ini ia kenakan.

"Biasalah, Bun," jawab Semesta santai dengan kekehannya. Cowok itu duduk bersila di atas sofa empuk ruang tamu rumah Sera dengan menggunakan kaos polos hitam dan celana senada selutut.

Sera mengernyit. "Biasa apa maksudnya?" tanyanya tak paham.

"Dipukulin Papa lagi," cicit Semesta dengan suara rendahnya.

SEMESTA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang