16. Panas dikala mendung
Semesta meninggalkan meja makan dengan kecewa. Harapan cowok itu terlalu tinggi untuk menginginkan momen hangat bersama orangtuanya, bercanda gurau disela mereka menyuapkan makanan atau berencana memperbaiki hubungan mereka yang senggang. Nyatanya, semua itu hanya bisa menjadi angan-angan yang tidak akan pernah menjadi kenyataan.
Cowok itu membuka pintu kamarnya, eongan Eca terdengar dari atas kasur milik Semesta lalu melompat dan berlari hingga kucing itu ada di depan kaki Semesta. Semesta menghela nafas, moodnya hancur begitu saja mendengar ucapan Seno tadi.
"Nggak harus dia."
Cowok itu membaringkan tubuhnya dengan gusar di atas kasur, lagi-lagi Eca mengeong sambil menatap wajah Semesta seolah mengatakan "Babu kenapa? Babu harus baik-baik aja, ya, biar bisa beliin Eca whiskas yang banyak."
"Ecaaa," panggil Semesta dengan rengekannya. Cowok itu mendesah kecewa dengan mata yang sendu. "Gue maunya dia ...,"
"... Bukan orang lain."
•Semesta•
Luna itu tidak se-pendiam yang Semesta kira. Hanya saja, cewek itu terlalu malas untuk sekedar berbicara lebih banyak. Cewek itu juga enggan keluar ruangan jika ia lebih betah di dalam. Namun, dipikir-pikir Luna harus melakukan apa selain bermain handphone di dalam kelas? Semesta sedang tidak ada bersama sahabat-sahabatnya, sedangkan Luna sendirian dan tidak ada teman berceloteh.
Ini memang Semesta yang cerewet atau Luna yang terlalu nolep?
Suara gebrakan pada mejanya sukses membuat Luna yang sedang menumpukkan wajah ada lipatan tangannya terperanjat. Ia menatap datar pada sang pelaku — Widya — yang akhir-akhir ini selalu bersikap seolah-olah dia adalah musuh bebuyutannya.
"Gue liat lo makin deket aja sama Semesta, ada hubungan apa lo sama dia?" tanya Widya sambil menatap intens wajah Luna.
"Apa pertanyaan lo penting gue jawab?" Luna balik bertanya.
"Penting."
"Lo siapa?" tanya Luna lagi, kini nada bicaranya semakin dingin.
"Gue? Gue Widya," jawab Widya santai.
"Oh, lo si lambe turah yang suka urusin hidup orang itu, ya?"
Jawaban itu sukses membuat emosi Widya tersulut. "Apa maksud lo?"
"Sorry, kalo lo tersinggung gue bilang gitu. Gue kira lo udah tau," ucap Luna.
"Gue nggak hina lo. Gue cuma deskripsiin diri lo aja," lanjutnya. Cewek itu bangkit berdiri, entah mau kemana pada jam istirahat yang sebentar lagi berakhir.
"Satu lagi, kalo lo nggak mau dapat jawaban kasar, jangan tanya hal bodoh ke gue." Ucapan terakhir Luna sebelum ia meninggalkan kelas yang hanya ada Widya disana.
Cewek itu sedikit risih ketika berjalan melewati koridor, banyak pasang mata yang menatapnya. Kadang berbisik sambil membawa-bawa nama Semesta. Apakah cowok itu seterkenal itu di sekolah ini? Pikirnya.
"LUNAA!" teriakan cempreng itu membuat Luna membalikkan badannya. Ah, itu ... Sepertinya Luna ingat. Dia Kayla, cewek yang menjadi pacar Jevan.
Cewek manis itu mendekatinya, dengan senyum yang tidak pernah luntur. Mata Kayla menyipit bak bulan sabit, dengan pipi chubby yang membuatnya semakin imut.
"Luna mau kemana?" Cewek itu bertanya sambil mendongak, menatap Luna yang lebih tinggi daripadanya.
"Mungkin ke perpustakaan," jawab Luna. Cewek itu juga ragu tentang langkah kakinya yang entah akan berakhir kemana.

KAMU SEDANG MEMBACA
SEMESTA
Fiksyen Remaja"Antara luka dan kita." Terkenal sebagai wakil ketua geng motor yang terkenal kejam dan kasar. Tapi, kebanyakan orang tidak tahu akan sisi malaikat seorang Semesta Adelio Zayden. Cowok misterius yang selalu memendam semuanya sendirian. Hanya orang t...