12

1.4K 65 2
                                    

Beri aku Vote ya  ☺


18.30 Mansion Walton

"Sha sama Kak Elliot mau berangkat sekarang" pamitnya kepada yang lain.

"Iya Princess/Dek" ucap mereka.

"Hatai-hati ya. Jangan bawa ngebut adikmu Ell" pesan Opa.

Elliot mengangguk tersenyum.

"By by keponakan Auntie. Babanya dipinjem Auntie dulu yaaa" Sharai mencium ke dua pipi sang ponakan. Alex dan Nayra mengangguk setuju, membolehkan Auntie mereka pergi bersama ayahnya.

"Aku pergi dulu Honey. Kamu nanti mau titip sesuatu gak?" tanyanya pada sang istri Terresa.

"Iya Mas hati-hati, gak kayanya. Lagi gak mau apa-apa" ucap Teressa seraya memeluk suaminya. Kemudian Elliot beralih memeluk kedua anaknya.

Setelah pamit, mereka pun memasuki mobil. Selama diperjalanan mereka asik mengobrol tentang banyak hal. Waktu tempuh ke Mansion Rodriguez sekitar dua puluh menit jika tidak macet namun, jika jalanan macet mereka bisa sampai membutuhkan waktu empat puluh menit untuk sampai ke Mansion Rodriguez.


                               ★★


Akhirnya Elliot dan Sharai sampai di Mansion Rodriguez. Mereka menyapa keluarga Rodriguez yang ada karena sebagian belum pulang dari kerjanya. Setelah menyapa, Elliot segera dibawa Davis ke ruangannya. Mereka akan membicarakan perihal pekerjaan.

"Mamiiii..." sapa Sharai. Kenapa dia memanggil ibu Sean Mami? Nahh, itu keinginnan Mami sendiri agar Sharai memanggil beliau seperti yang lain dan juga sebentar lagi juga dia akan menjadi menantunya.

"Hai Sayang, Mami kangen banget sama Kamu" ucapnya memeluk Sharai dengan erat.

"Sharai juga... Ohh iya Mam ini, Aku bawa sedikit makanan yang dibuat Momy sama Aku" ia memberikan bingkisan berisi cemilan yang telah dibuatnya bersama sang ibu sebelum datang kesini.

"Wahhh, makasih ya. Mami jadi pengen cepet-cepet makan deh"

"Sean udah pulang Mam?" tanyanya. Ia belum melihat sang kekasih sedari tadi.

"Belum Sha, katanya masih kejebak macet" jawab Mami. Sean memberi pesan padanya bahwa ia, terjebak macet di jalan X.

"Ohh, sekarang emang jam waktu pulang yaa, jadi macet. Untung Sha datang sebelum jamnya"

"Iya Sha, betul"

Sembari menunggu Sean pulang, dia memilih berbincang dengan anggota keluarga yang lain. Selama setengah jam menunggu akhirnya, orang yang sedari tadi dia tunggu datang juga. Seannya telah pulang dalam keadaan selamat meskipun, pakaiannya sudah kusut dan wajahnya nampak muram pasti karena lama terjebak macet.

"Maaf...kamu udah nunggu lama ya" ucap Sean. Dia tidak bisa memeluk Sharai karena pakian dan tubuhnya kotor. Kotor disini karena kuman setelah dia beraktivitas diluar.

"Gak papa, lagian Aku nunggu Kamu sambil ngobrol jadi, waktunya gak kerasa"

"Syukurlah, yaudah Aku ke atas dulu mau bersih-bersih" pamit Sean.

Sharai mengangguk "Iya"

Selagi menunggu Sean bersih-bersih Sharai membantu Mami menata meja makan. Hampir selesai meneta meja makan Sharai dikejutkan dengan suara teriakan Kak Evans yang samar namun, masih bisa dia dengar.

                               ★★

Sean hendak pergi menuju ruang makan setelah mandi dan berganti pakaian tetapi, baru saja menutup pintu. Dia merasakan kepalanya sakit dan memberikan sinyal yang tidak baik. Sean merasa tubuhnya tidak bisa dikendalikan seperti, ada sesuatu yang menahan gerakannya, sekujur tubuhnya terasa kaku dalam posisi berdiri.

Beruntungnya ada Evans yang sama akan pergi ke ruang makan namun,  langkahnya terhenti saat dia melihat gelagat Sean yang tidak biasa.

"You alright?" tanya Evans memegang pundak Sean.

Sean memberikan isyarat "No..no Kak it's coming out" lirihnya. Mendadak seluruh tubuhnya merasa lemas.

Evans kaget! sangat. Dengan segera ia  membaringkan tubuh Sean secara perlahan ke lantai dan memiringkan tubuhnya. Ia menyanggah kepala Sean dengan tangannya sendiri karena, tidak mungkin jika dia pergi membawa penyanggah kepala ke kamar Sean.

"It's okke...its okke Dek" ucap Evans mengelus kepala Sean. Iya sempatkan untuk melihat jam ditangannya bermaksud mencatat lama kejang Sean.

Tangan dan kaki Sean mulai tremor. Matanya hanya menampakan warna putih saja.

Kemudian Evans berteriak "Davisss, Come here!". Ia butuh bantuan Davis sekarang.

"Relax Dek..relax" ucapnya melihat tremor Sean semakin cepat.

"Its okke your not alone, just relax...." Evans tetap memberi kata penenang pada Sean meskipun tidak ditanggapi.

Di detik ke 40 akhirnya Davis datang diikuti Elliot disampingnya, mereka berlari. Davis segera mengambil penyanggah kepala di kamar Sean sedangkan Elliot membantu Evans menenangkan Sean.

"Sean its okke, just relax, we're here" ucap Elliot mengelus lengan Sean.

"You will be okke" tambahnya.

Davis sudah kembali, ia memakaikan penyanggah kepala kepada sang adik. Evans beralih posisi di depan Sean dan Elliot di belakang badan Sean yang masih dalam posisi miring. Tubuh Sean masih tremor. Mereka setia menunggu Sean sampai kembali sadar dan benar-benar merespon.

Selama tiga menit, Sean mengalami kejang tremor. Dua menit kemudian kejangnya sudah berhenti. Tubuhnya  nampak terkulai lemas dengan mata yang terpejam.

"Can you hear me?" tanya Davis.

Sean membuka mata melihatkan rupa sayunya, dia bahkan hanya mampu menjawab dengan kedipan mata.

Melihat itu, Davis membiarkan Sean meresapi rasa lelahnya terlebih dulu.

Tiga menit berlalu.

"Dek...kakak gendong ke kamar ya" ucap Davis.

Sean mengangguk pelan. Davis pun segera mengangkat tubuh Sean lalu masuk kedalam kamar diikuti Elliot dibelakang. 

Untuk Evans, dia bergegas pergi ke ruang makan untuk memberi tahu yang lain. Namun, dia kaget begitu melihat Sharai ada di balik tembok dalam keadaan menangis. Ahh! ia paham, pasti Sharai telah melihat Sean kambuh barusan. Dia menepuk pelan pundak Sharai dan berlalu pergi.













Terimakasih sudah baca  😊

se complètent Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang