Bagai Pelangi Setelah Hujan

107 17 5
                                    

Happy Reading..
.
.

"Apa gue harus menginap di sini?" aku menggeleng lesu menjawab pertanyaan Septiya yang baru saja mengantarku dari lokasi pemakaman.

Aku berbalik membelakanginya hendak masuk ke dalam rumah, namun tanganku terasa ditahan. Aku menoleh mendapati Septiya yang masih duduk di atas motor scoopy miliknya seraya tersenyum ke arahku.

"Jangan ngelakuin hal yang tidak-tidak sepeninggalan gue! Gue datang lagi besok pagi." aku menggangguk lemah. Kembali tidak mengeluarkan suara walau hanya untuk mengatakan 'terima kasih' pada Septiya. Perlahan genggamannya mengurang dan aku kembali melangkah memasuki rumah.

Saat pintu terbuka, hal yang pertama kali kurasakan adalah kesunyian. Rumah yang hampir dua minggu ini hanya aku sendiri yang menghuni, kadang bersama septiya, tapi lebih sering sendiri.

Nenek yang pulang ke kampung halamannya memutuskan pulang ke rumah hari ini setelah mendengar kabar buruk yang telah terjadi belum satu hari lamanya.

Aku memasuki kamar dengan mata yang berkaca-kaca, rasanya sangat sakit, kenapa hal ini harus terjadi kepadaku? Aku bahkan telah kehilangan kedua orang tuaku dari kecil dan sekarang... dia juga ikut pergi sebelum menepati janjinya kepadaku.

Aku berjalan menuju lemari untuk mengganti pakaianku, mencari pakaian yang nyaman untukku bawa tidur setelah hampir seharian menangis. Di tengah menarik sepasang baju, sebuah kertas ikut keluar dari bawah sana lalu jatuh tepat di punggung kakiku.

Keheranan, aku mencoba mengambil lalu membuka kertas yang ternyata dilipat empat. Setelah terbuka di sana terdapat potongan kalender yang hanya ada satu bulan saja, yaitu Oktober.

Pada angka dua puluh tujuh, terdapat lingkaran merah. Kuamati lagi, ternyata ini adalah kalender 2019, tahun di mana awal dari kebahagiaanku datang.

Aku kembali terisak, lima tahun lalu aku menggunting kalender nenek yang terletak di ruang tengah. Melingkari angka yang terdapat kebahagiaan di sana, tanggal di mana sosok pria yang kucintai menjadi milikku walau berstatus sebagai pacarku.

Pria yang bagiku sangat sempurna, senyuman yang seperti pelangi setelah hujan.

Kehadirannya yang dulu tidak kuinginkan, sekarang menciptakan luka yang hebat karna kepergiannya. Entah ini karma atau memang takdir, aku juga tidak tahu, tapi intinya aku amat terluka.

Albian Razaq, pria penyuka hujan dan pelangi. Di mana menjadi tokoh penting dalam kisah cintaku namun malah pergi meninggalkanku.

Dengarkanlah ceritaku! Kisah di mana aku dan Bian, sang pria pemenang hati. Semua orang yang melihatnya menjadi sayang, pria idaman namun tidak dapat digenggam.

Mari menggali kisahku bersama Bian! Aku yakin aku tidak akan kuat dengan ini semua namun aku juga tidak ingin melupakannya. Kalian harus tahu, memperjuangkan sesuatu yang tidak abadi itu penting. Karena tidak tahu, kapan ia akan pergi. Entah kehendaknya sendiri, atau takdir yang mengakhiri.

000

Oktober ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang