Siang ini Sunghoon bergegas ke suatu tempat yang mungkin bisa membantunya untuk menemukan sang kakak. Tanpa banyak bicara lagi Sunghoon segera menaiki bus yang kebetulan saat ini sedang penuh. Terpaksa Sunghoon harus berhimpitan dengan para pegawai yang baru saja pulang dari tempat kerja mereka.
Tiba-tiba ingatannya kembali pada percakapannya bersama Irene beberapa hari yang lalu.
"Iya ini mama, nak"
"Maafin mama Hoon, mama senang kamu baik-baik aja"
Cuaca terik siang ini membuat Sunghoon berkeringat lebih banyak dari biasanya.
"Kamu keringat dingin ya, dek?" Tebak seorang perempuan yang berdiri di sampingnya.
Sunghoon hanya mengangguk. Memang benar kepalanya sudah terasa pening sejak menaiki bus tadi. Keringatnya itu sudah bisa di pastikan bukanlah keringat biasa. Bahkan pandangannya pun kini sudah berbayang.
"Aduh hampir aja jatoh, kamu enggak papa? Duduk aja ya" ujar perempuan yang sepertinya teman perempuan tadi. Dia sampai memeganginya saat Sunghoon hampir oleng ke samping.
"Pak maaf, boleh minta kursinya buat adek ini? Kasian dia hampir pingsan" katanya pada seorang pria. Pria itu menoleh lalu memperhatikan Sunghoon dari atas hingga ke bawah. Dia pun mengangguk dan berganti berdiri memberikan kursinya pada Sunghoon.
"Makasih kak, makasih juga kursinya pak" ucap Sunghoon pelan tapi masih bisa terdengar.
"Lain Kali kalau sakit jangan pergi sendirian. Nih, lap hidung kamu" kata si pria paru baya itu seraya memberikan beberapa lembar tisu yang tersedia di sana. Sunghoon hanya mengangguk patuh seraya menyumpal darah yang keluar dari hidungnya.
"Minum dulu dek, bawa obat enggak?" Ucap pira paru baya itu
Sunghoon menggelengkan kepalanya. Sungguh, saat ini dia sangat malu menjadi pusat perhatian yang justru merepotkan orang lain.
"Kakak berdua ini mahasiswi ya?" Tanyanya
"Iya Dek, kita mahasiswi tingkat akhir. Yaudah kita duluan ya, hati-hati di jalan. Minumnya di bawa aja" ucap perempuan cantik yang lebih tinggi dari yang satunya lagi.
Setidaknya Sunghoon patut bersyukur ketika ia dalam keadaan sulit seperti itu masih ada yang memperdulikannya. Walaupun orang lain. Bahkan orang lain saja memperdulikannya tapi kenapa keluarganya tidak?
Setelah beberapa saat perjalanan akhirnya Sunghoon sampai di tempat tujuan. berhenti di depan halte bus.
Langit biru di atas sana membentuk segaris awan putih. Sunghoon yakin di atas sana tengah terbang sebuah pesawat yang mungkin saja ada sang Ayah. Sunghoon tersenyum tipis menatap langit biru di hadapannya. Dia rindu ayah.Tepatnya di sebuah gedung yang terlihat usang tanpa penghuni Sunghoon membuka pintu agak keras sehingga menimbulkan sedikit kegaduhan dari dalam.
"Heh bocah! Mau ke mana Lo!" Tanya salah seorang penjaga yang melihat kedatangan Sunghoon yang terburu-buru. Dia sempat menoleh tetapi mengabaikannya dan tetep berjalan menuju lantai atas.
"Sialan, kejar dia! Udah bikin kaget main pergi gitu aja!"
Sunghoon tidak perduli lagi, pokonya ia harus bertemu dengan Jay dan membawanya ke hadapan sang ibu. Bahkan kini ada sekitar empat orang berbadan besar yang mengikutinya dengan aura mencekam. Sebenarnya Sunghoon takut. Ia kebingungan menghadapi mereka nantinya.
Semua atensi teralihkan pada Sunghoon yang baru saja membuka pintu lantai paling atas.
"Hahaha mau kemana lo bocil?!" Tanya pria berotot bertato ular di lehernya. Membuat Sunghoon menelan ludah takut.